I.
PENDAHULUAN
A.
DUNIA
KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Kedokteran
(Inggris:
medicine) adalah suatu ilmu
dan seni yang mempelajari tentang penyakit
dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan
yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan
mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit
dan cedera.
Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta
pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.[1]
Salah satu ciri khas manusia adalah
sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal. Rasa ingin tahu ini tidak hanya
terbatas sekedar apa yang ada pada dirinya, tpi menyangkut juga rasa ingin tahu
tentang lingkungan sekitar, bahkan sekarang ini
rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar.
Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh
peradaban dan ilmu pengetahuan. Semua umat manusia di dunia ini punya rasa
ingin tahu walaupun variasinya berbeda-beda. Orang yang tinggal di tempat
peradaban yang masih terbelakang, punya rasa ingin tahu yang berbeda
dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat yang sudah maju.
Rasa ingin tahu tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana
dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana
didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks
meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu
terjadi (epistemologi), serta untuk
apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi).[2]
Sistem kedokteran dan praktek perawatan
kesehatan telah berkembang dalam berbagai masyarakat manusia, sedikitnya sejak
awal sejarah tercatatnya manusia. Sistem-sistem ini telah berkembang dalam
berbagai cara dan berbagai budaya serta daerah yang berbeda.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan ilmu
kedokteran modern pada umumnya adalah tradisi kedokteran yang berkembang di dunia Barat sejak awal zaman
modern.
Berbagai tindakan pengobatan dan
kesehatan tradisional masih dipraktekkan di seluruh dunia, di mana sebagian
besar dianggap terpisah dan berbeda dari kedokteran Barat,
yang juga disebut biomedis atau tradisi Hippokrates.
Sistem ilmu kedokteran yang paling
berkembang selain sistem Barat adalah tradisi Ayurveda
dari India
dan pengobatan tradisional Tionghoa.
Berbagai tradisi perawatan kesehatan non konvensional juga dikembangkan di
dunia Barat yang berbeda dari ilmu kedokteran pada umumnya.
Di berbagai tempat, sistem kedokteran
Barat seringkali dipraktekkan bersama-sama dengan sistem kedokteran tradisional
setempat atau sistem kedokteran lainnya, meskipun juga dianggap saling bersaing
atau bahkan bertentangan.
Menurut kamus Webster New World
Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang
artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta
mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge)
yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini
mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan
yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan
percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau
prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm)
berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara
harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari
kata scire.[3]
B.
SEJARAH
ILMU KEDOKTERAN
Pada awalnya, sebagian besar kebudayaan
dalam masyarakat awal menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal
dan hewan
untuk tindakan pengobatan. Ini sesuai dengan kepercayaan magis mereka yakni animisme,
sihir,
dan dewa-dewi.
Dalam tatanan ini masyarakat animisme
percaya bahwa benda mati pun memiliki roh atau mempunyai hubungan dengan roh
leluhur.[4]
Ilmu kedokteran berangsur-angsur
berkembang di berbagai tempat terpisah yakni Mesir kuno,
Tiongkok kuno,
India kuno,
Yunani kuno, Persia,
dan lainnya. Sekitar tahun 1400-an terjadi sebuah perubahan besar yakni
pendekatan ilmu kedokteran terhadap sains.
Hal ini mulai timbul dengan
penolakan–karena tidak sesuai dengan fakta yang ada–terhadap berbagai hal yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh pada masa lalu (bandingkan dengan penolakan Copernicus
pada teori astronomi Ptolomeus.
Beberapa tokoh baru seperti Vesalius
(seorang ahli anatomi)
membuka jalan penolakan terhadap teori-teori besar kedokteran kuno seperti
teori Galen,
Hippokrates, dan Avicenna.
Diperkirakan hal ini terjadi akibat semakin lemahnya kekuatan gereja
dalam masyarakat pada masa itu.[5]
C.
PERKEMBANGAN
PENELITAN KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Bagi
tenaga kesehatan dan yang berkecimpung dalam bidang kedokteran dan kesehatan,
penelitian pada umumnya bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data yang
diperlukan untuk perencanaan kegiatan medis-klinis atau medis-sosial, atau
untuk mengembangkan ilmu kedokteran itu sendiri, yang pada gilirannya akan
berguna bagi kesejahteraan manusia.
Tingkat
penelitian ini dalam bidang ilmu kedokteran atau kesehatan dapat dibagi ke
dalam 2 golongan besar, yakni penelitian yang bersifat deskriptif dan analitik.
Dalam
penelitian deskriptif peneliti mengadakan eksplorasi fenomena kedokteran tanpa
berusaha mencari hubungan antar variabel di dalam fenomena tersebut. Dalam
penelitian analitik, peneliti dapat hanya mengukur fenomena alamiah yang ada
tanpa melakukan intervensi terhadap variabel (bersifat analitik observasional),
akan tetapi ia dapat pula melakukan intervensi terhadap variabel bebas dan
menilai efek intervensi atau manipilasi ini terhadap variabel tergantung
(penelitian eksperimental atau intervensional).
Suatu
hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak selalu penelitian deskriptif (yang
secara metodolagi penelitian yang dapat disebut desainnya sederhana) nilainya
rendah atau lebih rendah dari penelitian analitik atau eksperimental. Banyak
penerima nobel dari penelitian secara deskriptif saja.[6]
Penelitian
dilakukan sejalan dengan sifat dasar manusia yang senantiasa ingin tahu
terhadap pelbagai fenomena di sekelilingnya. Tujuan seseorang melakukan
penelitian pada umumnya adalah: (1) untuk mengetahui deskripsi pelbagai
fenomena alamiah; (2) Untuk menerangkan hubungan antara pelbagai kejadian;
(3)untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan; (4) untuk
memperlihatkan efek tertentu.[7]
Perkembangan
dunia kedokteran mempengaruhi tingkat
kesehatan dan kehidupan masyarakat di suatu negara. Semakin tinggi tingkat ilmu
pengetahuan di bidang kedokteran, semakin tinggi pula kualitas hidup masyarakat
di sekitarnya. Demikian pula sebaliknya, tingkat perkembangan bidang kedokteran
yang rendah akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat.5
D.
MAKNA
KESEHATAN MENURUT FILSAFAT
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu
upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan,dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap
orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari.
Pada masa lalu, sebagian besar individu
dan masyarakat memandang sehat dan sakit sebagai sesuatu Hitam atau Putih.
Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang
terbebas dari penyakit.
Anggapan atau sikap yang sederhana ini
tentu dapat diterapkan dengan mudah, akan tetapi mengabaikan adanya rentang
sehat-sakit. Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan
perspektif yang lebih luas. Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu
mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis
yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan
pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan
lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang
konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu.
Masalah sehat dan sakit merupakan proses
yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam
pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh
terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan
jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
1.
Sehat
Menurut Filsafat
Pada
zaman klasik Ilmu kedokteran berdasarkan pada filsafat alam yang berkembang
pada waktu itu. Contohnya ilmu kedokteran Cina yang mendasarkan fenomena sehat
dan sakit pada filsafat pergerakan lima unsur di alam.
Namun
demikian cukup banyak pula penemuan berdasarkan pengalaman dan percobaan yang
banyak manfaatnya dalam ilmu pengobatan. Menurut ajaran filsafat dari
Cina/Taoisme, sehat adalah gejala ketidakseimbangan antara unsur yin dan yang,
baik antara manusia (mikrokosmos) dengan alam semesta (makrokosmos), maupun
unsur-unsur yang ada pada kehidupan di dalam tubuh manusia sendiri.
Dalam
ajaran Taoisme, ditegaskan bahwa semua isi alam raya dan sifat-sifatnya bisa
digolongkan ke dalam dua kelompok yang disebut kelompok yin (sifatnya mendekati
air) dan kelompok yang (sifatnya mendekati api).
Sifat
yin dan yang saling berlawanan, saling menghidupi, saling mengendalikan, saling
mempengaruhi tetapi membentuk sebuah kesatuan yang dinamis (harmonisasi).
Contohnya, lelaki-perempuan, panas-dingin, terang-gelap, aktif-pasif, dan
seterusnya.
Seseorang
akan dikatakan sakit jika tejadi ketidak seimbangan antara yin dan yang.
Sebenarnya, dalam filsafat-filsafat kuno, atau perenialisme modern, ruh,
pikiran dan raga tak pernah dilihat sebagai dua hal yang terpisah. Istilahnya,
yang sekarang kembali lagi populer, holistik (belakangan, sebagai alternatif
terhadap kedokteran modern yang bersifat mekanistik-ragawi, orang mulai
memperkenalkan kembali istilah kedokteran, atau penyembuhan (healing) holistik
(holistic medicine).
Perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang fisika dan biologi pada akhir abad XX ini, terutama
penemuan-penemuan tentang teori relatifitas, teori kuantum, dan biomolekuler
telah mempengaruhi paradigma kelimuan yang ditegakkan oleh Newton dan Rene
Descartes pada zaman renaissance.
Dalam
bidang ilmu kedokteran, pandangan terhadap manusia yang terlalu mekanistik, dan
dikhotomik yang memisahkan antara fisik dan psikhis, telah bergeser menjadi
lebih bersifat spiritual dan memandang manusia secara holistik dan seimbang,
akan mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya bioetika.
Kecenderungan bioetika sebelumnya yang lebih bersifat sekuler, otonom dan
pluralistik akan lebih disesuaikan dengan prinsip etika yang lebih
memperhatikan perspektif spiritualitas dan holistik. Dengan adanya penemuan
berbagai jenis kecerdasan pada manusia, seperti kecerdasan emosional dan
spiritual disamping kecerdasan intelektual mendorong pendekatan pandangan
tentang existensi manusia.
2.
Definisi
Sehat
Sehat
merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi,
sosial dan spiritual.
Menurut
WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (WHO, 1947).
Definisi
WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan
konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
1. Memperhatikan
individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang
sehat dengan mengidentifikasi ling¬kungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan
terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.[8]
UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai
satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Dalam
pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana
individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal
(psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan
fisik, sosial, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.
3.
Konsep
Baru Tentang Makna Sehat
Konsep
sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai,
peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman
keemasan yunani bahwa sehat itu sebagai sesuatu yang dibanggakan sedang sakit
sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat. Filosofi yang berkembang pada saat ini
adalah filosofi Cartesian yang verorientasi pada kesehatan fisik semata-mata
yang menyatakan bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi
alat tubuh. Mental dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama.
Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang
disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak
ditemukan penyebab penyakit.
Tahun
lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang
tertera dalam UU kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan unsur hidup
produktif sosial dan ekonomi.
Definisi
terkini yang dianut di beberapa negara maju seperti Canada yang mengutamakan
konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari
secara produktif. Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep
sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di
dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan
masyarakt baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala
nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Sistem
Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar menurut Deklarasi Alma Ata ( 1978 )
1.
Kesehatan adalah
keadaan sempurna dalam aspek fisik, mental dan sosial serta bebas dari penyakit
atau kecacatan merupakan hak azasi manusia yang fundamental
2.
Ketidak seimbangan
status kesehatan antara negara dan antar daerah dalam suatu negara diakui dan
disadari oleh semua negara
3.
Pemerintah bertanggung
jawab atas kesehatan masyarakatnya dan masyarakat berhak dan terlibat dalam
perencanaan dan pelaksanaanya
4.
Agar dalam tahun 2000
status kesehatan masyarakat di setiap negara memungkinkan setiap penduduk hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.[9]
E.
ILMU
KEDOKTERAN REPRODUKSI
Dewasa ini, keinginan untuk memiliki
keturunan adalah suatu kondisi yang alami dimiliki oleh hampir seluruh pasangan
manusia di dunia. Seiring itu, kesadaran dan perhatian akan arti penting aspek
kesehatan reproduksi ikut meningkat. Bagi sekitar lima belas persen pasangan
suami-istri, masalah kesuburan dari organ reproduksi telah menjadi masalah
utama dalam hidup. Tidak mengherankan, kalau ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran terutama di bidang upaya bantuan reproduksi mulai berkembang dengan
pesat.[10]
Hampir setiap orang pernah menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan seksualitas. Hal ini dikarenakan seksualitas
menjadi bagian terpenting dan menarik perhatian dalam kehidupan pasangan
manusia terutama bagi yang sudah memasuki jenjang berumah tangga. Di satu sisi
sebenarnya dorongan seks adalah fungsi biologis yang normal dan alamiah
selayaknya keinginan untuk makan-minum. Akan tetapi di sisi lain, aspek
seksualitas memiliki kekuatan lebih yang bisa untuk mengubah hidup dan hingga
menentukan perilaku seseorang.
Setiap insani memiliki perasaan, sikap
dan keyakinan mengenai fungsi seksualnya, tetapi pengalaman setiap orang
bersifat unik karena mengalami proses pembelajaran yang spesifik dan melalui
perspektif pribadi yang kuat. Sehingga tidaklah mudah untuk mengerti dan
memahami aspek seksualitas dan reproduksi manusia, tanpa didahului mengenali
sifat yang multidimensional. Pada dasarnya, seksualitas telah merangsang dan
turut membimbing masing-masing individu dalam perjalanan hidupnya mulai dari
bayi hingga menjadikannya sosok orang tua dengan sifat kedewasaan, menentukan
orientasinya dan membangun peradaban manusia dari zaman purba sampai saat ini.
Pengetahuan akan seksualitas dan
reproduksi yang benar akan dapat menuntun kita kearah perilaku yang rasional
dan bertanggung jawab, dan dapat membantu membuat keputusan pribadi yang
penting. Sayang, pembahasan dan pendidikan yang relevan mengenai reproduksi dan
seksualitas sebagai ilmu masih relatif sedikit. Padahal fakta beberapa survei
sederhana menyatakan rendahnya wawasan dan pemahaman masyarakat Indonesia
terhadap seluk-beluk informasi reproduksi dan seksualitas.
Secara umum di Indonesia, kita mengenal
bahwa kata reproduksi dan seksualitas adalah bermakna sama. Cukup lama kita
mempertahankan persepsi yang kurang tepat itu, kemungkinan akibat paham budaya
yang condong ketimuran sehingga masih memandang tabu membicarakan perihal
reproduksi, apalagi hingga menyinggung kearah seksualitas, yang notabene
dianggap sensitif. Sebenarnya jika dikaji kembali lebih dalam, ternyata kata
reproduksi dan seksualitas adalah berbeda, walaupun sangat berhubungan.
Reproduksi lebih menelaah mengenai upaya untuk menghasilkan keturunan,
sedangkan seksualitas dapat berarti jenis atau organ kelamin.
Kita pun menjadi semakin miris dengan
beredarnya berbagai mitos dan informasi yang sesat mengenai reproduksi maupun
seksualitas. Banyak produk, layanan kesehatan dan obat-obatan yang muncul dan
terkesan tidak bertanggung jawab hingga merugikan para klien. Coba saja tengok
di beberapa media cetak maupun media elektronik, seperti radio maupun televisi.
Hanya demi keuntungan finansial sesaat, dengan gampangnya membantu dan mewadahi
info-info kesehatan (kedokteran) reproduksi dan seksualitas yang jelas-jelas
salah dan tidak ilmiah, membodohi hingga mengorbankan masyarakat kita yang
cenderung permisif ini.[11]
Sebaliknya masih sedikit perhatian
pemerintah maupun institusi pendidikan yang terkait untuk membantu pengembangan
ilmu kedokteran reproduksi termasuk seksologi. Salah satu alasan yang sering
didengungkan bahwa ilmu reproduksi dan seksualitas adalah milik orang
dewasa dan tidak perlu diajarkan, karena spontan akan diketahui sendiri. Sudah
pasti pernyataan itu salah besar, mengingat makin maraknya kasus infeksi
menular seksual (IMS), termasuk epidemi Human Immunodeficiency
Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS), gangguan fungsi
seksual, disorientasi seksual, kehamilan tidak diinginkan, hubungan seksual
pranikah yang bebas dan tidak bertanggung jawab, kriminalitas dari aborsi dan
lainnya.
Maka perlu suatu tinjauan sederhana dari
sudut pandang filsafat ilmu yang membahas ilmu kedokteran reproduksi sebagai
sebuah pengetahuan ilmiah, dalam hal ini mewakili aspek reproduksi dan
seksualitas manusia. Dengan harapan dapat membantu menjawab pentingnya ilmu
kedokteran reproduksi bagi kehidupan manusia, berusaha mencari kebenaran
mengenai apa hakekatnya, bagaimana prosesnya, manfaat secara etika dan nilai
estetikanya, dan menelusuri jejak-jejak penalarannya dari suatu pemikiran
filsafat, menjadi pengetahuan dan berakhir sebagai suatu ilmu (sains) yang
ilmiah.[12]
II.
TINJAUAN
FILSAFAT
A.
PENGERTIAN
FILSAFAT
Secara
epistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan
terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap
sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan.
Secara
harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan
(kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan). Namun pertanyaan kita
selanjutnya adalah bagaimana kita mendefinisi filsafat itu sendiri? Hamersma
(1981: 10) mengatakan bahwa Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis,
dan koheren tentang seluruh kenyataan Jadi, dari definisi ini nampak bahwa
kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan
secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakikat kebenaran”.[13]
Sebenarnya,
pengertian tentang filsafat cukup beragam. Titus et.al (dalam
Muntasyir&Munir, 2002: 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang
filsafat, sebagai berikut :
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan
kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak
kritis (arti informal).
2. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi
(arti formal).
3. Filsafat adalah usaha untuk
mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk
mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga
menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif)
4. Filsafat adalah analisis logis dari
bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang
demikian ini dinamakan juga logosentris.
5. Filsafat adalah sekumpulan problema
yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan
jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.[14]
B.
CIRI-CIRI BERPIKIR DALAM FILSAFAT
Dalam memahami suatu permasalahan,
ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan
ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir&Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa
ciri-ciri berfikir kefilsafatan sebagai berikut :
1. Radikal, artinya berpikir sampai ke
akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2. Universal, artinya pemikiran filsafat
menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut
Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3. Konseptual, artinya merupakan hasil
generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya : Apakah Kebebasan
itu ?
4. Koheren atau konsisten (runtut).
Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya
tidak mengandung kontradiksi.
5. Sistematik, artinya pendapat yang merupakan
uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung
adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh.
Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta
secara keseluruhan.
7. Bebas, artinya sampai batas-batas yang
luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas,
yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan
relijius.
8. Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat
adalah orang-orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil
pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.
C. FILSAFAT ILMU
Menurut
Beerling (1985; 1-2) filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri
pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat
ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu
bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion.
Refleksi
sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang
menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari
ilmu-ilmu yang ada.
Berbicara
mengenai ilmu (sains) maka tidak akan
terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana
“pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The
story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir
yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri
inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan
tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.[15]
D.
HAKIKAT
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (“bertalian”)
tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Antara definisi filsafat dan ilmu
pengetahuan memang mirip namun kalau kita menyimak bahwa di dalam definisi ilmu
pengetahuan lebih menyoroti kenyataan tertentu yang menjadi kompetensi bidang ilmu
pengetahuan masing-masing.
Sedangkan
filsafat lebih merefleksikan kenyataan secara umum yang belum dibicarakan di
dalam ilmu pengetahuan (Muntasyir&Munir,2000: 10). Walaupun demikian, ilmu
pengetahuan tetap berasal dari filsafat sebagai induk dari semua ilmu
pengetahuan yang berdasarkan kekaguman atau keheranan yang mendorong rasa ingin
tahu untuk menyelidikinya, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.[16]
Sebelum penjabaran tentang perbedaan
pengetahuan dan ilmu pengetahuan, perlu diuraikan tentang pengertian
pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam
mendalami perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
1.
PENGETAHUAN (KNOWLEDGE)
Secara
etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar (knowledge
is justified true belief).
Sedangkan
secara terminologi definisi pengetahuan dipahami dan di definisikan secara
beraga. Berikut ini beberapa definisi tentang pengetahuan.
1.
Pengetahuan adalah apa
yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.
Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti
dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua
milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu.
2.
Pengetahuan adalah
proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya
sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek)
di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun
yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
3.
Pengetahuan adalah
segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni dan agama.
Pengetahuan ini merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung dan tak
langsung memperkaya kehidupan kita.
Ruang Lingkup pengetahuan secara ontology,
epistomologi dan aksiologi ada tiga yaitu Ilmu, Agama dan Seni pada skema
berikut:[17]
2.
ILMU
(SCIENCE)
Pada
prinsipnya ilmu merupakan usaha untuk mengorganisir dan mensitematisasikan
sesuatu. Sesuatu tersebut dapat diperoleh dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari. Namun sesuatu itu dilanjutkan dengan pemikiran secara
cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu
adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah
pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek material
dan objek formal. Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu filsafat
harus memenuhi ke dua objek tersebut. Ilmu merupakan suatu bentuk aktiva yang
dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu lebih lengkap dan lebih
cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian serta suatu kemampuan
yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya.
Ada
tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontology ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia.
Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek
empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan,
binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.[18]
Berdasarkan
skema di atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang pokok yaitu ilmu
pengetahuan abstrak, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan humanis. Ilmu
pengetahuan abstrak meliputi metafisika, logika, dan matematika. Ilmu
pengetahuan alam meliputi Fisika, kimia, biologi, kedokteran, geografi, dan
lain sebagainya.[19]
III.
FILSAFAT
KEDOKTERAN DALAM DISIPLIN ILMU REPRODUKSI
A.
FILSAFAT
DUNIA KEDOKTERAN
Dalam filsafat ilmu, suatu disiplin ilmu
dapat dinyatakan sebagai pengetahuan, jika memenuhi criteria ontology yang mencakup apa/hakikat
ilmu/kebenaran/ilmiah, epistemology mencakup metode dan paradigm serta aksiology mencakup tujuan/nilai-nilai
imperative/sikap (attitude).
Filsafat ilmu berkembang dari dua cabang
utama meliputi filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam menjadi rumpun
ilmu-ilmu alam (natural sciences). Sedangkan
filsafat moral menjadi rumpun ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Selanjutnya kelompok ilmu-ilmu alam
mempunyai cabang utama ilmu alam (physical
sciences). Cabang ilmu-ilmu alam menunjukkan ilmu kedokteran dan kesehatan
berada pada garis cabang keilmuan hayat.[20]
Salah satu ciri khas dari manusia adalah
sifatnya yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal. Rasa ingin tahu ini tidak
terbatas yang ada pada dirinya, tetapi juga ingin tahu tentang lingkungan
sekitarnya, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar.
Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh
peradaban dan muncul sejak manusia lahir di muka bumi ini. Semua umat manusia
yang hidup di dunia mempunyai rasa ingin tahu walaupun variasi dan takaran
keingintahuannya berbeda-beda. Orang tinggal di tempat peradaban yang masih
terbelakang memiliki rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang yang
tinggal di tempat maju.[21]
Rasa ingin tahu tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar terkadang bersifat sederhana
dan juga kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari dengan rasa
ingin tahu tentang apa (Ontologis),
sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi kelanjutan pemikiran
tentang bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu
terjadi (Epistemologis), serta
manfaat apa yang didapat dari mempelajari peristiwa tersebut (Aksiologis).
Ketiga landasan utama filsafat ilmu di
atas, yaitu Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis merupakan ciri spesifik
dalam penyusunan pengetahuan yang menjelaskan keilmiahan ilmu tersebut. Ketiga
landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan antara
satu dengan lainnya. Berbagai usaha spekulatif yang bersistem, mendasar dan
menyeluruh dilaksanakan untuk mencapai atau memecahkan peristiwa yang
terjadi di alam dan di lingkungan sekitar. Bila usaha tersebut berhasil
dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan sebagai ilmu dan pengetahuan.
Sama halnya ketika meninjau Ilmu
Kedokteran Reproduksi sebagai sebuah ilmu yang ilmiah dan membedakannya dengan
pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan melalui cara lain.
Beberapa akademisi dan masyarakat awam
di Indonesia memang masih kurang familiar terhadap eksistensi ilmu kedokteran
reproduksi terutama karena kajian dan wacana akademis yang sangat terbatas dan
kurang terintegrasi. Namun sebagai suatu ilmu yang telah diakui secara luas,
ilmu kedokteran reproduksi berkembang seiring kompleksitas permasalahan yang
ada dengan ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah dan perlahan
menunjukkan eksistensi ilmu ini ke arah kemapanan.[22]
Secara garis besar, pengertian
reproduksi lebih berkaitan dengan aktifitas manusia untuk mendapatkan
keturunan, tetapi untuk itu tentu saja diperlukan organ kelamin dan dorongan
seksual juga. Sedangkan seksualitas atau seks berarti jenis kelamin yang
merupakan dimensi lain dari reproduksi manusia yang jauh lebih luas karena
meliputi semua aspek nilai, sikap, orientasi dan perilaku yang bersifat pribadi
dan tidaklah sama dengan kemampuan seseorang untuk sekedar memberikan reaksi
erotik.
Perkembangan Ilmu Kedokteran sendiri
sebagai induk Ilmu Kedokteran Reproduksi tidak lepas dari sosok Hippocrates
yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran Modern. Hippocrates menjadi sangat
berjasa karena “Sumpah”-nya yang sampai saat ini menjadi dasar Sumpah
Kedokteran di seluruh dunia. Hippocrates adalah gambaran sosok filsuf yang
mengabdikan seluruh hidupnya bagi usaha kemanusiaan, berkelana menuntut ilmu
sambil melakukan pengabdian kepada sesamanya di bidang pengobatan.
Karya-karya ilmiah Hippocrates dalam
bidang kesehatan masih menjadi rujukan saat ini. Hippocrates mengubah paradigma
ilmu pengobatan yang dahulu berbasis supranatural (tradisional) menjadi ilmu
yang berbasis ilmiah (evidence based medicine). Hippocrates berhasil
menggabungkan ilmu filsafat dengan ilmu kedokteran, dan Hippocrates pula yang
mengatakan bahwa ilmu kedokteran adalah suatu seni.
B.
ONTOLOGIS ILMU KEDOKTERAN
Kajian ontologis spesifik menjawab
hakekat suatu ilmu dan membahas tentang “apa” itu yang ingin diketahui.
Ontologis berperan dalam perbincangan mengenai pengembangan ilmu, asumsi dasar
ilmu dan konsekuensi penerapan ilmu. Ontologis merupakan sarana ilmiah untuk
menemukan jalan penanganan masalah secara ilmiah. Ontologis berperan dalam
proses konsistensi ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu.
Ontologis merupakan salah satu obyek
lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno. Dasar ontologis dari ilmu
berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan ilmu, ciri esensial
obyek yang berlaku umum. Ontologis ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dapat diuji oleh indera manusia. Jadi kajian ontologis masih dalam jangkauan
pengalaman manusia atau obyeknya bersifat empiris dapat berupa material,
seperti ide-ide, nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri
.
Ilmu Kedokteran Reproduksi berarti
ilmu pengetahuan yang mempelajari aspek reproduksi dan seksualitas manusia
ditinjau dari sisi kedokteran. Ilmu ini menjadikan organ reproduksi dan seksual
manusia sebagai obyek utama dalam pembelajarannya. Secara empiris, berbagai
gejala yang dapat diamati indera, kondisi klinis yang normal maupun abnormal
(penyakit) dan pengalaman pada fungsi organ reproduksi dan seksual manusia,
semuanya akan ditelaah seutuhnya dalam ilmu kedokteran reproduksim, baik yang
terlihat jelas (organ kelamin), berukuran mikros (sel sperma dan telur) dan
psikososial (gangguan psikis), dan bukan mengkaji benda jasmani saja.
Bagaimana tatanan dan struktur dari
obyek yang dipelajari ilmu kedokteran reproduksi sebagai doktrin berpendekatan
holistik, hendaknya terlebih dahulu memandang aspek reproduksi manusia sebagai
suatu sistem keseluruhan yang membentuk manusia selaku obyek sekaligus juga
subyek. Tidak lupa untuk tetap memperhatikan keadaan lingkungan sebagai variabel
bebas yang secara tidak langsung turut serta mempengaruhi kondisi kejiwaan
manusia sebagai obyek.
Wujud hakiki dari obyek yang
ditelaah ilmu kedokteran reproduksi adalah berbagai kondisi pada organ
reproduksi dan seksual manusia terutama permasalahan-permasalahan yang dapat
diamati dan dirasakan indera, dan penyakit ataupun gangguan yang mempengaruhi
status kesehatan umum. Abstraksi wujud dari obyek tersebut haruslah dapat
dinilai, apakah dalam keadaan normal atau sakit, dan bagaimana pengaruhnya pada
produktifitas individu manusia secara keseluruhan. Gangguan apa yang terjadi
pada sistem reproduksi maupun seksual. Solusi kongkrit apa saja, guna
menanggulangi kemungkinan turunnya produktifitas manusia yang bersangkutan.[23]
Sedangkan hubungan wujud obyek telaah
ilmu kedokteran reproduksi dengan daya tangkap manusia adalah bersifat
sebab-akibat dan linear. Suatu kondisi bisa memperburuk fungsi organ reproduksi
dan seksual, seperti terjadinya proses penuaan, perilaku yang beresiko,
munculnya keganasan sel, kriminalitas biologi, ketimpangan gender, buruknya
higienis pribadi dan rendahnya sanitasi lingkungan dan lainnya. Sebaliknya
dengan menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat, menghindari penyebaran
infeksi, menjaga kebugaran tubuh, memperbaiki higienis dan sanitasi, serta
menghormati hak asasi bisa menjadi pilihan ampuh untuk kondisi kesehatan yang
lebih baik.
C.
EPISTEMOLOGIS ILMU KEDOKTERAN
Telaah epistemologis merupakan
cabang dari filsafat ilmu yang berurusan dengan hakikat, teori dan ruang
lingkup “bagaimana” proses menjadi ilmu. Meliputi pengandaian-pengandaian dan
dasar-dasar serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai ilmu pengetahuan
yang dimiliki. Epistemologis membahas secara mendalam segenap proses yang
terlibat dalam usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan
dengan metode keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu
kedokteran reproduksi.
Metode keilmuan merupakan suatu
prosedur wajib yang mencakup berbagai tindakan, pemikiran, pola kerja, cara
teknis, dan tata langkah untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baru atau
sebaliknya mengembangkan wawasan yang telah ada. Sedangkan sistematisasi isi
ilmu dalam hal ini berkaitan dengan batang tubuh dari ilmu pengetahuan, letak
peta dasar, pengembangan ilmu pokok dan cabang ilmu yang akan dibahas di sini.
Salah satu ciri yang patut mendapat
perhatian dalam epistemologis dari perkembangan ilmu pada masa modern adalah
munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan
kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan yang
sempurna tidak boleh mencari keuntungan, namun haruslah bersikap kontemplatif.
Diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung
yang artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini.
Guna menjawab bagaimana proses umum
menimba ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran reproduksi, maka selayaknya
didahului dengan pemikiran sederhana yang bersumber dari pengalaman
empiris manusia. Berbagai fenomena yang terjadi, faktual di seputar organ
reproduksi dan seksual, seperti gangguan fungsi seksual, sikap pro-kontra
terhadap kontrasepsi, epidemi IMS dan lainnya. Kemudian akan dirangkum,
dibuatkan suatu karya penelitian dengan metode tertentu yang rasional untuk
mencari dan menjawab teori secara ilmiah, apakah ilmu tersebut dapat diterima
atau tidak.
D. AKSIOLOGIS ILMU KEDOKTERAN
Dasar aksiologis berarti nilai yang
berkaitan dengan “kegunaan” dari suatu ilmu pengetahuan yang telah diperoleh,
seberapa besar sumbangan ilmu tersebut bagi kebutuhan umat manusia. Merupakan
fase yang paling penting bagi manusia karena dengan adanya ilmu, maka segala
keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih
mudah (Purnomo, 2007).
Aksiologis ilmu membahas tentang
manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang dipelajarinya. Bila
persoalan value free dan value bound ilmu yang mendominasi fokus
perhatian aksiologis pada umumnya, maka dalam hal pengembangan ilmu yang
relatif baru seperti ilmu kedokteran reproduksi ini, dimensi aksiologis akan
diperluas lagi sehingga secara inheren mencakup dimensi nilai kehidupan
manusia, seperti etika, estetika, religius (sisi dalam) dan juga interelasi
ilmu dengan aspek-aspek kehidupan manusia dalam sosialitasnya (sisi luar).
Kedua sisi merupakan aspek penting dari permasalahan transfer ilmu pengetahuan
.
Berdasarkan aksiologis, terlihat
jelas bahwa permasalahan utama dari ilmu berkaitan dengan nilai. Nilai
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti, yaitu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu
predikat yang dipakai untuk membedakan antara hal, perbuatan atau manusia
lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan
yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Berkaitan dengan ilmu kedokteran
reproduksi sebagai sebuah ilmu, maka tentu perlu dikaji mengenai aspek
aksiologisnya. Sebagai cabang ilmu kedokteran yang baru, maka ilmu kedokteran
reproduksi memiliki banyak manfaat yang positif bagi kehidupan manusia baik
nilai etika maupun estetika (Subratha, 2007). Adapun beberapa manfaat yang
sekiranya bisa didapat dari mengamalkan ilmu kedokteran reproduksi, yaitu :[24]
1. Memiliki kemampuan guna
mengidentifikasi dan menganalisis berbagai masalah di lingkup kesehatan
reproduksi dan seksual yang menghambat terwujudnya keluarga atau individu
manusia yang bahagia dan sejahtera.
2. Memiliki kemampuan untuk memecahkan
dan menangani berbagai masalah kesehatan reproduksi dan seksual sehingga dapat
membantu masyarakat dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
3. Memiliki kemampuan untuk memberikan
pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual kepada masyarakat sehingga
terhindar dari perilaku yang merugikan, dan selanjutnya mampu membentuk
keluarga atau individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
4. Mendapatkan keterampilan untuk
melakukan penelitian demi memperoleh dan atau memperbaiki teori, cara, teknik
atau bahan yang bermanfaat untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi dan
seksual.
Terkait dengan kaidah dan pilihan
moral dalam ilmu kedokteran reproduksi, maka ilmu tersebut juga mengandung
esensi etika yang harus diiringi dengan tanggung jawab sosial sebagai seorang
dokter, paramedis maupun konselor. Wajib pula dibaluti prosedur atau metode
ilmiah dengan pola pikir yang rasional dan pendekatan secara deduktif atau
induktif. Berbagai keterampilan dengan status gelar yang didapat setelah
menyelesaikan pendidikan ilmu kedokteran reproduksi akan menjadi bekal untuk
mendapatkan penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulkarnain,SKM,M.KES. Perkembangan
kesehatan masyarakat,Penerbit CV.BERKAH UTAMI,Makasar, 2012
2. I Nengah Kerta Besung, Perbedaan
Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006
3. Jujun S Suriasumantri, 1996.
Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta Pustaka Sinar Harapan,
4. Sastroasmoro S, Ismael S.
Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Binarupa Aksara; Jakarta;1995.
5. Dunia Kedokteran Indonesia,
Available at : www. Anneahira.com/
6. Ilmu Kedokteran Reproduksi ;
Perspektif Filsafat Ilmu, Available at :
http://pramareola14.wordpress.com/2010/
7. Filsafat Hukum Ekonomi dan
Kedokteran, http://diachs-an-nur.blogspot.com/2012/05/filsafat-hukum-ekonomi-kedokteran-dan.html
8. Beerling, et.al. 1997. Pengantar
Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara Wacana.
9. Farida M, Tinjauan Filsafat
Kesehatan Reproduksi, Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol.3,No.3, Desember 2008
10. I Nengah Kerta Besung, Perbedaan
Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau Dari Filsafat Ilmu,2006
[1] Zulkarnain, Perkembangan kesehatan masyarakat,Penerbit CV.BERKAH
UTAMI,Makasar, 2012
[2] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau
Dari Filsafat Ilmu,2006
[3] Jujun S Suriasumantri, 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta Pustaka Sinar Harapan,
[4] Zulkarnain,SKM,M.KES. Perkembangan kesehatan masyarakat,Penerbit
CV.BERKAH UTAMI,Makasar, 2012
[5] Zulkarnain,SKM,M.KES. Perkembangan kesehatan masyarakat,Penerbit
CV.BERKAH UTAMI,Makasar, 2012
[6] Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Binarupa Aksara; Jakarta;1995.
[7] Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Binarupa Aksara; Jakarta;1995.
[8] http://diachs-an-nur.blogspot.com/2012/05/filsafat-hukum-ekonomi-kedokteran-dan.html
[9] http://diachs-an-nur.blogspot.com/2012/05/filsafat-hukum-ekonomi-kedokteran-dan.html
[10] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu,
http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[11] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu,
http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[12] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[13] Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara
Wacana.
[14] Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara
Wacana.
[15] Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen
Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember
2008
[16] Beerling, et.al. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta. Tiara
Wacana.
[17] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau
Dari Filsafat Ilmu,2006
[18] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau
Dari Filsafat Ilmu,2006
[19] I Nengah Kerta Besung, Perbedaan Ilmu dengan Pengetahuan ditinjau
Dari Filsafat Ilmu,2006
[20] Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen
Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember
2008
[21] Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen
Biostatistik dan Ilmu Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia,dalam : jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember
2008
[22] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu,
http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[23] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu,
http://pramareola14.wordpress.com/2010/
[24] Ilmu Kedokteran Reproduksi ; Perspektif Filsafat Ilmu, http://pramareola14.wordpress.com/2010/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar