Rabu, 27 Juli 2016

Kajian Filsafat Ilmu dalam Memahami Disiplin Ilmu Komunikasi Kontemporer







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap ilmu mempunyai filsafatnya. Kita mengenal adanya filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat teknik, dan demikian pula suatu filsafat komunikasi/publisitik. Filsafat sebagai suatu ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu yang bersangkutan, titik tolak ilmu itu bermaksud mencapai tujuan yaitu kebenaran. Sebenarnya setiap ilmu ditujukan pada mencapai kebenaran serta pengabdiannya kepada umat manusia, hanya cara ataupun jalan bagaimana masing-masing ilmu mencapai tujuan ini adalah berbeda-beda. Pencarian kebenaran ini dalam ilmu filsafat di kenal dengan istilah epistemologi.
Menurut Pidarta (2009:77)[1] epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran. Sementara Surajiyo (2008:26) mengemukakan bahwa epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan.[2]
William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian (dalam Suriasumantri, 2007:119) menjelaskan:
epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pegetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia[3]
Filsafat sebagai induk berbagai kajian ilmu menjadi hal yang tak terpisahkan dari kajian itu sendiri. Bermacam disiplin ilmu senantiasa membutuhkan filsafat sebagai pisau analisis dalam membedah sisi espistimologi. Kemudian dalam perkembangannya filsafat menjadi semacam kajian yang dikawinkan dengan suatu kajian turunan. Termasuk komunikasi. Meninjau pentingnya filsafat, maka komunikasi menjadikan filsafat sebagai bagian vital yang membantu proses pengembangan kajian ilmu komunikasi. Maka kita mengenal istiah filsafat komunikasi.
Komunikasi membahas gejala-gejala pada perilaku manusia bersentuhan dengan kajian filsafat. Karenanya filsafat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komunikasi. Penggunaan filsafat dalam komunikasi kemudian menimbulkan sebuah keharusan sikap yang perlu diperhatikan. Untuk itu, filsafat dan komunikasi dilengkapi dengan etika yang membuat sebuah kajian dan praktik ilmu menjadi pantas. Karena proses komunikasi yang tidak didasari pemahaman filsafat komunikasi dan etika komunikasi akan menjadi proses yang gagal. Karena pesan yang disampaikan akan terjadi defiasi dan terhalang oleh sikap tidak etis yang terpancar.
Pada makalah ini kajian filsafat komunikasi tidak membahas komunikasi dari masa primitive sampai modern, melainkan hanya membatasi dalam  pengertian bentuk komunikasi masa kontemporer (modern) saja.
Alasan mendasar bahwa setiap manusia melakukan komunikasi dengan mahluk lainnya yaitu manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri/ mahluk yang selalu hidup bermasyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan interaksi antara satu dengan yang lain[4]. Alat interaksi itu secara akumulatif lazim disebut ‘komunikasi’. Yaitu hubungan  ketergantungan (interdependensi) antar manusia baik secara individu maupun secara kelompok.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dimana pun dan kapan pun itu pasti memerlukan orang lain untuk berlangsungnya kehidupan. Komunikasi adalah alat untuk berinteraksi antara manusia satu dengan yang lainnya. Manusia dan komunikasi merupakan dua hal yang saling berhubungan, karena tanpa adanya komunikasi menusia tidak mungkin akan bisa berinteraksi dengan manusia lain, baik itu melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Dengan kata lain manusia dan komunikasi tak ubahnya seperti pasangan yang tidak bisa dipisahkan karena saling membutuhkan satu sama lain.
Setiap Individu pasti menyadari pentingnya komunikasi sebagai bagian penting yang sangat darurat (urgent) dari kehidupan manusia. Urgenitas komunikasi[5] menjadi prasarat tersendiri dari keberadaan manusia sebagai mahluk sosial. Dengan adanya komunikasi, manusia bisa leluasa menumpahkan apa yang ingin mereka lakukan. Misalnya menyelesaikan masalah-masalah antar pribadi dan antar kelompok. Komunikasi merupakan penyambung manusia untuk melakukan semua kegiatannya baik itu kegiatan yang bersifat positif ataupun negative. Apa jadinya jika dalam hidup ini tidak ada komunkasi? Dan apa jadinya jika dalam hidup ini tidak ada manusia? Jika salah satu dari keduanya tidak ada mungkin kehidupan ini pun tidak akan pernah ada. Jadi hubungan komunikasi dan manusia sangat erat, tidak mungkin keduanya terpisahkan karena saling ketergantungan.
Namun pembahasan dalam makalah ini lebih di titik beratkan pada komunikasi dalam konteks disiplin ilmu filsafat dan masa kontemporer.

B.     Permasalahan
Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana substansi dari komunikasi kontemporer ?
2.      Bagaimana hubungan komunikasi kontemporer dan filsafat ilmu?
3.      Bagaimana sejarah perkembangan komunikasi kontemporer ?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Filsafat Ilmu
a.      Pengertian Filsafat Ilmu
1)      Cornelius Benjamin (dalam The Liang Gie, 19 : 58) memandang filsafat ilmu sebagai berikut.  That philosophic discipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual disciplines.”  Filsafat ilmu, merurut Benjamin, merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep- konsep, dan praanggapan-pra-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual.[6]
2)      Conny Semiawan at al (1998 : 45) menyatakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya di  atas ilmu lainnya.[7]
3)      Jujun  Suriasumantri  (2005  :  33-34)  memandang  filsafat  ilmu sebagai bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan mengenai hakikat ilmu sebagai berikut.[8]

b.      Korelasi Filsafat dengan Ilmu Komunkasi
Melihat dari sejarah hubungan antara filsafat dan ilmu komunikasi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu komunikasi dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.[9] Namun munculnya ilmu komunikasi alam pada abad ke 17, menyebabkan terjadinya perpisahan antara filsafat dan ilmu komunikasi. Demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu komunikasi adalah identik dengan filsafat.
Bidang garapan filsafat ilmu komunikasi terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Interaksi antara ilmu komunikasi dan filsafat mengandung arti bahwa, filsafat pada masa kontemporer tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari komunikasiIlmu komunikasi tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. 
c.       Pemikiran Yang Berkembang
Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan kebenaran agar berpikir tepat dan logis. Sebab dengan adanya cara berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga berkembang.
Semua orang memiliki pemahaman yang sama akan sesuatu hal yang dari dahulu hingga sekarang tetap sama. Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan pengetahuan itu dibatasi oleh panca indera kita. Kita dapat melihat, mendengar, mengecap, meraba, dan mencium dari panca indera itu secara tepat. Apabila salah satu dari panca indera tersebut tidak berfungsi dengan baik maka tidak dapat berpikir secara tepat.
Selain pengetahuan yang bersumber dari indera, juga terdapat pengetahuan yang bersumber dari non indera. Adapun pengetahuan yang bersumber dari non indrawi ini, yaitu berasal dari akal budi manusia atau rasio manusia. Melalui akal, manusia dapat berpikir secara tepat dan logis, dapat memiliki gagasan atau ide dan hasil dari berpikir itu adalah pengetahuan yang rasional.

B.     Hakekat Komunikasi
Terjadinya komunikasi merupakan  konsekuensi  dari hubungan sosial (social  relations) antara manusia satu dengan yang lain.  Atas dasar ini para pakar berpendapat bahwa terbentuknya sebuah pranata masyarakat adalah dikarenakan kehadiran dua orang/ atau lebih yang keberadaannya saling berhubungan satu sama lain. Hubungan ini pada akhirnya menumbuhkan interaksi  sosial (social interaction). terjadinya interaksi sosial di sebabkan interkomunikasi (intercommunication).
Komunikasi dalam pengertian secara umum dapat di pahami dalam dua perpektif, berikut di bawah ini:

1.      Perpektif Epistemologi
Secara epistemologi istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication yang bersumber dari kata communis yang berarti sama makna dan sama rasa mengenai suatu hal[10]. Selain itu para ahli menerangkan kata komunikasi communicare yang di dalam bahasa latin mempunyai arti  berpartisipasi atau berasal dari kata  commones yang berarti sama = common[11].
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang melakukan proses komunikasi selalu mengharapkan partisipasi dari orang lain atau bertindak sama  sesuai dengan tujuan dan harapan atau pesan yang di sampaikannya.
Dalam kaitan ini seorang ahli komunikasi, Prof. Wilbur Schramn berpendapat; When we communicate, we are trying to establish a commoness with someone. That is we are tryng to share information,an idea or an attitude,…Communication always requires at least three elements-the source, the message, and destinition.[12]
Maksud sumber (source) di sini adalah seseorang yang mengambil inisiatif pertama untuk melakukan proses komunikasi. Pesan (message) adalah idea-idea atau gagasan atau buah pikiran yang di sampaikan oleh  sumber kepada orang lain  dengan tujuan (Destinition) agar orang lain bertindak sama  sesuai dengan harapan  yang di tuangkan dalam pesan tersebut.
Komunikasi  dapat pula disebut sebagai suatu usaha untuk  mempengaruhi  sikap atau tingkah laku  orang lain. Seorang ahli sosiolog, Carl I. Hovland berpendapat: “Communicaton is the proses by which an individual (the comunicator) transmit stimuli (usually verbal syimbol) to modify the  behaviour of other individual[13]
Pernyataan Hovland  di atas menegaskan unsur baru dalam proses komunikasi antar manusia, yaitu The communicator-Transmit stimuli-to modify the behafiour of other individual. Dalam kaitan ini yang dimaksud komunikator adalah  seseorang yang menyampaikan suatu gagasan atau pesan-pesan kepada pihak lain. Sedangkan pihak lain (other individual) di dalam proses komunikasi di sebut dengan istilah komunikan. Namun bisa saja seseorang berperan secara ganda, yaitu sebagai komunikator sekaligus sebagai komunikan. Misalnya saja seseorang yang sedang melakukan kontemplasi, merenung, atau memikirkan sesuatu hal, sesungguhnya ia sedang melakukan proses komunikasi dengan dirinya sendiri (intrapersonal communication) dan karenanya tampillah  ia dalam  posisi  ganda tersebut.
Adapun transmit stimuli atau menyampaikan rangsangan, merupakan usaha  dari  komunikator untuk menyampaikan lambang-lambang  tertentu agar dengan rangsangan (stimuli) lambang tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku  dari komunikan. Agar lambang-lambang yang di sampaikan tersebut mempunyai daya stimulan, sudah barang tentu, terlebih dahulu-lambang tersebut harus  memiliki arti (meaningful) syimbols, dan juga dapat di artikan (interpretif) oleh komunikan. Apabila lambang sebagai wakil  dari gagasan yang akan disampaikan  tidak di artikan sama sesuai dengan isi gagasan yang terwakili dalam lambang tersebut, maka sudah  bisa di pastikan  komunikasi  itu akan  memperoleh  hambatan, bahkan  bisa jadi gagal sama sekali.

2.      Perspektif Terminologi
Secara terminologis komunikasi merupakan proses menyampaikan pesan dari indivud satu ke individu lain. Dari pengertian ini komunikasi dibagi menjadi 3 subjek kounikasi, yaitu :
a.       Komunikasi Manusia (human communication) atau ‘komunikasi sosial’ (social communication). Komunikasi manusia adalah bentuk komunikasi yang melibatkan sejumlah orang. Komunikasi ini dipahami sebagai komunikasi sosial atau komunikasi kemasyarakatan, karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat  akan dapat tercipta komunikasi.
b.      Komunikasi hewan adalah bentuk komunikasi antara hewan satu dengan lainnya yang sejenis. Gajah berkomunikasi dengan gajah, burung berkomunikasi dengan burung, dan seterusnya. Komunikasi manusia dengan hewan; seperti polisi dengan anjing pelacaknya, petani pembajak  sawah dengan kerbaunya, tidak termasuk dalam proses komunikasi ini.
c.       Komunikasi transendental adalah bentuk komunikasi dengan sesuatu yang  bersifat “gaib” termasuk komunikasi dengan Tuhan. Orang yang sedang sembahyang baik yang sedang melakukan kewajibannya sebagai umat beragama ataupun yang meminta sesuatu, misalnya sholat hajat atau sembahyang istikhoroh di kalangan pemeluk islam, sungguhpun tengah berkomunikasi dengan Tuhan, tetapi komunikasi jenis ini tidak dapat dikatagorikan sebagai social communication.
d.      Komunikasi fisik adalah bentuk komunikasi yang menghubungkan  tempat  satu  dengan  tempat  yang lain, misalnya dua tempat yang dihubungkan oleh kereta api, bis, pesawat terbang dan lain sebagainya yang mengangkut manusia. Tetapi ini bukan komunikasi sosial atau komunikasi antarmanusia. Sungguhpun ada kalanya terdapat kaitan dengan komunikasi antar manusia, misalkan surat berisikan  pesan seseorang  kepada orang lain yang di angkut oleh kereta api atau pesawat terbang, akan tetapi tidak dapat dikatagorikan sebagai human communication.

3.      Perpektif Paradigmatis
Dalam pengertian paradigmatik komunikasi  mengandung  tujuan tertentu; ada yang di lakukan  secara lisan, secara tatap muka, atau melalaui  media, baik media massa seperti surat kabar, radio, telefisi atau film maupun media non-massa, misalnya surat, telephon, papan pengumuman, poster dan sebagainya.
Komunikasi dalam pengertian paradigmatik bersifat intensional mengandung tujuan; karena itu harus dilakukan dengan perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung  kepada pesan yang akan di komunikasikan dan pada komunikan yang di jadikan sasaran.
Mengenai pengertian komunikasi secara paradigmatik ini banyak definisi yang di kemukakan oleh para ahli, tetapi dari sekian banyak definisi itu  dapat  disimpulkan secara  lengkap dengan  menampilkan maknanya yang hakiki, yaitu: Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk  memberi tahu atau untuk  mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media.
Di dalam bukunya Deddy Mulyana mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian pesan melalui media elektronik[14]. Lebih luas lagi ia menguraikan bahwa komunikasi adalah interaksi antara dua makhluq hidup atau lebih  sehingga para peserta komunikasi ini mungkin  saja termasuk hewan, tanaman dan bahkan jin.
Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni  memberi tahu atau mengubah sikap (attitude) pendapat (opinion) atau perilaku (behavior).  Jadi di tinjau  dari segi  si  penyampai pernyataan, komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif lebih sulit dari pada komunikasi informatif. Karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang  atau sejumlah orang.

C.    Fungsi dan Tujuan Komunikasi
1.      Fungsi Komunikasi
Mudjoto[15] dalam tekhnik komunikasi  yang di kutip oleh  Widjaya menyatakan bahwa fungsi komunikasi itu meliputi;
a)      Komunikasi merupakan  alat suatu organisasi  sehingga seluruh kegiatan  organisasi  itu dapat  diorganisasikan  (dipersatukan ) untuk  mencapai tujuan tertentu.
b)      Komunikasi merupakan  alat untuk  mengubah perilaku para anggota dalam suatu organisasi.
c)      Komunikasi  adalah  alat agar informasi dapat di sampaikan kepada seluruh anggota organisasi.
Deddy Mulyana[16] dalam bukunya ilmu komunikasi suatu  pengantar menyebutkan bahwa  fungsi komunikasi  ada  empat bagian yaitu:
a)      Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi  sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan  bahwa komunikasi  itu penting  untuk membangun  kensep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antar lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk hubungan  dengan orang lain. Melalui komunikasi  kita bekerja sama dengan anggota masyarakat  (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara keseluruhan.
b)      Komunikasi  Ekspresif
Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi  ekspresif yang dapat di lakukan  baik sendirian ataupun dalam  kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan  mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan  sejauh komunikasi tersebut menjadi insatrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama di komunikasikan  melalui pesan-pesan  nonverbal, perasaan sayang,  peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin  dan benci dapat di ungkapkan melalui kata-kata namun terutama lewat perilaku  nonverbal.
c)      Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah  komunikasi ritual yang biasanya di lakukan  secara kolektif. Suatu komunitas  sering melakukan  upacara-upacara berlainan sepanjang  tahun dan sepanjang hidup, yang di sebut  para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, pernikahan dan masih banyak lagi.  Dalam acara-acara itu  orang mengucapkan  kata-kata atau menampilkan  perilaku-perilaku tertentu  yang bersifat simbolik. Ritus  ritus lain seperti berdoa (sholat, sembahyang, misa), membaca kitab suci,  naik haji,  upacara bendera, upacara wisuda, perayaan lebaran, natal juga termasuk  komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi  dalam bentuk komunikasi ritual  tersebut menegaskan  kembali komitmen mereka  kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi atau agama mereka.
d)     Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar, mendorong,  mengubah sikap,  dan keyakinan,  dan mengubah perilaku,  atau menggerakkan tindakan  dan juga untuk menghibur. Bila  di ringkas maka kesemua tujuan tersebut dapat di sebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang bersifat memberitahukan  atau menerangkan  (to inform) mengandung muatan  persuasif dalam arti bahwa  pembicara menginginkan  pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang di sampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. Sebagi instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan  untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga  untuk menghancurkan hubungan tersebut. Study komunikasi  membuat kita peka terhadap  berbagai strategi yang dapat kita gunakan  dalam komunikasi  kita untuk bekerja   lebih baik  dengan orang lain demi keuntungan  bersama. Komunikasi  berfungsi sebagai  instrumen untuk mencapai  tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan. Baik tujuan  jangka pendek ataupun tujuan  jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya  untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati dan sebagainya. Sedangkan jangka panjang dapat di raih  lewat keahlian  komunikasi, misalnya keahlian  berpidato,  berunding, berbahasa asing,  ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu  tentu saja  berkaitan  dalam arti  bahwa berbagai  pengelolaan kesan itu secara  kumulatif dapat  di gunakan  untuk mencapai tujuan  jangka panjang  berupa keberhasilan  dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial dan kekayaan.

2.      Tujuan Komunikasi
Mudjito[17] menyimpulkan bahwa komunikasi bertujuan untuk memberikan pengaruh kepada seluruh  anggota organisasi  agar mereka  secara bersama-sama dapat mencapai tujuan organisasi. Di samping itu, komunikasi juga mengintegrasikan fungsi-fungsi manajemen (POAC), artinya dengan  komunikasi  maka organisasi dapat:
a.       Menyebarluaskan tujuan organisasi
b.      Mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan organisasi
c.       Mengorganisasikan sumber-sumber lainnya agar dapat di manfaatkan lebih fektif dan efisien
d.      Memilih dan  menghargai  anggota organisasi yang baik
e.       Memimpin, memotifasi, menciptakan iklim  atau suasana dalam organisasi sehingga para anggota mau berpartisipasi semaksimal mungkin
f.       Mengontrol perilaku para anggota organisasi.

D.    Sejarah Perkembangan Komunikasi Kontemporer
Tahapan perkembangan komunikasi disini adalah perkembangan komunikasi pada masa modern (kontemporer). Dimana masa kontemporer ini sesungguhnya merupakan fase akhir (bukan terakhir) dari perkembangan disiplin ilmu ini.
Dalam masa kontemporer Ilmu Komunikasi telah melewati tiga tahap perkembangan; Publisistik, Jurnalistik, dan Retorika. Dua yang disebut terakhir berkembang di Amerika, sedangkan yang pertama ditakdirkan berkembang di Eropa (Jerman).
Kini publisistik di Jerman kini diterima sebagai bagian dari ilmu komunikasi, publisistik dalam arti semula banyak mempengaruhi konsep-konsep mutakhir tentang komunikasi seperti tampak pada Negt dan Kluge (1972), Biskey (1976), Habermas (1979) di Eropa, Schiller (1976) dan Bordenave (1974) di Amerika Latin. Umumnya yang baru disebut namanya dikenal sebagai aliran radikal dalam ilmu komunikasi, devian dari ‘main stream’.
Bierstedt[18], dalam menyusun urutan ilmu menganggap jurnalistik  sebagai ilmu terapan. Pada tahun 1457 ia menulis buku yang berjudul Journalism diu yang semakin mempertegas perkembangan jurnalisme sebagai ilmu (science), bukan sekedar pengetahun (knowledge). Ditempat yang sama Joseph Pulitzer seorang tokoh pers  kenamaan di Amerika serikat  yang pada tahun 1903 mendambakan didirikannya “school of journalism”[19] sebagai  lembaga pendidikan  untuk meningkatkan  pengetahuan  para wartawan.
Gagasan Pulitzer  ini mendapat tanggapan positif dari Charles Eliot dan Nicholas Murray Butler masing-masing  Rektor Harvard University dan Colombia University karena ternyata  journalism tidak hanya mempelajari  dan meneliti hal-hal yang bersangkutan  dengan persurat kabaran  semata-mata, tetapi juga media massa lainnya. Maka journalism berkembang  menjadi mass comunication.
Dalam perkembangan selanjutnya  mass comunication  di anggap tidak tepat lagi karena tidak mencakup proses komunikasi  yang menyeluruh. Penelitian yang di lakukan  oleh Paul  Lazarsfeld, Bernard Berelson,  Hazel gaudert,  Elihu Kats, dan para cendikiawan ilmu komunikasi lainnya  menunjukkkan bahwa  gejala sosial yang di akibatkan  oleh media massa  tidak hanya berlangsung satu tahap tetapi banyak tahap. Ini di kenal dengan two step flow comunication dan multi step flow comunication. Pengambilan keputusan banyak di lakukan  atas dasar hasil komunikasi  antarpersona (interpersonal communication) sebagai kelanjutan  dari komunikasi  massa  (mass comunication)
Oleh sebab itulah di Amerika serikat  muncul communication  science  atau kadang-kadang  di namakan  juga  communicology ilmu yang memepelajari  gejala-gejala  sosial  sebagai akibat  dari proses komunikasi massa, komunikasi kelompok dan komunikasi antar persona. Kebutuhan  orang-orang Amerika  akan science  of communication  mulai berkecambah sejak tahun  1940 an disaat seorang sarjana  bernama Carl I Hovland menampilkan definisinya mengenai ilmu komunikasi. Hovland  mendefinisikan  science  of  communication   sebagai;
a systematic attemp to  formulate  in rigorous fashion  the  principle by which  information is transmitted  and opinions nd attitudes are formad
(Upaya yang sistemik untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap)[20].
Pada tahun 1967 terbit buku  The Communicative Arts And Science Of Speech  yang diracik oleh Keith Brooks. Di dalam buku itu Brooks berkeyakinan bahwa communicology atau ilmu komunikasi  merupakan integrasi  prinsip-prinsip komunikasi  yang di ketengahkan para cendikiawan berbagai disiplin akademik. Komunikasi  berarti juga  suatu filsafat  komunikasi  yang realistis; suatu program penelitian  sistemik  yang mengkaji teori teorinya, menjembatani kesenjangan  dalam pengetahuan, memberikan penafsiran  dan saling mengabsahkan  penemuan-penemuan  yang di hasilkan  disiplin khusus  dan program-program penelitian. Komunikologi merupakan  program yang luas yang mencakup  tampa membatasi  dirinya sendiri kepentingan-kepentingan  atau tekhnik tekhnik  setiap  disiplin akademik.
Dalam pada itu  Joseph  A Devito[21]  dalam bukunya  communicology an introduction  to the study of communication menegaskan bahwa  komunikologi  adalah ilmu komunikasi  oleh dan  di antar  manusia. Seorang komunikolog  adalah seorang ahli  ilmu komunikasi. Istilah  komunikasi  dipergunakan  untuk menunjukkan tiga bidang study yang berbeda: proses komunikasi, pesan  yang di komunikasikan, dan study  mengenai proses komunikasi.
Departement  Of communication  university of Hawai  dalam penerbitan  yang dikeluarkan secara khusus  menyatakan  communication  as a social  scince. Dan di tegaskan  di situ  bahwa  bidang study ilmu sosial mencakup  tiga kriteria:
a)      Bidang study di dasarkan  atas teory
b)      Bidang studi di landasi analisis  kuantitatif atau empiris
c)      Bidang studi mempunyai  tradisi yang di akui. 

E.     Jenis Komunikasi Mass Communication
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa komunikasi  adalah suatu bidang ilmu. Dimana ilmu komunikasi ini termasuk ke dalam ilmu sosial yang meliputi  intrapersonal communication, interpersonal, group communication, mass communication, intercultural communication, dan sebagainya.
Mass communication merupakan salah satu bidang saja dari sekian  banyak bidang yang dipelajari  dan di teliti  oleh ilmu komunikasi. Komunikasi massa  terbatas pada proses  penyebaran pesan  melalui media  massa, yakni surat kabar, radio,  telefisi, film, majalah,  dan buku; tidak mencakup  proses komunikasi  tatap muka (face to face communication) yang juga  tidak kurang pentingnya terutama dalam  kehidupan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas  dapatlah disusun  suatu ikhtisar mengenai lingkup ilmu komunikasi  di tinjau  dari komponennya, bentuknya, sifatnya, metodenya, tekhniknya, modelnya, bidangnya dan sistiemnya yang penulis tuangkan secara sistemik dalam table di bawah ini:
Komponen komunikasi
a.       Komunikator (communicator)
b.      Pesan (message)
c.       Media (Media)
d.      Komunikan (communicant)
e.       Efek (effect)
Proses komunikasi
a.       Proses secara primer
b.      Proses secara sekunder
Bentuk Komunikasi
a.       Komunikasi Personal (personal communication)
1). Komunikasi intrapersonal (intrapersonal communication)
2). Komunikasi antarpersonal (interpersonal communication)
b.      Komunikasi kelompok (group communication)
1). Komunikasi kelompok  kecil (small group communication) meliputi; Ceramah (lecture), Diskusi panel (panel discussion), Simposium (symposium), Forum, Seminar, Curahsaran (brainstorming), Dan lain-lain
2).Komunikasi kelompok besar (large group communication/public speaking)
Komunikasi massa
1)      Pers
2)      Radio
3)      Televisi
4)      Film
5)      Dan lain-lain
Komunikasi Medio
1)      Surat
2)      Telepon
3)      Pamflet
4)      Poster
5)      Spanduk
6)      Dan lain-lain
Sifat komunikasi
a.       Tatap muka (face to face)
b.      Bermedia (mediated)
c.       Verbal (verbal)Lisan (oral)
d.      Tulisan/cetak (written/printed)
e.       Nonverbal (non verbal)
1.      Kial/isyarat  badamiyah (gestural)
2.      Bergambar (pictorial)
Metode Komunikasi

a.       Jurnalistik (journalism)
1.      Jurnalistik cetak (printed journalism)
2.      Jurnalistik elektronik (elektronic journalism)
*  Jurnalistik radio (radio journalism)
*Jurnalistik televisi (television journalism)
b.      Hubungan masyarakat (public relation)
c.       Periklanan (publicyti)
d.      Propaganda
e.       Perang urat syaraf (psychological warfare)
f.       Penerangan
Tekhnik komunikasi

a.       komunikasi  informatif (informative communication)
b.      komunikasi  persuasif (persuasive communication)
c.       komunikasi  instruktif (instruktive/coersive communication)
d.      hubungan manusiawi (human relation)
Tujuan komunikasi

a.       Perubahan sikap (attitude change)
b.      Perubahan pendapat (opinion change)
c.       Perubahan perilaku (behavior change)
d.      Perubahan sosial (social change)
Fungsi komunikasi
a.       Menyampaikan informasi (to inform)
b.      Mendidik (to educate)
c.       Menghibur (to entertain)
d.      Mempengaruhi (to influence)
Model komunikasi
a.       komunikasi satu tahap (one step flow communication)
b.      komunikasi dua tahap (two step flow communication)
c.       komunikasi multi tahap (multistep flow communication)
Bidang komunikasi
a.      Komunikasi sosial (social communication)
b.     Komunikasimanajemen/organisasional (management/organizational communication)
c.      Komunikasi perusahaan (business communication)
d.     Komunikasi politik (political communication)
e.      Komunikasi internasional (international communication)
f.      Komunikasi antar budaya (intercultural communication)
g.     Komunikasi pembangunan (development communication)
h.     Komunikasi lingkungan (environmental communication)
i.       Komunikasi tradisional (traditional communication)
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Table di atas merupakan  ikhtisar  mengenai  lingkup ilmu komunikasi  di pandang dari berbagai segi[22] . sungghpun disatu sisi penulis menyadari bahwa melukiskan ruang lingkup  disiplin ilmu yang sudah berkembang bukanlah hal yang mudah. Hingga saat ini sebetulnya belum ada rung lingkup komunikasi yang dapat diterima bersama. Para pakar di Amerika yang kerap menyandarkan diri pada filsafat Pragmatisme jarang berkeinginan untuk mengulas tentang ruang lingkup.
Disini, tatkala persoalan apakah komunikasi itu dapat digolongkan ilmu atau tidak dapat mengancam eksistensi lembaga. Pembicaraan ruang lingkup menjadi esensial . runag lingkup yang baik paling tidak harus menunjukkan pembidangan yang mutually exclusive dan menujukkan spesialisasi yang sudah ada dan bakal ada.
Ruang lingkup Laswell sudah memadai akan tetapi belum terinci. Klasifikasinya lebih cocok untuk membimbing penelitian bukan untuk merumuskan kurikulum, lebih teoritis dariada praktis. Ruang lingkup gagasan kurang konsisten dan tidak mutually exclusive komunikasi masa misalnya sudah disepakati sebagai komunikasi melalui media masa. Makalah atau ‘gagasan’ memasukkan public relation, pameran, periklanan, dalam komunikasi masa. PR dapat dilakukan dalam konteks interpersonal, misalnya dalam hal hubungan kepegawaian atau hubungan dengan public internal lainnya. Periklanan dapat dilakukan secara interpersonal maupun masal. Outdoor advertising atau canvassing jelas tidak masuk komunikasi masa. Pameran jelas sekali bukan komunikasi masa, kecuali kalau sekilas muncul dalam televise.

F.     Paradigma Komunikasi Kontemporer
Istilah paradigma berasal dari  Thomas kuhn[23] (1970, 1974), yang di gunakan  tidak kurang dari 21 cara yang berbeda. Namun Robert Fredrichs[24] (1970) berhasil merumuskan  paradigma itu secara jelas  sebagai suatu pandanagn  mendasar dari  suatu  disiplin ilmu teantang apa  yang menjadi  pokok persoalan (subyek matter) yang semestinya dipelajari.
Kuhn melihat  bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukanlah terjadi secara kumulatif, tetapi terjadi secara revolutif. Dalam masa tertentu ilmu sosial  di dominasi  oleh  suatu paradigma. Kemudian terjadi  pergantian dominasi paradigma, dari paradigma  lama  yang memudar kepada  paradigma baru. Dalam hal ini paradigma  baru bukanlah kelanjutan dari paradigma lama.
Sosiologi misalnya dalam perkembangannya memiliki tiga paradigma  yang berbeda satu dengan yang lain, yaitu paradigma (1) fakta sosial, (2) definisi sosial dan (3) perilaku sosial.
Ditempat berbeda Guba menjelaskan paradigma sebagai “…a set of basic belief (or metaphysic) that diels with ultimits or first principle …a world view that defines, for its holder, at the nature of the world.[25] Oleh karena itu paradigma berperan vital dalam melihat setiap kajian atau penelitian. Sebab hal ini berkaitan dengan aspek filosofis dalam melihat kompleksitas fenomena.
Dilihat dari beberapa paradigma yang selama ini berkembang AS. Hikam menjelaskan perjalanan paradigma dibagi menjadi tiga bagian[26];
a.       pertama, Paradigma Positivisme-empiris oleh penganut aliran ini bahasa dipandang sebagai jembatan antara manusia dengan obyek diluar dirinya. Salah satu ciri dari paradigma ini adalah pemisahan antara pemikiran dengan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana konsekuensi logis dari pemikiran ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subyektif atau nilai yang mendasari pernyataannya sebab yang terpenting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik.
b.      Kedua adalah paradigma Konstruktivisme. Paradigma ini banyak dipengaruhi oleh pandangan fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme yang memisahkan subyek dan obyek bahasa. Dalam pandangan paradigma ini bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas obyektif belaka dan yang dipisahkan dari subyek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subyek sebagi faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.
c.       Ketiga adalah Paradigma Kritis. Paradigma ini hanya sebatas memenuhi kekurangan yang ada dalam paradigma konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis AS. Hikam paradigma Konstruktivisme masih belum menganalisa faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana yang pada gilirannya berperan sebagai pembentuk jenis-jenis subyek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Paradigma ini bersumber pada pemikiran Frankfurt School, yang berusaha mengkritisi pandangan konstruktivis. Ia bersumber dari gagasan Marx dan Hegel jauh sebelum sekolah Frankfurt berdiri.[27]
Berikut ini beberapa pemahaman mengenai paradigm komunikasi menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1.      Paradigma Multi (Multi Paradigma)
Komunikasi yang memiliki multi makna dan multi definisi telah menyuguhkan cara pandang (frame) yang beragam, terutama dalam mengkopseptualisasaikan  komunikasi sebagai  suatu di siplin ilmu yang bersifat  eklektif (menggabungkan  beberapa disiplin).
Sifat eklektif ini telah di lukiskan oleh Wilburn Scramm[28] sebagai jalan simpang yang paling ramai  dengan segala  disiplin yang  melintasinya. Sejak semula para pakar acapkali mengkaji komunikasi manusia dengan menggunakan (secara terang-terangan) konsep, teori dan model ilmu fisika, psikologi dan sosiologi, sejarah, bahasa, dan sebagainya.
Tidak mengherankan  bila hingga saat ini  masih banyak  kalangan luar  yang meragukan komunikasi sebagai disiplin ilmu sendiri. Bahkan ada dari kalangan psikologi atau sosiologi yang masih merasa  komunikasi  manusia  sebagai bagian  dari disiplinnya.  Mereka  kurang memahami  bahwa  kajian  komunikasi memang telah  meminjam  dari berbagai  disiplin  dan telah meracik dan mengolahnya sendiri menjadi  suatu  konsep  atau teori sehingga  sangat bersifat  eklektif.
Para pakar komunikasi  merupakan  kelompok yang mempunyai  ikatan yang sangat “longgar”, dan malah  di dalamnya  terdapat fraksi-fraksi dengan paradigma masing-masing. Itulah serbabnya Feyerabend (1975) menyebut komunikasi  sebagai ilmu  yang di tandai  oleh  paradigma yang multi muka.
Multi paradigma seperti ini, bukanlah hal yang khas komunikasi, karena  hampir seluruh  disiplin dalam ilmu sosial, berparadigma  ganda. Hal ini bukanlah  suatu hal yang  perlu di sesalkan, tetapi sebaliknya merupakan kekuatan  ilmu sosial yang membedakannya dengan ilmu alam.
2.      Paradigma Lama dan Baru
Sebagaimana tesis Kuhn (1970,1974) di atas  bahwa ilmu  tidak berkembang  secara kumulatif melainkan secara revolutif, maka ilmu  Komunikasi  mengalami hal serupa. Sejak awal perkembangannya hingga tahun 1970-an ilmu komunikasi di dominasi oleh paradigma tertentu yang kemudian  digeser secara pasti oleh paradigma lain. Terkait hal ini penulis mencatat dua paradigma yang dapat di sebut sebagai  paradigma lama dan paradigma baru.
B.Aubrey fisher seorang pakar komunikasi yang terkenal dalam dekade  terakhir, telah berhasil mencatat  adanya beberapa paradigma yang berkembang pada beberapa dekade terakhir ini dalam ilmu komunikasi sesuai judul buku  perspective on human communication[29]. Yang terbit untuk kali pertama pada tahun 1978, Fisher tidak  menggunakan istilah  paradigma  melainkan ‘persperktif’, karena menurutnya istilah paradigma dari Kuhn itu telah di tafsirkan  secara berlain-lainan sehingga mencegah  penggunaannya yang netral.
Namun apa yang dimaksud  dengan paradigma itu  kurang lebih sama dengan  perspektif. Fisher mengakui  bahwa perspektif  dalam arti pandangan yang realistis tidak mungkin lengkap, sebab dari sebagaian fenomena yang sedang di lihat itu  hilang dan yang lainnya  mengalami distorsi. Namun itulah hakekat  perspektif, justru itu perspektif  boleh di artikan sebagai pendekatan, strategi intelektual kerangka konseptual dan paradigma. Dalam hal ini  ia merangkum  kajian komunikasi selama ini ke  dalam  empat perspektif yang penting yaitu; perspektif  mekanistis, psikologi, interaksional dan pragmatis.
Adanya ke empat perspektif itu telah menunjukkan bahwa komunikasi sebagai suatu kajian  di warnai  oleh  multi paradigma. Hal ini membawa konsekuensi yang multi ragam pula pada metode pengkajian (peneltian) bagi komunikasi. Artinya metode penelitian komunikasi tidak hanya  eksperimental, tetapi boleh juga historis, kontekstual, eksploratif, fenomenologis, diskriptif dan sebagainya. Demikian pula boleh  kualitatif maupun kuantitatif.

3.      Paradigma Mekanistis
Model mekanistis telah mengalami perkembangan yang tidak saja menarik akan tetapi juga telah membesarkan ilmu komunikasi. Paradigma atau perspektif  dari model mekanistis dalam komunikasi adalah  yang paling lama dan paling banyak dan paling luas dianut sampai sekarang. Banyak study yang telah di lakukan  dan banyak buku yang telah di terbitkan sehingga pengaruhnya sangat kuat dan meluas, bukan saja di kalangan  masyarakat akademik, tetapi juga di kalangan  masyarakat luas.
Meskipun paradigma ini telah memudar dikalangan pakar ilmu komunikasi, dan telah timbul kekecewaan terhadap hasil study yang dahulunya populer, namun di Indonesian kepercayaan terhadap model ini  masih cukup kuat. Di samping itu paradigma ini  telah berkembang jauh, baik secara maupun revolusi melalui pergumulan yang seru dari pendekar-pendekarnya. Hal ini terlihat dari  banyaknya teori dan model  yang beragam dari perspektif ini. Justru itu model  ini masih  tetap penting sebagai bahan studi dalam  komunikasi. Dasar berpikir penganut mekanistis perlu di pahami, karena paradigma baru yang berkembang  kemudian  sangat bertentangan dengan cara berfikir ini.





BAB III
KESIMPULAN

Istilah komunikasi berasal dari kata communis yang berarti sama. Sama dalam arti maknanya. Berkomunikasi berarti mempunyai tujuan untuk punya arti yang sama. Kajian komunikasi dari sudut pandang filsafat ilmu komunikasi dimaksudkan agar pemahaman terhadap proses komunikasi bersifat radikal atau mendalam, sistematis dan menyeluruh. Kajian ini dimaksudkan untuk mendapatkan esensi atau hakikat komunikasi. Pernyataan ini adalah pesan. Sebelum pesan sampai pada khalayak atau penerima pesan, haruslah dilakukan pertimbangan.[30]
Definisi mengenai ilmu komunikasi kontemporer, menurut hemat penulis lebih tepat apa yang dikemukakan oleh Carl I Hovland dalam science  of  communication   sebagai;
a systematic attemp to  formulate  in rigorous fashion  the  principle by which  information is transmitted  and opinions nd attitudes are formad
(Upaya yang sistemik untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap)[31].








DAFTAR PUSTAKA

o   Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Rosda Karya, Bandung, 2004
o   Tasmara, Toto, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama,
o   Wilbur Schramn, Men Message and Media, Horper and Row, New York, 1973,
o   Liliweri, Alo, Komunikasi Verbal dan Non Verbal, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994
o   Dedy Mulyana, Nuansa-nuansa Komunikasi; Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer, Rosda Karya, Bandung, 2001.
o   Widjaya, H.A.W, 1986, Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bina aksara
o   Mulyana, Deddy, 2002, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya
o   Dedy Jamaluddin Malik, Melacak Perjalanan Ilmu Komunikasi Menuju Paradigma Baru, dalam kumpulan tulisan, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, Riyono Pratikto (ed), Remaja Karya, Bandung, 1982,
o   Bradley Duane, 1971, The Newspaper: Its Place In A Democracy, New York: Pyramid Communication Inc.,
o   Joseph A Devito, Communicology an introduction to the study of communication, Harper & Row, New York, 1976,
o   Kuhn Thomas, The Structure of Scientific Revolution, Rosda Karya, Bandung, 2000,
o   Russell. Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, kaitanya dengan kondisi social politik dari zaman kuno hingga sekarang, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2002,
o   Eriyanto, Analisis Wacana “Pengantar Analisis Teks Media”. LkiS, Jogjakarta, 2001,
o   Lukman Hakim, Revolusi Sistemik Solusi Stagnasi Reformasi Dalam Bingkai Sosialisme Relegius, Kreasi Wacana, Jogjakarta, 2003
o   Warner J Severin & James W Tankard Jr., Communication Theories, Origins, Metode, and Uses in The Mass Media, 2001,
o   Sugeng Harianto (ter) Teori Komunikasi, Sejarah, Metode dan Terapan Di Dalam Media Masa, Kencana, Jakarta, 2005
o   Tanen, Deborah, 1996, Seni Komunikasi Efektif, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
o   Made Pidarta 2009. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,
o   Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara,
o   Suriasumantri, Jujun S.2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
o   Tommy, Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi, Media Presindo, Jogjakarta, 2006
o   Cal W. Downs, dalam Tulisannya yang berjudul; “Professional Communication in Asia/Pacific Organisations: A Comparative Study” Goteborg, Sweden 1998.
o     The Liang Gie. (1991) Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.
o     Semiawan,  Conny  et  al.  (1998)  Dimensi  Kreatif  dalam  Filsafat  Ilmu. Bandung : CV Remaja Karya.
o     Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta



[1] Made Pidarta 2009. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, hlm.77
[2] Surajiyo. 2008.Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, hlm.26
[3] Suriasumantri, Jujun S.2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm.119
      [4] Tommy, Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi, Media Presindo, Jogjakarta, 2006, hal; 1
      [5] Cal W. Downs, dalam Tulisannya yang berjudul; “Professional Communication in Asia/Pacific Organisations: A Comparative Study” yang dipresentasikan pada Simposium Intercultural Communication di Goteborg, Sweden 26-28 November 1998 Cal W. Downs menunjukkan pentingnya komunikasi dengan mengutip pernyataan Ticehurst and Ross-Smith yang mengatakan; “professional communication as intentional communication that has the objective of achieving strategic goals within organisational or professional contexts (1998), Dia melanjutkan “The development and maintenance of the linkage between communication and strategic goals of an organisation is the responsibility of the professional communicator. Linking professional communication with strategy is crucial to the way we think about professional communication, and the way we practice it.” hal.3
[6] The Liang Gie. (1991) Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty. Hal.58
[7] Semiawan,  Conny  et  al.  (1998)  Dimensi  Kreatif  dalam  Filsafat  Ilmu. Bandung : CV Remaja Karya. Hal.45
[8] Jujun S. Suriasumantri. (2005) Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan. Hal.33-34
[9] Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta. Hal.33
      [10] Onong Uchjana:2000, Op, cit, hal; 3
      [11] Tasmara, Toto, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, hal; 98
      [12] Wilbur Schramn, Men Message and Media, Horper and Row, New York, 1973, hal; 115
      [13] Liliweri, Alo, Komunikasi Verbal dan Non Verbal, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal; 94 
      [14]  Dedy Mulyana, Nuansa-nuansa Komunikasi; Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer, Rosda Karya, Bandung, 2001, hal; 121
      [15] Widjaya, H.A.W, 1986, Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bina aksara, hal.76
      [16] Mulyana, Deddy, 2002, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya
      [17] Widjaya, H.A.W, 1986, Komunikasi Op.cit, hal; 76
      [18]  Dedy Jamaluddin Malik, Melacak Perjalanan Ilmu Komunikasi Menuju Paradigma Baru, dalam kumpulan tulisan, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, Riyono Pratikto (ed), Remaja Karya, Bandung, 1982, hal; 15
      [19] Walaupun demikian pelopor media untuk kali pertama adalah Johann Gutenberg yang mencetak informasi untuk pertama kali sehingga melahirkan komunikasi massa. Inilah peristiwa yang mengubah wajah eropa pada abad 15. Lih; Bradley Duane, 1971, The Newspaper: Its Place In A Democracy, New York: Pyramid Communication Inc., hal; 143 
      [20] Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap public (public atticude) yang dalam kehidupan social dan kehidupan politik memainkan peranan yang sangat penting, lih; Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Rosda Karya, Bandung, 2004, hal; 10 
      [21] Joseph A Devito, Communicology an introduction to the study of communication, Harper & Row, New York, 1976, hal; 101
[22]  Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi, Op. cit, hal; 19
      [23] Kuhn menjelaskan bahwa perkembangan suatu ilmu pengetahuan tidak mungkin terlepas dari perubahan paradigma yang mendasarinya. Sementara setiap pertumbuhan ilmu melalui beberapa proses yaitu Paradigma I, Normal science, anomaly, krisis dan revolusi ilmu, yang diakhiri dengan paradigma II. Dalam Kuhn Thomas, The Structure of Scientific Revolution, Rosda Karya, Bandung, 2000, hal; 57
      [24] Russell. Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, kaitanya dengan kondisi social politik dari zaman kuno hingga sekarang, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2002, hal; 471
      [25]  Jurnal ISKI, Vol III/ April/ 1999
      [26] Eriyanto, Analisis Wacana “Pengantar Analisis Teks Media”. LkiS, Jogjakarta, 2001, hal:4-6
      [27] Untuk mengetahui lebih jauh tentang maksud Marx lihat Frans Magni Suseno, Filsafat sebagai ilmu kritis, Kanisius, Jogjakarta, 1992, hal:164 atau dapat juga dilihat di Lukman Hakim, Revolusi Sistemik Solusi Stagnasi Reformasi Dalam Bingkai Sosialisme Relegius, Kreasi Wacana, Jogjakarta, 2003, hal; 245
      [28] Warner J Severin & James W Tankard Jr., Communication Theories, Origins, Metode, and Uses in The Mass Media, 2001, dalam Sugeng Harianto (ter) Teori Komunikasi, Sejarah, Metode dan Terapan Di Dalam Media Masa, Kencana, Jakarta, 2005, hal; 269
      [29] Tanen, Deborah, 1996, Seni Komunikasi Efektif, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, hal; 76
[30] Onong Uchjana:2000, Op, cit, hal; 3
      [31] Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap public (public atticude) yang dalam kehidupan social dan kehidupan politik memainkan peranan yang sangat penting, lih; Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Rosda Karya, Bandung, 2004, hal; 10 
 

Tidak ada komentar:

Persyaratan Hak & Kewajiban Guru

BAB I PENDAHULUAN A.       LATAR BELAKANG MASALAH Di dalam   masyarakat tedapat bermacam-macam pekerjaan, seperti dokter, penga...