BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan
pendidikan nasional Indonesia mendapatkan kekuatan dan semangat baru dengan
disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Naja (2008) menyebutnya sebagai “roh baru” dalam
pembangunan pendidikan. Di samping itu, disahkannya Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 di atas juga membawa konsekuensi atau
implementasi terhadap pendidikan, termasuk terhadap guru. Di antara konsekuensi
atau implementasi itu, misalnya terkait dengan pasal 40 pada undang-undang ini
yang menyatakan bahwa pendidik (termasuk guru) dan tenaga kependidikan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil
kekayaan intelektual.
Kekuatan
dan semangat penyelenggaraan pendidikan juga makin bertambah dengan telah
diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Undang-undang ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru
dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta.
Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi
perdebatan yang sangat seru, undang-undang ini secara gamblang dan jelas
mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci,
misalnya kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru,
kompetensi, dan lain-lain.
Sampai
saat ini, beberapa kenyataan atau fenomena berikut banyak dihadapi guru,
sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi
yang wajar. Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari
atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pembinaan dan
pengembangan profesi serta pembinaan dan pengembangan karir guru belum
sepenuhnya terjamin. Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk
memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional.
Bayaran
gaji atau honorarium guru banyak yang tidak wajar. Di samping itu, masih sering
kita lihat arogansi terhadap guru, misalnya oleh oknum pemerintahan,
masyarakat, orang tua, bahkan siswa. Mutasi guru sering berlangsung secara
tidak adil dan atau semena-mena. Pemberian sanksi tindakan disiplin terhadap
guru karena guru berbeda pandangan dengan kepala sekolahnya. Guru yang menjadi
korban karena bertugas di wilayah konflik atau di sekolah yang rusak
(Administrator, 2008).
Fenomena
nyata dikemukakan oleh Nugroho (2008) yang mengutip berita dalam Kompas edisi
29 Juli 2008, bahwa perlindungan hukum terhadap guru belum dilakukan
sepenuhnya. Salah seorang guru yang juga Sekretaris Jenderal Federasi Guru
Independen (FGI), Iwan Hermawan, dijatuhi sanksi disiplin oleh Wali Kota
Bandung karena bersikap kritis terhadap penyelenggaraan pendidikan, termasuk
dalam penyelenggaraan ujian nasional. Sebelumnya, pada kasus Kelompok Air Mata
Medan dan Forum Guru Garut, mestinya guru mendapatkan apreasiasi karena keberaniannya
melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam ujian nasional tetapi yang diterima
bukan penghargaan, melainkan sanksi berupa dikurangi jam mengajar, bahkan ada
dipecat. Hery Nugroho juga mengutip berita Suara Merdeka edisi 26 Mei 2008,
seorang guru dicopot dari jabatannya gara-gara kuliah S2 di UGM.
Dalam
situs resmi Kompas (http://cetak.kompas.com/) edisi 17 Juli 2008 juga
dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap guru, baik oleh pemerintah,
yayasan, maupun organisasi profesi guru, dirasakan masih rendah. Akibatnya,
posisi guru seringkali lemah saat berhadapan dengan pemerintah atau yayasan
ketika memiliki kasus atau memperjuangkan hak-hak mereka. Hal itu terungkap
dalam pertemuan pimpinan Pengurus Besar PGRI periode 2008-2013 dengan media
massa di Jakarta, pada 16 Juli 2008. Menurut Sulistyo, Ketua Umum PB PGRI,
Pemerintah atau yayasan memosisikan dirinya lebih tinggi dari guru sehingga
menimbulkan sikap sewenang-wenang terhadap profesi guru. Sulistyo mengaku, PGRI
sebagai organisasi profesi guru yang beranggotakan 1,6 juta guru pegawai negeri
dan swasta di seluruh Indonesia selama ini juga lemah dalam memberikan
perlindungan hukum kepada guru yang bermasalah.
Uraian
di atas memberi gambaran kepada kita bahwa masih begitu banyak permasalahan
yang terjadi dalam dunia pendidikan, dalam hal ini berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap guru. Permasalahan-permasalahan di atas perlu
segera mendapatkan perhatian dari banyak pihak, baik pemerintah (termasuk penegak
hukum), legislatif, sekolah, masyarakat, maupun guru itu sendiri. Mengingat
banyaknya permasalahan yang ada, dalam makalah ini permasalahan yang akan
dibahas meliputi makna profesi dan profesionalisme guru serta tinjauan yuridis
perlindungan bagi guru dalam profesinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian perlindungan
profesi ?
2. Bagaimana sejarah perlindungan profesi guru ?
3. Apa pentingnya perlindungan profesi guru ?
4. Bagaimana perlindungan guru dalam profesinya secara
yuridis ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah:
-
Untuk mengetahui pengertian perlindungan profesi secara umum dan perlindungan
profesi guru.
-
Untuk
mengetahui sejarah terciptanya perlindungan profesi guru.
-
Untuk mengetahui pentingnya perlindungan profesi guru.
-
Untuk mengetahui perlindungan guru dalam profesinya secara yuridis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perlindungan Profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap profesi serta pembatasan
lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
B.
Sejarah
Perlindungan Profesi Guru
Sejarah pendidikan di
Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan yang cenderung diskriminatif terhadap
sebagian guru telah berlangsung sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal
ini membangkitkan kesadaran untuk terus mengupayakan agar guru mempunyai status
atau harkat dan martabat yang jelas dan mendasar. Hasilnya antara lain adalah
terbentuknya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Diundangkannya UU No. 14
tahun 2005 merupakan langkah maju untuk mengangkat harkat dan martabat guru,
khususnya di bidang perlindungan hukum bagi mereka. Materi perlindungan hukum terhadap
guru mulai mengemuka dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti dengan UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penjabaran pelaksanaan
perlindungan hukum bagi guru itu pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Di dalam PP ini perlindungan hukum
bagi guru meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja, dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja.
Sejak lahirnya UU No. 14
Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, dimensi perlindungan guru mendapatkan
tidik tekan yang lebih kuat. Norma perlindungan hukum bagi guru tersebut di
atas kemudian diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan
diundangkannya UU No. 14 tahun 2005. Dalam UU
ini, ranah perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk juga di
dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI. Salah satu hak guru adalah hak
memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
Pada Pasal 39 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang
Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan
kepada guru
C. Pentingnya
Perlindungan Profesi Guru
Agar proses
pendidikan menjadi baik dan guru menjalankan tugasnya dengan profesional maka
diperlukan peran pemerintah baik pusat maupun daerah serta masyarakat demi
mewujudkan guru yang mempunyai martabat dan terlindungi oleh hukum dalam
menjalankan profesinya agar tercipta pencapaian kualitas yang maksimal, hal ini
sesuai dengan amanah UU Sisdiknas. Maka harus ada regulasi yang mengatur
tentang itu, salah satunya dengan membuat UU tentang perlindungan terhadap
profesi pendidik yang substansinya adalah agar guru dalam menjalankan
profesinya terlindungi dengan kekuatan hukum dan harus ada pemahaman yang utuh
bahwa dalam menjalani proses pendidikan. Guru diberi hak otoritas dalam
mendidik peserta didik, jika perlu ada fit and proper test untuk menjadi
seorang guru, agar dunia pendidikan tidak lagi disibukan dengan ulah guru yang
tidak mengerti esensi dalam mendidik.
Secara yuridis, UU Perlindungan Guru telah
termuat dalam UU No 14/2005. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang
menyebutkan bahwa Pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan
tugas.Adapun maksud Perlindungan Profesi yang diamanatkan dalam UU No 14/2005
tentang Guru adalah perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugasnya. Sementara perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kesehatan, dan/atau resiko lainnya.
Berangkat dari paparan di atas, terlihat
bahwa eksistensi UU No 14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas
profesinya. Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU
tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan
kesejahteraan guru/dosen, sementara perlindungan terhadap profesi guru/dosen
seringkali lepas dari perhatian.
Kita tidak menutup mata terhadap tindakan
oknum guru yang kurang mendidik dengan memberikan hukuman di luar nilai
pendidikan. Mereka meletakkan peserta didiknya sebagai penjahat yang harus
dihabisi, bukan sosok yang perlu dibimbing dan diperbaiki. Demikian pula sikap
orang tua/masyarakat yang mulai mengalami pergeseran dalam memandang profesi
guru. Mereka terlalu banyak menuntut guru agar dapat mengahntarkan peserta
didik sebagai masyarakat terdidik, namun tidak seiring dengan penghargaan dan
perlindungan yang diberikan.
Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan
guru dalam menghadapi murid yang bersalah, sebelum mereka menetapkan hukuman,
yaitu; Pertama, perlu memberikan laporan kepada orang tua murid perihal prilaku
anak mereka dengan cara pemanggilan secara langsung. Tahapan ini dilakukan
sebanyak 2 kali dengan ikut melibatkan guru BK. Kedua, bila selama 2 kali
pemanggilan tidak menunjukan perubahan dan kerjasama yang baik, seorang guru
bisa memberikan hukuman dengan syarat : (1). Hukuman tidak pada tempat yang
vital. (2) hukuman dilakukan dalam bentuk yang mendidik. (3) hukuman
dilaksanakan secara adil dan ikut mempertimbangkan aspek psikologis peserta
didik.
Bila UU No 20/2003 menuntut pencapaian
kualitas yang maksimal, menuntut pendidik menjadi profesional, seyogyanya
diiringi dengan adanya UU Profesi Pendidik. Meskipun dalam UU No 14/2005 secara
tegas telah melindungi profesi guru dan dosen, namun dalam dataran implementasi
kekuatan UU tersebut masih tak terlihat berkontribusi terhadap nasib guru/dosen
sebagai tenaga pendidik. Untuk itu, sudah pada saat dan tempatnya jika
guru/dosen membangun kekuatan solidaritas untuk mendorong pemerintah
memperbaiki kondisi kerja guru dan melindungi profesi mereka dengan kekuatan
hukum yang jelas.
D.
Perlindungan Guru dalam Profesinya
Secara Yuridis
Abduhzen (2008) mengemukakan bahwa sebagai
sebuah profesi, dalam bekerja guru memerlukan jaminan dan perlindungan
perundang-undangan dan tata aturan yang pasti. Hal ini sangat penting agar
mereka selain memperoleh rasa aman, juga memiliki kejelasan tentang hak dan
kewajibannya, apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, serta apa saja
yang boleh dan tidak boleh dilakukan pihak lain kepada mereka, baik sebagai
manusia, pendidik, dan pekerja.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Secara eksplisit dan khusus, perlindungan bagi guru yang dimaksud di atas termaktub dalam pasal 39.
Dalam pasal 39 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan:
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Secara eksplisit dan khusus, perlindungan bagi guru yang dimaksud di atas termaktub dalam pasal 39.
Dalam pasal 39 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan:
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Frasa perlindungan hukum
yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya
mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesionalnya.
Perlindungan
hukum; Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau
tindakan semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi
perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: (a) tindak kekerasan; (b)
ancaman, baik fisik maupun psikologis; (c) perlakuan diskriminatif; (d)
intimidasi; dan (e) perlakuan tidak adil
Perlindungan
profesi; Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan
hukubungan kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan,
pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat
guru dalam melaksanakan tugas.
Secara rinci, subranah
perlindungan profesi dijelaskan berikut ini.
a. Penugasan guru pada
satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan bakatnya.
b. Penetapan salah atau
benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dilakukan
dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
c. Penempatan dan penugasan
guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
d. Pemberian sanksi
pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
e. Penyelenggara atau
kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik pembayaran
imbalan yang tidak wajar.
f. Setiap guru memiliki
kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.
g. Setiap guru memiliki
kebebasan untuk: (1) mengungkapkan ekspresi; (2) mengembangkan kreatifitas; dan (3) melakukan inovasi baru yang memiliki
nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
h. Setiap guru harus
terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
i. Setiap guru yang
bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan, dan
rasa tidak aman.
j. Kebebasan dalam
memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi: (1) substansi;
(2) prosedur; (3) instrumen penilaian; dan(4) keputusan akhir dalam penilaian.
k. Ikut menentukan
kelulusan peserta didik, meliputi: (1) penetapan taraf penguasaan kompetensi;
(2) standar kelulusan mata
pelajaran atau mata pelatihan; dan (3) menentukan
kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
l. Kebebasan untuk
berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi: mengeluarkan pendapat secara lisan
atau tulisan atas dasar keyakinan akademik, memilih dan dipilih sebagai
pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan bersikap kritis dan
obyektif terhadap organisasi profesi.
m. Kesempatan untuk
berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi: akses terhadap
sumber informasi kebijakan; partisipasi
dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal,
dan memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi
atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan.
Perlindungan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
mencakup perlindungan
terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa
hal krusial yang terkait dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,
termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas, yaitu:
a. Hak memperoleh rasa
aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan
oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah daerah.
b. Rasa aman dalam
melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari peserta
didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan
masyarakat luas.
c. Keselamatan dalam
melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap: risiko gangguan keamanan kerja; risiko
kecelakaan kerja; risiko kebakaran pada waktu kerja; risiko bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko
lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
ketenagakerjaan.
d. Terbebas dari tindakan
resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
e. Pemberian asuransi
dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat: kecelakaan kerja; kebakaran pada waktu kerja; bencana alam; kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
resiko lain.
f. Terbebas dari
multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat:
bahaya yang potensial, kecelakaan akibat bahan kerja, keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman
bahaya, frekuensi penyakit
yang muncul akibat kerja, risiko atas alat kerja yang dipakai, dan risiko yang
muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.
Perlindungan hukum terhadap guru diwujudkan dengan menyerahkan guru yang diadukan atau
diinformasikan menyimpang kepada dewan kehormatan organisasi profesi guru
terlebih dahulu. Jika terdapat unsur-unsur pidana, organisasi profesi guru itu
meneruskan laporan ke penyidik sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Beberapa kenyataan yang dihadapi guru, sebagai bukti bahwa
mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar:
a. Penugasan guru yang tidak sesuai
dengan bidang keahliannya
b. Pengangkatan guru, khususnya
guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari atas perjanjian kerja atau
kesepakatan kerjasama.
c. Pembinaan dan pengembangan profesi
serta pembinaan dan pengembangan karir guru yang belum sepenuhnya terjamin.
d. Adanya pembatasan dan penyumbatan
atas aspirasi guru untuk memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan
profesional.
e. Pembayaran gaji atau honorariurn
guru yang tidak wajar.
f. Arogansi oknum pemerintahan,
masyarakat, orang tua, dan siswa terhadap guru.
g. Mutasi guru secara tidak adil dan
atau sermena-mena.
h. Pengenaan tindakan disiplin terhadap
guru karena berbeda pandangan dengan kepala sekolahnya.
i. Guru yang menjadi korban karena
bertugas di wilayah konflik atau di tempat (sekolah) yang rusak.
Berdasarkan permasalahan guru yang terjadi, Direktorat
Profesi Pendidik bekerjasama dengan LKBH-PGRI Pusat dan Cabang LKBH-PGRI
melakukan beberapa upaya untuk keperluan sosialisasi, konsultasi, advokasi,
mediasi, dan/atau bantuan hukum kepada guru. Dengan adanya Subsidi Perlindungan
Hukum bagi Guru/Blockgrant untuk LKBH PGRI diharapkan:
a. Bertindak aktif memberikan
perlindungan hukum bagi guru, baik diminta maupun tidak diminta.
b. Melaksanakan tugas perlindungan
hukum sesuai dengan akad kerjasama.
c. Menyebarluaskan informasi dalam
rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban guru.
d. Memberi nasihat kepada guru yang
membutuhkan.
e. Bekerjasama dengan instansi terkait
dalam upaya mewujudkan perlindungan guru.
f. Membantu guru dalam memperjuangkan
haknya termasuk menerima keluhan atau pengaduan guru.
Beberapa kepengurusan PGRI di daerah sudah
mulai membentuk LKBH-PGRI ini dan melaksanakan aktivitas perlindungan bagi guru
dalam profesinya, khususnya mengenai perlindungan hukum bagi guru.
Mengutip Baedhowi (2008),
hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu,
hak-hak manusia, termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Di samping itu, perlindungan hukum bagi guru (Rudy, 2008) menjadi sangat
signifikan agar guru dapat menjalankan perannya tidak hanya sebagai pengajar
tetapi juga sebagai pendidik. Hal ini memberi pengertian bahwa perlindungan
guru dalam profesinya memerlukan upaya dan perjuangan yang sungguh-sungguh dan
berkelanjutan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Undang-undang nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan
perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Perlindungan
bagi guru termaktub dalam pasal 39, meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-undang ini
telah merumuskan lingkup perlindungan terhadap guru namun secara
yuridis-normatif konsep perlindungan tersebut mengandung kelemahan, belumlah
konkrit, tuntas, dan operasional atau aplikatif.
B. Saran
Beberapa pasal dalam Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memerlukan peraturan implementatif
yang lebih rinci. Beberapa kasus yang terjadi berkaitan dengan perlindungan
terhadap guru dalam profesinya memerlukan klarifikasi atau penjelasan hukum
dalam penyelesaiannya. PGRI, sebagai salah satu organisasi profesi guru, telah,
sedang, dan akan terus berjuang untuk membantu guru, termasuk membantu
memberikan perlindungan bagi guru dalam profesinya.
Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Perlindungan Profesi Guru. Penulis berharap agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang materi dari makalah ini. Dan penulis juga berharap pembaca dapat memahami semua penjelasan yang diberikan dalam makalah ini, sehingga apabila ada yang kurang jelas atau kesalahan dalam penyusunan makalah ini dapat diberikan masukan demi sempurnanya penyusunan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abduhzen, Mohammad. 2008. Makna Profesionalitas yang Melekat
pada Guru. Makalah pada Seminar Sehari Implementasi Perlindungan Hukum terhadap
Guru dalam Profesinya tanggal 12 Juli 2008 di Indralaya Ogan Ilir.
Sumber : http://pirdausm.blogspot.com/2008/12/perlindungan-guru-dalam-profesinya.html
Sumber : http://pirdausm.blogspot.com/2008/12/perlindungan-guru-dalam-profesinya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar