Senin, 18 September 2017

Perlindungan Profesi Guru



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapatkan kekuatan dan semangat baru dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Naja (2008) menyebutnya sebagai “roh baru” dalam pembangunan pendidikan. Di samping itu, disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 di atas juga membawa konsekuensi atau implementasi terhadap pendidikan, termasuk terhadap guru. Di antara konsekuensi atau implementasi itu, misalnya terkait dengan pasal 40 pada undang-undang ini yang menyatakan bahwa pendidik (termasuk guru) dan tenaga kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual.
Kekuatan dan semangat penyelenggaraan pendidikan juga makin bertambah dengan telah diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru, undang-undang ini secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci, misalnya kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi, dan lain-lain.
Sampai saat ini, beberapa kenyataan atau fenomena berikut banyak dihadapi guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar. Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pembinaan dan pengembangan profesi serta pembinaan dan pengembangan karir guru belum sepenuhnya terjamin. Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional.
Bayaran gaji atau honorarium guru banyak yang tidak wajar. Di samping itu, masih sering kita lihat arogansi terhadap guru, misalnya oleh oknum pemerintahan, masyarakat, orang tua, bahkan siswa. Mutasi guru sering berlangsung secara tidak adil dan atau semena-mena. Pemberian sanksi tindakan disiplin terhadap guru karena guru berbeda pandangan dengan kepala sekolahnya. Guru yang menjadi korban karena bertugas di wilayah konflik atau di sekolah yang rusak (Administrator, 2008).
Fenomena nyata dikemukakan oleh Nugroho (2008) yang mengutip berita dalam Kompas edisi 29 Juli 2008, bahwa perlindungan hukum terhadap guru belum dilakukan sepenuhnya. Salah seorang guru yang juga Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen (FGI), Iwan Hermawan, dijatuhi sanksi disiplin oleh Wali Kota Bandung karena bersikap kritis terhadap penyelenggaraan pendidikan, termasuk dalam penyelenggaraan ujian nasional. Sebelumnya, pada kasus Kelompok Air Mata Medan dan Forum Guru Garut, mestinya guru mendapatkan apreasiasi karena keberaniannya melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam ujian nasional tetapi yang diterima bukan penghargaan, melainkan sanksi berupa dikurangi jam mengajar, bahkan ada dipecat. Hery Nugroho juga mengutip berita Suara Merdeka edisi 26 Mei 2008, seorang guru dicopot dari jabatannya gara-gara kuliah S2 di UGM.
Dalam situs resmi Kompas (http://cetak.kompas.com/) edisi 17 Juli 2008 juga dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap guru, baik oleh pemerintah, yayasan, maupun organisasi profesi guru, dirasakan masih rendah. Akibatnya, posisi guru seringkali lemah saat berhadapan dengan pemerintah atau yayasan ketika memiliki kasus atau memperjuangkan hak-hak mereka. Hal itu terungkap dalam pertemuan pimpinan Pengurus Besar PGRI periode 2008-2013 dengan media massa di Jakarta, pada 16 Juli 2008. Menurut Sulistyo, Ketua Umum PB PGRI, Pemerintah atau yayasan memosisikan dirinya lebih tinggi dari guru sehingga menimbulkan sikap sewenang-wenang terhadap profesi guru. Sulistyo mengaku, PGRI sebagai organisasi profesi guru yang beranggotakan 1,6 juta guru pegawai negeri dan swasta di seluruh Indonesia selama ini juga lemah dalam memberikan perlindungan hukum kepada guru yang bermasalah.
Uraian di atas memberi gambaran kepada kita bahwa masih begitu banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, dalam hal ini berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap guru. Permasalahan-permasalahan di atas perlu segera mendapatkan perhatian dari banyak pihak, baik pemerintah (termasuk penegak hukum), legislatif, sekolah, masyarakat, maupun guru itu sendiri. Mengingat banyaknya permasalahan yang ada, dalam makalah ini permasalahan yang akan dibahas meliputi makna profesi dan profesionalisme guru serta tinjauan yuridis perlindungan bagi guru dalam profesinya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian perlindungan profesi ?
2.      Bagaimana sejarah perlindungan profesi guru ?
3.      Apa pentingnya perlindungan profesi guru ?
4.      Bagaimana perlindungan guru dalam profesinya secara yuridis ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
-          Untuk mengetahui pengertian perlindungan profesi secara umum dan perlindungan profesi guru.
-          Untuk mengetahui sejarah terciptanya perlindungan profesi guru.
-          Untuk mengetahui  pentingnya perlindungan profesi guru.
-          Untuk mengetahui perlindungan guru dalam profesinya secara yuridis.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Perlindungan Profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap profesi serta pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

B.     Sejarah Perlindungan Profesi Guru
Sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan yang cenderung diskriminatif terhadap sebagian guru telah berlangsung sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal ini membangkitkan kesadaran untuk terus mengupayakan agar guru mempunyai status atau harkat dan martabat yang jelas dan mendasar. Hasilnya antara lain adalah terbentuknya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Diundangkannya UU No. 14 tahun 2005 merupakan langkah maju untuk mengangkat harkat dan martabat guru, khususnya di bidang perlindungan hukum bagi mereka. Materi perlindungan hukum terhadap guru mulai mengemuka dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penjabaran pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru itu pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Di dalam PP ini perlindungan hukum bagi guru meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja, dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Sejak lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, dimensi perlindungan guru mendapatkan tidik tekan yang lebih kuat. Norma perlindungan hukum bagi guru tersebut di atas kemudian diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan diundangkannya UU No. 14 tahun 2005. Dalam UU ini, ranah perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk juga di dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI.  Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada guru

C.    Pentingnya Perlindungan Profesi Guru
Agar proses pendidikan menjadi baik dan guru menjalankan tugasnya dengan profesional maka diperlukan peran pemerintah baik pusat maupun daerah serta masyarakat demi mewujudkan guru yang mempunyai martabat dan terlindungi oleh hukum dalam menjalankan profesinya agar tercipta pencapaian kualitas yang maksimal, hal ini sesuai dengan amanah UU Sisdiknas. Maka harus ada regulasi yang mengatur tentang itu, salah satunya dengan membuat UU tentang perlindungan terhadap profesi pendidik yang substansinya adalah agar guru dalam menjalankan profesinya terlindungi dengan kekuatan hukum dan harus ada pemahaman yang utuh bahwa dalam menjalani proses pendidikan. Guru diberi hak otoritas dalam mendidik peserta didik, jika perlu ada fit and proper test untuk menjadi seorang guru, agar dunia pendidikan tidak lagi disibukan dengan ulah guru yang tidak mengerti esensi dalam mendidik. 
Secara yuridis, UU Perlindungan Guru telah termuat dalam UU No 14/2005. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa Pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.Adapun maksud Perlindungan Profesi yang diamanatkan dalam UU No 14/2005 tentang Guru adalah perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugasnya. Sementara perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kesehatan, dan/atau resiko lainnya.
Berangkat dari paparan di atas, terlihat bahwa eksistensi UU No 14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan kesejahteraan guru/dosen, sementara perlindungan terhadap profesi guru/dosen seringkali lepas dari perhatian.
Kita tidak menutup mata terhadap tindakan oknum guru yang kurang mendidik dengan memberikan hukuman di luar nilai pendidikan. Mereka meletakkan peserta didiknya sebagai penjahat yang harus dihabisi, bukan sosok yang perlu dibimbing dan diperbaiki. Demikian pula sikap orang tua/masyarakat yang mulai mengalami pergeseran dalam memandang profesi guru. Mereka terlalu banyak menuntut guru agar dapat mengahntarkan peserta didik sebagai masyarakat terdidik, namun tidak seiring dengan penghargaan dan perlindungan yang diberikan.
Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan guru dalam menghadapi murid yang bersalah, sebelum mereka menetapkan hukuman, yaitu; Pertama, perlu memberikan laporan kepada orang tua murid perihal prilaku anak mereka dengan cara pemanggilan secara langsung. Tahapan ini dilakukan sebanyak 2 kali dengan ikut melibatkan guru BK. Kedua, bila selama 2 kali pemanggilan tidak menunjukan perubahan dan kerjasama yang baik, seorang guru bisa memberikan hukuman dengan syarat : (1). Hukuman tidak pada tempat yang vital. (2) hukuman dilakukan dalam bentuk yang mendidik. (3) hukuman dilaksanakan secara adil dan ikut mempertimbangkan aspek psikologis peserta didik.
Bila UU No 20/2003 menuntut pencapaian kualitas yang maksimal, menuntut pendidik menjadi profesional, seyogyanya diiringi dengan adanya UU Profesi Pendidik. Meskipun dalam UU No 14/2005 secara tegas telah melindungi profesi guru dan dosen, namun dalam dataran implementasi kekuatan UU tersebut masih tak terlihat berkontribusi terhadap nasib guru/dosen sebagai tenaga pendidik. Untuk itu, sudah pada saat dan tempatnya jika guru/dosen membangun kekuatan solidaritas untuk mendorong pemerintah memperbaiki kondisi kerja guru dan melindungi profesi mereka dengan kekuatan hukum yang jelas.

D.    Perlindungan Guru dalam Profesinya Secara Yuridis
Abduhzen (2008) mengemukakan bahwa sebagai sebuah profesi, dalam bekerja guru memerlukan jaminan dan perlindungan perundang-undangan dan tata aturan yang pasti. Hal ini sangat penting agar mereka selain memperoleh rasa aman, juga memiliki kejelasan tentang hak dan kewajibannya, apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, serta apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pihak lain kepada mereka, baik sebagai manusia, pendidik, dan pekerja.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Secara eksplisit dan khusus, perlindungan bagi guru yang dimaksud di atas termaktub dalam pasal 39.
Dalam pasal 39 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan:
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

Frasa perlindungan hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya.

Perlindungan hukum; Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: (a) tindak kekerasan; (b) ancaman, baik fisik maupun psikologis; (c) perlakuan diskriminatif; (d) intimidasi; dan (e) perlakuan tidak adil

Perlindungan profesi; Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Secara rinci, subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini.
a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan bakatnya.
b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
e. Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar.
f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.
g. Setiap guru memiliki kebebasan untuk: (1) mengungkapkan ekspresi; (2) mengembangkan kreatifitas; dan (3) melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
h. Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan, dan rasa tidak aman.
j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi: (1) substansi; (2) prosedur; (3) instrumen penilaian; dan(4) keputusan akhir dalam penilaian.
k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: (1) penetapan taraf penguasaan kompetensi; (2) standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan; dan (3) menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi: mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan akademik, memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.
m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan; partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan.

Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas, yaitu:
a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah daerah.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas.
c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap: risiko gangguan keamanan kerja; risiko kecelakaan kerja; risiko kebakaran pada waktu kerja; risiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan.
d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat: kecelakaan kerja; kebakaran pada waktu kerja; bencana alam; kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
f. Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat:
bahaya yang potensial, kecelakaan akibat bahan kerja, keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya,  frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja, risiko atas alat kerja yang dipakai, dan risiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.

Perlindungan hukum terhadap guru diwujudkan dengan menyerahkan guru yang diadukan atau diinformasikan menyimpang kepada dewan kehormatan organisasi profesi guru terlebih dahulu. Jika terdapat unsur-unsur pidana, organisasi profesi guru itu meneruskan laporan ke penyidik sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Beberapa kenyataan yang dihadapi guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar:
a.       Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya
b.       Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerjasama.
c.       Pembinaan dan pengembangan profesi serta pembinaan dan pengembangan karir guru yang belum sepenuhnya terjamin.
d.      Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional.
e.       Pembayaran gaji atau honorariurn guru yang tidak wajar.
f.       Arogansi oknum pemerintahan, masyarakat, orang tua, dan siswa terhadap guru.
g.      Mutasi guru secara tidak adil dan atau sermena-mena.
h.      Pengenaan tindakan disiplin terhadap guru karena berbeda pandangan dengan kepala sekolahnya.
i.        Guru yang menjadi korban karena bertugas di wilayah konflik atau di tempat (sekolah) yang rusak.

Berdasarkan permasalahan guru yang terjadi, Direktorat Profesi Pendidik bekerjasama dengan LKBH-PGRI Pusat dan Cabang LKBH-PGRI melakukan beberapa upaya untuk keperluan sosialisasi, konsultasi, advokasi, mediasi, dan/atau bantuan hukum kepada guru. Dengan adanya Subsidi Perlindungan Hukum bagi Guru/Blockgrant untuk LKBH PGRI diharapkan:
a.       Bertindak aktif memberikan perlindungan hukum bagi guru, baik diminta maupun tidak diminta.
b.      Melaksanakan tugas perlindungan hukum sesuai dengan akad kerjasama.
c.       Menyebarluaskan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban guru.
d.      Memberi nasihat kepada guru yang membutuhkan.
e.       Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan guru.
f.       Membantu guru dalam memperjuangkan haknya termasuk menerima keluhan atau pengaduan guru.
Beberapa kepengurusan PGRI di daerah sudah mulai membentuk LKBH-PGRI ini dan melaksanakan aktivitas perlindungan bagi guru dalam profesinya, khususnya mengenai perlindungan hukum bagi guru.
Mengutip Baedhowi (2008), hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu, hak-hak manusia, termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Di samping itu, perlindungan hukum bagi guru (Rudy, 2008) menjadi sangat signifikan agar guru dapat menjalankan perannya tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Hal ini memberi pengertian bahwa perlindungan guru dalam profesinya memerlukan upaya dan perjuangan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Perlindungan bagi guru termaktub dalam pasal 39, meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-undang ini telah merumuskan lingkup perlindungan terhadap guru namun secara yuridis-normatif konsep perlindungan tersebut mengandung kelemahan, belumlah konkrit, tuntas, dan operasional atau aplikatif.
B.     Saran
Beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memerlukan peraturan implementatif yang lebih rinci. Beberapa kasus yang terjadi berkaitan dengan perlindungan terhadap guru dalam profesinya memerlukan klarifikasi atau penjelasan hukum dalam penyelesaiannya. PGRI, sebagai salah satu organisasi profesi guru, telah, sedang, dan akan terus berjuang untuk membantu guru, termasuk membantu memberikan perlindungan bagi guru dalam profesinya.

Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Perlindungan Profesi Guru. Penulis berharap agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang materi dari makalah ini. Dan penulis juga berharap pembaca dapat memahami semua penjelasan yang diberikan dalam makalah ini, sehingga apabila ada yang kurang jelas atau kesalahan dalam penyusunan makalah ini dapat diberikan masukan demi sempurnanya penyusunan makalah ini.






DAFTAR PUSTAKA

Abduhzen, Mohammad. 2008. Makna Profesionalitas yang Melekat pada Guru. Makalah pada Seminar Sehari Implementasi Perlindungan Hukum terhadap Guru dalam Profesinya tanggal 12 Juli 2008 di Indralaya Ogan Ilir.
Sumber : http://pirdausm.blogspot.com/2008/12/perlindungan-guru-dalam-profesinya.html

Tidak ada komentar:

Persyaratan Hak & Kewajiban Guru

BAB I PENDAHULUAN A.       LATAR BELAKANG MASALAH Di dalam   masyarakat tedapat bermacam-macam pekerjaan, seperti dokter, penga...