Rabu, 27 Juli 2016

Kajian Filsafat Kedokteran dan Kesehatan dalam Disiplin Ilmu Bidang Reproduksi







I.       PENDAHULUAN
A.    DUNIA KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Kedokteran (Inggris: medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.[1]
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal. Rasa ingin tahu ini tidak hanya terbatas sekedar apa yang ada pada dirinya, tpi menyangkut juga rasa ingin tahu tentang lingkungan sekitar, bahkan sekarang ini  rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar. 
Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh peradaban dan ilmu pengetahuan. Semua umat manusia di dunia ini punya rasa ingin tahu walaupun variasinya berbeda-beda. Orang yang tinggal di tempat peradaban yang masih terbelakang, punya rasa ingin tahu yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat yang sudah maju.
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta untuk apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi).[2]
Sistem kedokteran dan praktek perawatan kesehatan telah berkembang dalam berbagai masyarakat manusia, sedikitnya sejak awal sejarah tercatatnya manusia. Sistem-sistem ini telah berkembang dalam berbagai cara dan berbagai budaya serta daerah yang berbeda.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan ilmu kedokteran modern pada umumnya adalah tradisi kedokteran yang berkembang di dunia Barat sejak awal zaman modern.
Berbagai tindakan pengobatan dan kesehatan tradisional masih dipraktekkan di seluruh dunia, di mana sebagian besar dianggap terpisah dan berbeda dari kedokteran Barat, yang juga disebut biomedis atau tradisi Hippokrates.
Sistem ilmu kedokteran yang paling berkembang selain sistem Barat adalah tradisi Ayurveda dari India dan pengobatan tradisional Tionghoa. Berbagai tradisi perawatan kesehatan non konvensional juga dikembangkan di dunia Barat yang berbeda dari ilmu kedokteran pada umumnya.
Di berbagai tempat, sistem kedokteran Barat seringkali dipraktekkan bersama-sama dengan sistem kedokteran tradisional setempat atau sistem kedokteran lainnya, meskipun juga dianggap saling bersaing atau bahkan bertentangan.
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.[3]

B.     SEJARAH ILMU KEDOKTERAN
Pada awalnya, sebagian besar kebudayaan dalam masyarakat awal menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal dan hewan untuk tindakan pengobatan. Ini sesuai dengan kepercayaan magis mereka yakni animisme, sihir, dan dewa-dewi. Dalam tatanan ini masyarakat animisme percaya bahwa benda mati pun memiliki roh atau mempunyai hubungan dengan roh leluhur.[4]
Ilmu kedokteran berangsur-angsur berkembang di berbagai tempat terpisah yakni Mesir kuno, Tiongkok kuno, India kuno, Yunani kuno, Persia, dan lainnya. Sekitar tahun 1400-an terjadi sebuah perubahan besar yakni pendekatan ilmu kedokteran terhadap sains.
Hal ini mulai timbul dengan penolakan–karena tidak sesuai dengan fakta yang ada–terhadap berbagai hal yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pada masa lalu (bandingkan dengan penolakan Copernicus pada teori astronomi Ptolomeus. Beberapa tokoh baru seperti Vesalius (seorang ahli anatomi) membuka jalan penolakan terhadap teori-teori besar kedokteran kuno seperti teori Galen, Hippokrates, dan Avicenna. Diperkirakan hal ini terjadi akibat semakin lemahnya kekuatan gereja dalam masyarakat pada masa itu.[5]

C.    PERKEMBANGAN PENELITAN KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Bagi tenaga kesehatan dan yang berkecimpung dalam bidang kedokteran dan kesehatan, penelitian pada umumnya bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data yang diperlukan untuk perencanaan kegiatan medis-klinis atau medis-sosial, atau untuk mengembangkan ilmu kedokteran itu sendiri, yang pada gilirannya akan berguna bagi kesejahteraan manusia.
Tingkat penelitian ini dalam bidang ilmu kedokteran atau kesehatan dapat dibagi ke dalam 2 golongan besar, yakni penelitian yang bersifat deskriptif dan analitik.
Dalam penelitian deskriptif peneliti mengadakan eksplorasi fenomena kedokteran tanpa berusaha mencari hubungan antar variabel di dalam fenomena tersebut. Dalam penelitian analitik, peneliti dapat hanya mengukur fenomena alamiah yang ada tanpa melakukan intervensi terhadap variabel (bersifat analitik observasional), akan tetapi ia dapat pula melakukan intervensi terhadap variabel bebas dan menilai efek intervensi atau manipilasi ini terhadap variabel tergantung (penelitian eksperimental atau intervensional).
Suatu hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak selalu penelitian deskriptif (yang secara metodolagi penelitian yang dapat disebut desainnya sederhana) nilainya rendah atau lebih rendah dari penelitian analitik atau eksperimental. Banyak penerima nobel dari penelitian secara deskriptif saja.[6]
Penelitian dilakukan sejalan dengan sifat dasar manusia yang senantiasa ingin tahu terhadap pelbagai fenomena di sekelilingnya. Tujuan seseorang melakukan penelitian pada umumnya adalah: (1) untuk mengetahui deskripsi pelbagai fenomena alamiah; (2) Untuk menerangkan hubungan antara pelbagai kejadian; (3)untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan; (4) untuk memperlihatkan efek tertentu.[7]
Perkembangan dunia kedokteran mempengaruhi tingkat kesehatan dan kehidupan masyarakat di suatu negara. Semakin tinggi tingkat ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, semakin tinggi pula kualitas hidup masyarakat di sekitarnya. Demikian pula sebaliknya, tingkat perkembangan bidang kedokteran yang rendah akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat.5

D.    MAKNA KESEHATAN MENURUT FILSAFAT
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan,dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari.
Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit.
Anggapan atau sikap yang sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah, akan tetapi mengabaikan adanya rentang sehat-sakit. Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu.
Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

1.         Sehat Menurut Filsafat
Pada zaman klasik Ilmu kedokteran berdasarkan pada filsafat alam yang berkembang pada waktu itu. Contohnya ilmu kedokteran Cina yang mendasarkan fenomena sehat dan sakit pada filsafat pergerakan lima unsur di alam.
Namun demikian cukup banyak pula penemuan berdasarkan pengalaman dan percobaan yang banyak manfaatnya dalam ilmu pengobatan. Menurut ajaran filsafat dari Cina/Taoisme, sehat adalah gejala ketidakseimbangan antara unsur yin dan yang, baik antara manusia (mikrokosmos) dengan alam semesta (makrokosmos), maupun unsur-unsur yang ada pada kehidupan di dalam tubuh manusia sendiri.
Dalam ajaran Taoisme, ditegaskan bahwa semua isi alam raya dan sifat-sifatnya bisa digolongkan ke dalam dua kelompok yang disebut kelompok yin (sifatnya mendekati air) dan kelompok yang (sifatnya mendekati api).
Sifat yin dan yang saling berlawanan, saling menghidupi, saling mengendalikan, saling mempengaruhi tetapi membentuk sebuah kesatuan yang dinamis (harmonisasi). Contohnya, lelaki-perempuan, panas-dingin, terang-gelap, aktif-pasif, dan seterusnya.
Seseorang akan dikatakan sakit jika tejadi ketidak seimbangan antara yin dan yang. Sebenarnya, dalam filsafat-filsafat kuno, atau perenialisme modern, ruh, pikiran dan raga tak pernah dilihat sebagai dua hal yang terpisah. Istilahnya, yang sekarang kembali lagi populer, holistik (belakangan, sebagai alternatif terhadap kedokteran modern yang bersifat mekanistik-ragawi, orang mulai memperkenalkan kembali istilah kedokteran, atau penyembuhan (healing) holistik (holistic medicine).
Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang fisika dan biologi pada akhir abad XX ini, terutama penemuan-penemuan tentang teori relatifitas, teori kuantum, dan biomolekuler telah mempengaruhi paradigma kelimuan yang ditegakkan oleh Newton dan Rene Descartes pada zaman renaissance.
Dalam bidang ilmu kedokteran, pandangan terhadap manusia yang terlalu mekanistik, dan dikhotomik yang memisahkan antara fisik dan psikhis, telah bergeser menjadi lebih bersifat spiritual dan memandang manusia secara holistik dan seimbang, akan mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya bioetika. Kecenderungan bioetika sebelumnya yang lebih bersifat sekuler, otonom dan pluralistik akan lebih disesuaikan dengan prinsip etika yang lebih memperhatikan perspektif spiritualitas dan holistik. Dengan adanya penemuan berbagai jenis kecerdasan pada manusia, seperti kecerdasan emosional dan spiritual disamping kecerdasan intelektual mendorong pendekatan pandangan tentang existensi manusia.

2.         Definisi Sehat
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
1.      Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2.      Memandang sehat dengan mengidentifikasi ling¬kungan internal dan eksternal.
3.      Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.[8]
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

3.         Konsep Baru Tentang Makna Sehat
Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan yunani bahwa sehat itu sebagai sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat. Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi Cartesian yang verorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab penyakit.
Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan unsur hidup produktif sosial dan ekonomi.
Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif. Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakt baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Sistem Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar menurut Deklarasi Alma Ata ( 1978 )
1.             Kesehatan adalah keadaan sempurna dalam aspek fisik, mental dan sosial serta bebas dari penyakit atau kecacatan merupakan hak azasi manusia yang fundamental
2.             Ketidak seimbangan status kesehatan antara negara dan antar daerah dalam suatu negara diakui dan disadari oleh semua negara
3.             Pemerintah bertanggung jawab atas kesehatan masyarakatnya dan masyarakat berhak dan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaanya
4.             Agar dalam tahun 2000 status kesehatan masyarakat di setiap negara memungkinkan setiap penduduk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.[9]

E.     ILMU KEDOKTERAN REPRODUKSI
Dewasa ini, keinginan untuk memiliki keturunan adalah suatu kondisi yang alami dimiliki oleh hampir seluruh pasangan manusia di dunia. Seiring itu, kesadaran dan perhatian akan arti penting aspek kesehatan reproduksi ikut meningkat. Bagi sekitar lima belas persen pasangan suami-istri, masalah kesuburan dari organ reproduksi telah menjadi masalah utama dalam hidup. Tidak mengherankan, kalau ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terutama di bidang upaya bantuan reproduksi mulai berkembang dengan pesat.[10]
Hampir setiap orang pernah menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan seksualitas. Hal ini dikarenakan seksualitas menjadi bagian terpenting dan menarik perhatian dalam kehidupan pasangan manusia terutama bagi yang sudah memasuki jenjang berumah tangga. Di satu sisi sebenarnya dorongan seks adalah fungsi biologis yang normal dan alamiah selayaknya keinginan untuk makan-minum. Akan tetapi di sisi lain, aspek seksualitas memiliki kekuatan lebih yang bisa untuk mengubah hidup dan hingga menentukan perilaku seseorang.
Setiap insani memiliki perasaan, sikap dan keyakinan mengenai fungsi  seksualnya, tetapi pengalaman setiap orang bersifat unik karena mengalami proses pembelajaran yang spesifik dan melalui perspektif pribadi yang kuat. Sehingga tidaklah mudah untuk mengerti dan memahami aspek seksualitas dan reproduksi manusia, tanpa didahului mengenali sifat yang multidimensional. Pada dasarnya, seksualitas telah merangsang dan turut membimbing masing-masing individu dalam perjalanan hidupnya mulai dari bayi hingga menjadikannya sosok orang tua dengan sifat kedewasaan, menentukan orientasinya dan membangun peradaban manusia dari zaman purba sampai saat ini.
Pengetahuan akan seksualitas dan reproduksi yang benar akan dapat menuntun kita kearah perilaku yang rasional dan bertanggung jawab, dan dapat membantu membuat keputusan pribadi yang penting. Sayang, pembahasan dan pendidikan yang relevan mengenai reproduksi dan seksualitas sebagai ilmu masih relatif sedikit. Padahal fakta beberapa survei sederhana menyatakan rendahnya wawasan dan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap seluk-beluk informasi reproduksi dan seksualitas.
Secara umum di Indonesia, kita mengenal bahwa kata reproduksi dan seksualitas adalah bermakna sama. Cukup lama kita mempertahankan persepsi yang kurang tepat itu, kemungkinan akibat paham budaya yang condong ketimuran sehingga masih memandang tabu membicarakan perihal reproduksi, apalagi hingga menyinggung kearah seksualitas, yang notabene  dianggap sensitif. Sebenarnya jika dikaji kembali lebih dalam, ternyata kata reproduksi dan seksualitas adalah berbeda, walaupun sangat berhubungan. Reproduksi lebih menelaah mengenai upaya untuk menghasilkan keturunan, sedangkan seksualitas dapat berarti jenis atau organ kelamin.
Kita pun menjadi semakin miris dengan beredarnya berbagai mitos dan informasi yang sesat mengenai reproduksi maupun seksualitas. Banyak produk, layanan kesehatan dan obat-obatan yang muncul dan terkesan tidak bertanggung jawab hingga merugikan para klien. Coba saja tengok di beberapa media cetak maupun media elektronik, seperti radio maupun televisi. Hanya demi keuntungan finansial sesaat, dengan gampangnya membantu dan mewadahi info-info kesehatan (kedokteran) reproduksi dan seksualitas yang jelas-jelas salah dan tidak ilmiah, membodohi hingga mengorbankan masyarakat kita yang cenderung permisif ini.[11]
Sebaliknya masih sedikit perhatian pemerintah maupun institusi pendidikan yang terkait untuk membantu pengembangan ilmu kedokteran reproduksi termasuk seksologi. Salah satu alasan yang sering didengungkan bahwa ilmu  reproduksi dan seksualitas adalah milik orang dewasa dan tidak perlu diajarkan, karena spontan akan diketahui sendiri. Sudah pasti pernyataan itu salah besar, mengingat makin maraknya kasus infeksi menular seksual (IMS), termasuk epidemi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS), gangguan fungsi seksual, disorientasi seksual, kehamilan tidak diinginkan, hubungan seksual pranikah yang bebas dan tidak bertanggung jawab, kriminalitas dari aborsi dan lainnya.
Maka perlu suatu tinjauan sederhana dari sudut pandang filsafat ilmu yang membahas ilmu kedokteran reproduksi sebagai sebuah pengetahuan ilmiah, dalam hal ini mewakili aspek reproduksi dan seksualitas manusia. Dengan harapan dapat membantu menjawab pentingnya ilmu kedokteran reproduksi bagi kehidupan manusia, berusaha mencari kebenaran mengenai apa hakekatnya, bagaimana prosesnya, manfaat secara etika dan nilai estetikanya, dan menelusuri jejak-jejak penalarannya dari suatu pemikiran filsafat, menjadi pengetahuan dan berakhir sebagai suatu ilmu (sains) yang ilmiah.[12]

II.    TINJAUAN FILSAFAT
A.    PENGERTIAN FILSAFAT
Secara epistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan.
Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan). Namun pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana kita mendefinisi filsafat itu sendiri? Hamersma (1981: 10) mengatakan bahwa Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakikat kebenaran”.[13]
Sebenarnya, pengertian tentang filsafat cukup beragam. Titus et.al (dalam Muntasyir&Munir, 2002: 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai berikut :


1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2.      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif)
4.      Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
5.      Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.[14]

B.     CIRI-CIRI BERPIKIR DALAM FILSAFAT
Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir&Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan sebagai berikut :
1.      Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2.      Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3.      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya : Apakah Kebebasan itu ?
4.      Koheren atau konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5.      Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6.      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7.      Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
8.      Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

C.    FILSAFAT ILMU
Menurut Beerling (1985; 1-2) filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion.
Refleksi sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu yang ada.
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.[15]

D.    HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Antara definisi filsafat dan ilmu pengetahuan memang mirip namun kalau kita menyimak bahwa di dalam definisi ilmu pengetahuan lebih menyoroti kenyataan tertentu yang menjadi kompetensi bidang ilmu pengetahuan masing-masing.
Sedangkan filsafat lebih merefleksikan kenyataan secara umum yang belum dibicarakan di dalam ilmu pengetahuan (Muntasyir&Munir,2000: 10). Walaupun demikian, ilmu pengetahuan tetap berasal dari filsafat sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan yang berdasarkan kekaguman atau keheranan yang mendorong rasa ingin tahu untuk menyelidikinya, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.[16]
Sebelum penjabaran tentang perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, perlu diuraikan tentang pengertian pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam mendalami perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan.

1.      PENGETAHUAN (KNOWLEDGE)
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Sedangkan secara terminologi definisi pengetahuan dipahami dan di definisikan secara beraga. Berikut ini beberapa definisi tentang pengetahuan.
1.               Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.  Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.  Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
2.               Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
3.               Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang  suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni dan agama. Pengetahuan ini merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung dan tak langsung memperkaya kehidupan kita.
Ruang Lingkup pengetahuan secara ontology, epistomologi dan aksiologi ada tiga yaitu Ilmu, Agama dan Seni pada skema berikut:[17]








2.      ILMU (SCIENCE)
Pada prinsipnya ilmu merupakan usaha untuk mengorganisir dan mensitematisasikan sesuatu. Sesuatu tersebut dapat diperoleh dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sesuatu itu dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek material dan objek formal. Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu filsafat harus memenuhi ke dua objek tersebut. Ilmu merupakan suatu bentuk aktiva yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya.
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontology ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.[18]








Berdasarkan skema di atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang pokok yaitu ilmu pengetahuan abstrak, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan humanis. Ilmu pengetahuan abstrak meliputi metafisika, logika, dan matematika. Ilmu pengetahuan alam meliputi Fisika, kimia, biologi, kedokteran, geografi, dan lain sebagainya.[19]

III. FILSAFAT KEDOKTERAN DALAM DISIPLIN ILMU REPRODUKSI
A.    FILSAFAT DUNIA KEDOKTERAN
Dalam filsafat ilmu, suatu disiplin ilmu dapat dinyatakan sebagai pengetahuan, jika memenuhi criteria ontology yang mencakup apa/hakikat ilmu/kebenaran/ilmiah, epistemology  mencakup metode dan paradigm serta aksiology mencakup tujuan/nilai-nilai imperative/sikap (attitude).
Filsafat ilmu berkembang dari dua cabang utama meliputi filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (natural sciences). Sedangkan filsafat moral menjadi rumpun ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Selanjutnya kelompok ilmu-ilmu alam mempunyai cabang utama ilmu alam (physical sciences). Cabang ilmu-ilmu alam menunjukkan ilmu kedokteran dan kesehatan berada pada garis cabang keilmuan hayat.[20]
Salah satu ciri khas dari manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, tetapi juga ingin tahu tentang lingkungan sekitarnya, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar.
Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh peradaban dan muncul sejak manusia lahir di muka bumi ini. Semua umat manusia yang hidup di dunia mempunyai rasa ingin tahu walaupun variasi dan takaran keingintahuannya berbeda-beda. Orang tinggal di tempat peradaban yang masih terbelakang memiliki rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat maju.[21]
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar terkadang bersifat sederhana dan juga kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (Ontologis), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi kelanjutan pemikiran tentang bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi (Epistemologis), serta manfaat apa yang didapat dari mempelajari peristiwa tersebut (Aksiologis).
Ketiga landasan utama filsafat ilmu di atas, yaitu Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis merupakan ciri spesifik dalam penyusunan pengetahuan yang menjelaskan keilmiahan ilmu tersebut. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha spekulatif yang bersistem, mendasar dan menyeluruh dilaksanakan untuk  mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam dan di lingkungan sekitar. Bila usaha tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan sebagai ilmu dan pengetahuan.
Sama halnya ketika meninjau Ilmu Kedokteran Reproduksi sebagai sebuah ilmu yang ilmiah dan membedakannya dengan pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan melalui cara lain.
Beberapa akademisi dan masyarakat awam di Indonesia memang masih kurang familiar terhadap eksistensi ilmu kedokteran reproduksi terutama karena kajian dan wacana akademis yang sangat terbatas dan kurang terintegrasi. Namun sebagai suatu ilmu yang telah diakui secara luas, ilmu kedokteran reproduksi berkembang seiring kompleksitas permasalahan yang ada dengan ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah dan perlahan menunjukkan eksistensi ilmu ini ke arah kemapanan.[22]
Secara garis besar, pengertian reproduksi lebih berkaitan dengan aktifitas manusia untuk mendapatkan keturunan, tetapi untuk itu tentu saja diperlukan organ kelamin dan dorongan seksual juga. Sedangkan seksualitas atau seks berarti jenis kelamin yang merupakan dimensi lain dari reproduksi manusia yang jauh lebih luas karena meliputi semua aspek nilai, sikap, orientasi dan perilaku yang bersifat pribadi dan tidaklah sama dengan kemampuan seseorang untuk sekedar memberikan reaksi erotik.
Perkembangan Ilmu Kedokteran sendiri sebagai induk Ilmu Kedokteran Reproduksi tidak lepas dari sosok Hippocrates yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran Modern. Hippocrates menjadi sangat berjasa karena “Sumpah”-nya yang sampai saat ini menjadi dasar Sumpah Kedokteran di seluruh dunia. Hippocrates adalah gambaran sosok filsuf yang mengabdikan seluruh hidupnya bagi usaha kemanusiaan, berkelana menuntut ilmu sambil melakukan pengabdian kepada sesamanya di bidang pengobatan.
Karya-karya ilmiah Hippocrates dalam bidang kesehatan masih menjadi rujukan saat ini. Hippocrates mengubah paradigma ilmu pengobatan yang dahulu berbasis supranatural (tradisional) menjadi ilmu yang berbasis ilmiah (evidence based medicine). Hippocrates berhasil menggabungkan ilmu filsafat dengan ilmu kedokteran, dan Hippocrates pula yang mengatakan bahwa ilmu kedokteran adalah suatu seni.

B.     ONTOLOGIS ILMU KEDOKTERAN
Kajian ontologis spesifik menjawab hakekat suatu ilmu dan membahas tentang “apa” itu yang ingin diketahui. Ontologis berperan dalam perbincangan mengenai pengembangan ilmu, asumsi dasar ilmu dan konsekuensi penerapan ilmu. Ontologis merupakan sarana ilmiah untuk menemukan jalan penanganan masalah secara ilmiah. Ontologis berperan dalam proses konsistensi ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu.
Ontologis merupakan salah satu obyek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan ilmu, ciri esensial obyek yang berlaku umum. Ontologis ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh indera manusia. Jadi kajian ontologis masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau obyeknya bersifat empiris dapat berupa material, seperti ide-ide, nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri .
Ilmu Kedokteran Reproduksi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari aspek reproduksi dan seksualitas manusia ditinjau dari sisi kedokteran. Ilmu ini menjadikan organ reproduksi dan seksual manusia sebagai obyek utama dalam pembelajarannya. Secara empiris, berbagai gejala yang dapat diamati indera, kondisi klinis yang normal maupun abnormal (penyakit) dan pengalaman pada fungsi organ reproduksi dan seksual manusia, semuanya akan ditelaah seutuhnya dalam ilmu kedokteran reproduksim, baik yang terlihat jelas (organ kelamin), berukuran mikros (sel sperma dan telur) dan psikososial (gangguan psikis), dan bukan mengkaji benda jasmani saja.
Bagaimana tatanan dan struktur dari obyek yang dipelajari ilmu kedokteran reproduksi sebagai doktrin berpendekatan holistik, hendaknya terlebih dahulu memandang aspek reproduksi manusia sebagai suatu sistem keseluruhan yang membentuk manusia selaku obyek sekaligus juga subyek. Tidak lupa untuk tetap memperhatikan keadaan lingkungan sebagai variabel bebas yang secara tidak langsung turut serta mempengaruhi kondisi kejiwaan manusia sebagai obyek.
Wujud hakiki dari obyek yang ditelaah ilmu kedokteran reproduksi adalah berbagai kondisi pada organ reproduksi dan seksual manusia terutama permasalahan-permasalahan yang dapat diamati dan dirasakan indera, dan penyakit ataupun gangguan yang mempengaruhi status kesehatan umum. Abstraksi wujud dari obyek tersebut haruslah dapat dinilai, apakah dalam keadaan normal atau sakit, dan bagaimana pengaruhnya pada produktifitas individu manusia secara keseluruhan. Gangguan apa yang terjadi pada sistem reproduksi maupun seksual. Solusi kongkrit apa saja, guna menanggulangi kemungkinan turunnya produktifitas manusia yang bersangkutan.[23]
Sedangkan hubungan wujud obyek telaah ilmu kedokteran reproduksi dengan daya tangkap manusia adalah bersifat sebab-akibat dan linear. Suatu kondisi bisa memperburuk fungsi organ reproduksi dan seksual, seperti terjadinya proses penuaan, perilaku yang beresiko, munculnya keganasan sel, kriminalitas biologi, ketimpangan gender, buruknya higienis pribadi dan rendahnya sanitasi lingkungan dan lainnya. Sebaliknya dengan menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat, menghindari penyebaran infeksi, menjaga kebugaran tubuh, memperbaiki higienis dan sanitasi, serta menghormati hak asasi bisa menjadi pilihan ampuh untuk kondisi kesehatan yang lebih baik.

C.    EPISTEMOLOGIS ILMU KEDOKTERAN
Telaah epistemologis merupakan cabang dari filsafat ilmu yang berurusan dengan hakikat, teori dan ruang lingkup “bagaimana” proses menjadi ilmu. Meliputi pengandaian-pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai ilmu pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan metode keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu kedokteran reproduksi.
Metode keilmuan merupakan suatu prosedur wajib yang mencakup berbagai tindakan, pemikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baru atau sebaliknya mengembangkan wawasan yang telah ada. Sedangkan sistematisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan dengan batang tubuh dari ilmu pengetahuan, letak peta dasar, pengembangan ilmu pokok dan cabang ilmu yang akan dibahas di sini.
Salah satu ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis dari perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan yang sempurna tidak boleh mencari keuntungan, namun haruslah bersikap kontemplatif. Diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung yang artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini.
Guna menjawab bagaimana proses umum menimba ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran reproduksi, maka selayaknya didahului dengan  pemikiran sederhana yang bersumber dari pengalaman empiris manusia. Berbagai fenomena yang terjadi, faktual di seputar organ reproduksi dan seksual, seperti gangguan fungsi seksual, sikap pro-kontra terhadap kontrasepsi, epidemi IMS dan lainnya. Kemudian akan dirangkum, dibuatkan suatu karya penelitian dengan metode tertentu yang rasional untuk mencari dan menjawab teori secara ilmiah, apakah ilmu tersebut dapat diterima atau tidak.

D.    AKSIOLOGIS ILMU KEDOKTERAN
Dasar aksiologis berarti nilai yang berkaitan dengan “kegunaan” dari suatu ilmu pengetahuan yang telah diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu tersebut bagi kebutuhan umat manusia. Merupakan fase yang paling penting bagi manusia karena dengan adanya ilmu, maka segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah (Purnomo, 2007).
Aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang dipelajarinya. Bila persoalan value free dan value bound ilmu yang mendominasi fokus perhatian aksiologis pada umumnya, maka dalam hal pengembangan ilmu yang relatif baru seperti ilmu kedokteran reproduksi ini, dimensi aksiologis akan diperluas lagi sehingga secara inheren mencakup dimensi nilai kehidupan manusia, seperti etika, estetika, religius (sisi dalam) dan juga interelasi ilmu dengan aspek-aspek kehidupan manusia dalam sosialitasnya (sisi luar). Kedua sisi merupakan aspek penting dari permasalahan transfer ilmu pengetahuan .
Berdasarkan aksiologis, terlihat jelas bahwa permasalahan utama dari ilmu  berkaitan dengan nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti, yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan antara hal, perbuatan atau manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Berkaitan dengan ilmu kedokteran reproduksi sebagai sebuah ilmu, maka tentu perlu dikaji mengenai aspek aksiologisnya. Sebagai cabang ilmu kedokteran yang baru, maka ilmu kedokteran reproduksi memiliki banyak manfaat yang positif bagi kehidupan manusia baik nilai etika maupun estetika (Subratha, 2007). Adapun beberapa manfaat yang sekiranya bisa didapat dari mengamalkan ilmu kedokteran reproduksi, yaitu :[24]
1.      Memiliki kemampuan guna mengidentifikasi dan menganalisis berbagai masalah di lingkup kesehatan reproduksi dan seksual yang menghambat terwujudnya keluarga atau individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
2.      Memiliki kemampuan untuk memecahkan dan menangani berbagai masalah kesehatan reproduksi dan seksual sehingga dapat membantu masyarakat dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
3.      Memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual kepada masyarakat sehingga terhindar dari perilaku yang merugikan, dan selanjutnya mampu membentuk keluarga atau individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
4.      Mendapatkan keterampilan untuk melakukan penelitian demi memperoleh dan atau memperbaiki teori, cara, teknik atau bahan yang bermanfaat untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi dan seksual.
Terkait dengan kaidah dan pilihan moral dalam ilmu kedokteran reproduksi, maka ilmu tersebut juga mengandung esensi etika yang harus diiringi dengan tanggung jawab sosial sebagai seorang dokter, paramedis maupun konselor. Wajib pula dibaluti prosedur atau metode ilmiah dengan pola pikir yang rasional dan pendekatan secara deduktif atau induktif. Berbagai keterampilan dengan status gelar yang didapat setelah menyelesaikan pendidikan ilmu kedokteran reproduksi akan menjadi bekal untuk mendapatkan penghasilan.



















DAFTAR PUSTAKA

1.      Zulkarnain,SKM,M.KES. Perkembangan kesehatan masyarakat,Penerbit CV.BERKAH UTAMI,Makasar, 2012
2.      I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006
3.      Jujun S Suriasumantri, 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta Pustaka Sinar Harapan,
4.      Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Binarupa Aksara; Jakarta;1995.
5.      Dunia Kedokteran Indonesia, Available at :  www. Anneahira.com/
6.      Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, Available at : http://pramareola14.wordpress.com/2010/
7.      Filsafat Hukum Ekonomi dan Kedokteran, http://diachs-an-nur.blogspot.com/2012/05/filsafat-hukum-ekonomi-kedokteran-dan.html
8.      Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara Wacana.
9.      Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember 2008
10.  I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006



[1] Zulkarnain, Perkembangan kesehatan masyarakat,Penerbit CV.BERKAH UTAMI,Makasar, 2012
[2] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006
[3] Jujun S Suriasumantri, 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta Pustaka Sinar Harapan,
[4] Zulkarnain,SKM,M.KES. Perkembangan kesehatan masyarakat,Penerbit CV.BERKAH UTAMI,Makasar, 2012
[5] Zulkarnain,SKM,M.KES. Perkembangan kesehatan masyarakat,Penerbit CV.BERKAH UTAMI,Makasar, 2012
[6] Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Binarupa Aksara; Jakarta;1995.
[7] Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Binarupa Aksara; Jakarta;1995.
[8] http://diachs-an-nur.blogspot.com/2012/05/filsafat-hukum-ekonomi-kedokteran-dan.html
[9] http://diachs-an-nur.blogspot.com/2012/05/filsafat-hukum-ekonomi-kedokteran-dan.html
[10] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[11] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[12] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[13] Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara Wacana.
[14] Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara Wacana.
[15] Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember 2008
[16] Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara Wacana.
[17] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006
[18] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006
[19] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006
[20] Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember 2008
[21] Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember 2008
[22] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[23] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[24] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/

Tidak ada komentar:

Persyaratan Hak & Kewajiban Guru

BAB I PENDAHULUAN A.       LATAR BELAKANG MASALAH Di dalam   masyarakat tedapat bermacam-macam pekerjaan, seperti dokter, penga...