BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap ilmu
mempunyai filsafatnya. Kita mengenal adanya filsafat hukum, filsafat sejarah,
filsafat teknik, dan demikian pula suatu filsafat komunikasi/publisitik.
Filsafat sebagai suatu ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu yang
bersangkutan, titik tolak ilmu itu bermaksud mencapai tujuan yaitu kebenaran.
Sebenarnya setiap ilmu ditujukan pada mencapai kebenaran serta pengabdiannya
kepada umat manusia, hanya cara ataupun jalan bagaimana masing-masing ilmu
mencapai tujuan ini adalah berbeda-beda. Pencarian kebenaran ini dalam ilmu
filsafat di kenal dengan istilah epistemologi.
Menurut
Pidarta (2009:77)[1]
epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran.
Sementara Surajiyo (2008:26) mengemukakan bahwa epistemologi adalah bagian
filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan,
asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan.[2]
William
S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian (dalam Suriasumantri, 2007:119)
menjelaskan:
“epistemologi merupakan pembahasan mengenai
bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan?
Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pegetahuan? Apakah manusia
dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang
mungkin untuk ditangkap manusia”[3]
Filsafat sebagai
induk berbagai kajian ilmu menjadi hal yang tak terpisahkan dari kajian itu
sendiri. Bermacam disiplin ilmu senantiasa membutuhkan filsafat sebagai pisau
analisis dalam membedah sisi espistimologi. Kemudian dalam perkembangannya
filsafat menjadi semacam kajian yang dikawinkan dengan suatu kajian turunan.
Termasuk komunikasi. Meninjau pentingnya filsafat, maka komunikasi menjadikan
filsafat sebagai bagian vital yang membantu proses pengembangan kajian ilmu
komunikasi. Maka kita mengenal istiah filsafat komunikasi.
Komunikasi
membahas gejala-gejala pada perilaku manusia bersentuhan dengan kajian
filsafat. Karenanya filsafat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
komunikasi. Penggunaan filsafat dalam komunikasi kemudian menimbulkan sebuah
keharusan sikap yang perlu diperhatikan. Untuk itu, filsafat dan komunikasi
dilengkapi dengan etika yang membuat sebuah kajian dan praktik ilmu menjadi
pantas. Karena proses komunikasi yang tidak didasari pemahaman filsafat
komunikasi dan etika komunikasi akan menjadi proses yang gagal. Karena pesan
yang disampaikan akan terjadi defiasi dan terhalang oleh sikap tidak etis yang
terpancar.
Pada makalah ini
kajian filsafat komunikasi tidak membahas komunikasi dari masa primitive sampai
modern, melainkan hanya membatasi dalam
pengertian bentuk komunikasi masa kontemporer (modern) saja.
Alasan mendasar
bahwa setiap manusia melakukan komunikasi dengan mahluk lainnya yaitu manusia
merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri/ mahluk yang selalu
hidup bermasyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan
interaksi antara satu dengan yang lain[4].
Alat interaksi itu secara akumulatif lazim disebut ‘komunikasi’. Yaitu
hubungan ketergantungan (interdependensi) antar manusia baik secara individu
maupun secara kelompok.
Manusia adalah
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dimana pun dan kapan pun itu
pasti memerlukan orang lain untuk berlangsungnya kehidupan. Komunikasi adalah
alat untuk berinteraksi antara manusia satu dengan yang lainnya. Manusia dan
komunikasi merupakan dua hal yang saling berhubungan, karena tanpa adanya
komunikasi menusia tidak mungkin akan bisa berinteraksi dengan manusia lain,
baik itu melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Dengan kata lain manusia
dan komunikasi tak ubahnya seperti pasangan yang tidak bisa dipisahkan karena
saling membutuhkan satu sama lain.
Setiap Individu
pasti menyadari pentingnya komunikasi sebagai bagian penting yang sangat darurat (urgent) dari kehidupan manusia. Urgenitas komunikasi[5]
menjadi prasarat tersendiri dari keberadaan manusia sebagai mahluk sosial. Dengan adanya komunikasi, manusia
bisa leluasa menumpahkan apa yang ingin mereka lakukan. Misalnya menyelesaikan
masalah-masalah antar pribadi dan antar kelompok. Komunikasi merupakan
penyambung manusia untuk melakukan semua kegiatannya baik itu kegiatan yang
bersifat positif ataupun negative. Apa jadinya jika dalam hidup ini tidak ada
komunkasi? Dan apa jadinya jika dalam hidup ini tidak ada manusia? Jika salah
satu dari keduanya tidak ada mungkin kehidupan ini pun tidak akan pernah ada.
Jadi hubungan komunikasi dan manusia sangat erat, tidak mungkin keduanya
terpisahkan karena saling ketergantungan.
Namun pembahasan
dalam makalah ini lebih di titik beratkan pada komunikasi dalam konteks disiplin
ilmu filsafat dan masa kontemporer.
B. Permasalahan
Dari latar
belakang diatas, maka dalam makalah ini di kemukakan rumusan masalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana
substansi dari komunikasi kontemporer ?
2.
Bagaimana
hubungan komunikasi kontemporer dan filsafat ilmu?
3.
Bagaimana
sejarah perkembangan komunikasi kontemporer ?
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Filsafat Ilmu
a.
Pengertian Filsafat Ilmu
1) Cornelius Benjamin (dalam The Liang Gie, 19 :
58) memandang filsafat ilmu sebagai berikut.
”That philosophic discipline which
is the systematic study of the nature of science, especially of its methods,
its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of
intellectual disciplines.” Filsafat
ilmu, merurut Benjamin, merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis
menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep- konsep, dan
praanggapan-pra-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari
cabang-cabang pengetahuan intelektual.[6]
2) Conny Semiawan at al (1998 : 45) menyatakan
bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu
pengetahuan (science of sciences)
yang kedudukannya di atas ilmu lainnya.[7]
3) Jujun
Suriasumantri (2005 :
33-34) memandang filsafat
ilmu sebagai bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang ingin
menjawab tiga kelompok pertanyaan mengenai hakikat ilmu sebagai berikut.[8]
b.
Korelasi Filsafat dengan Ilmu Komunkasi
Melihat dari sejarah hubungan antara filsafat
dan ilmu komunikasi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah
filsafat di Yunani, “philosophia”
meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu komunikasi
dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang
tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.[9] Namun
munculnya ilmu komunikasi alam pada abad ke 17, menyebabkan terjadinya
perpisahan antara filsafat dan ilmu komunikasi. Demikian dapatlah dikemukakan
bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu komunikasi adalah identik dengan
filsafat.
Bidang garapan filsafat ilmu komunikasi terutama diarahkan pada komponen-komponen yang
menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi
dan aksiologi.
Interaksi antara ilmu komunikasi dan filsafat mengandung arti bahwa, filsafat pada masa kontemporer tidak dapat berkembang dengan baik jika
terpisah dari komunikasi. Ilmu komunikasi tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa
kritik dari filsafat.
c.
Pemikiran Yang Berkembang
Teori kebenaran yang ada
pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan kebenaran agar
berpikir tepat dan logis. Sebab dengan adanya cara berpikir logis, maka
pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga
berkembang.
Semua orang memiliki
pemahaman yang sama akan sesuatu hal yang dari dahulu hingga sekarang tetap
sama. Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa teori kebenaran juga merupakan
batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan pengetahuan itu
dibatasi oleh panca indera kita. Kita dapat melihat, mendengar, mengecap,
meraba, dan mencium dari panca indera itu secara tepat. Apabila salah satu dari
panca indera tersebut tidak berfungsi dengan baik maka tidak dapat berpikir
secara tepat.
Selain pengetahuan yang
bersumber dari indera, juga terdapat pengetahuan yang bersumber dari non
indera. Adapun pengetahuan yang bersumber dari non indrawi ini, yaitu berasal
dari akal budi manusia atau rasio manusia. Melalui akal, manusia dapat berpikir
secara tepat dan logis, dapat memiliki gagasan atau ide dan hasil dari berpikir
itu adalah pengetahuan yang rasional.
B. Hakekat
Komunikasi
Terjadinya komunikasi merupakan konsekuensi
dari hubungan sosial (social
relations) antara manusia satu dengan yang lain. Atas dasar ini para pakar berpendapat bahwa
terbentuknya sebuah pranata masyarakat adalah dikarenakan kehadiran dua orang/
atau lebih yang keberadaannya saling berhubungan satu sama lain. Hubungan ini
pada akhirnya menumbuhkan interaksi sosial
(social interaction). terjadinya interaksi sosial di sebabkan
interkomunikasi (intercommunication).
Komunikasi dalam pengertian secara umum dapat di pahami dalam dua perpektif, berikut di
bawah ini:
1. Perpektif
Epistemologi
Secara
epistemologi istilah komunikasi berasal
dari bahasa latin communication yang bersumber dari kata communis
yang
berarti “sama makna
dan sama rasa mengenai suatu hal” [10].
Selain itu para
ahli menerangkan kata
komunikasi communicare yang di dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi atau berasal dari
kata commones yang berarti sama
= common[11].
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang melakukan proses komunikasi
selalu mengharapkan partisipasi dari orang lain atau bertindak sama sesuai dengan tujuan dan harapan atau pesan
yang di sampaikannya.
Dalam
kaitan ini seorang ahli komunikasi, Prof. Wilbur Schramn berpendapat; “When
we communicate, we are trying to establish a commoness with someone. That is we
are tryng to share information,an idea
or an attitude,…Communication always requires at least three elements-the
source, the message, and destinition”.[12]
Maksud sumber (source) di
sini adalah seseorang yang mengambil inisiatif pertama untuk melakukan proses
komunikasi. Pesan (message) adalah idea-idea atau gagasan atau buah
pikiran yang di sampaikan oleh sumber
kepada orang lain dengan tujuan (Destinition)
agar orang lain bertindak sama sesuai
dengan harapan yang di tuangkan dalam
pesan tersebut.
Komunikasi dapat pula disebut sebagai suatu usaha
untuk mempengaruhi sikap atau tingkah laku orang lain. Seorang ahli sosiolog, Carl
I. Hovland berpendapat: “Communicaton is
the proses by which an individual (the comunicator) transmit stimuli (usually verbal
syimbol) to modify the behaviour of other individual”[13]
Pernyataan
Hovland di atas menegaskan unsur baru
dalam proses komunikasi antar manusia, yaitu The communicator-Transmit
stimuli-to modify the behafiour of other individual. Dalam kaitan ini yang
dimaksud komunikator adalah seseorang
yang menyampaikan suatu gagasan atau pesan-pesan kepada pihak lain. Sedangkan
pihak lain (other individual) di dalam proses komunikasi di sebut dengan
istilah komunikan.
Namun bisa saja seseorang berperan secara ganda, yaitu
sebagai komunikator sekaligus sebagai komunikan. Misalnya saja seseorang yang
sedang melakukan kontemplasi, merenung, atau memikirkan sesuatu hal,
sesungguhnya ia sedang melakukan proses komunikasi dengan dirinya sendiri (intrapersonal communication) dan karenanya tampillah ia dalam
posisi ganda tersebut.
Adapun
transmit stimuli atau menyampaikan
rangsangan, merupakan usaha dari komunikator untuk menyampaikan
lambang-lambang tertentu agar dengan
rangsangan (stimuli) lambang tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku dari komunikan. Agar lambang-lambang yang di
sampaikan tersebut mempunyai daya stimulan, sudah barang tentu, terlebih
dahulu-lambang tersebut harus memiliki
arti (meaningful) syimbols, dan juga
dapat di artikan (interpretif) oleh
komunikan. Apabila lambang sebagai wakil
dari gagasan yang akan disampaikan
tidak di artikan sama sesuai dengan isi gagasan yang terwakili dalam
lambang tersebut, maka sudah bisa di
pastikan komunikasi itu akan
memperoleh hambatan, bahkan bisa jadi gagal sama sekali.
2. Perspektif
Terminologi
Secara
terminologis komunikasi merupakan proses menyampaikan pesan dari indivud satu ke individu
lain. Dari
pengertian ini komunikasi dibagi
menjadi 3 subjek kounikasi, yaitu :
a.
Komunikasi
Manusia (human
communication) atau ‘komunikasi sosial’ (social communication). Komunikasi manusia adalah bentuk komunikasi yang melibatkan sejumlah
orang. Komunikasi ini dipahami sebagai komunikasi sosial atau komunikasi
kemasyarakatan, karena hanya pada manusia-manusia yang
bermasyarakat akan dapat tercipta
komunikasi.
b.
Komunikasi hewan
adalah bentuk komunikasi
antara hewan satu dengan lainnya
yang sejenis. Gajah berkomunikasi dengan gajah, burung
berkomunikasi dengan burung, dan seterusnya. Komunikasi manusia dengan hewan;
seperti polisi dengan anjing pelacaknya, petani pembajak sawah dengan kerbaunya, tidak termasuk dalam
proses komunikasi ini.
c.
Komunikasi transendental
adalah bentuk komunikasi
dengan sesuatu yang bersifat “gaib”
termasuk komunikasi dengan Tuhan. Orang yang sedang sembahyang baik yang sedang
melakukan kewajibannya sebagai umat beragama ataupun yang meminta sesuatu, misalnya sholat hajat atau
sembahyang istikhoroh di kalangan pemeluk islam, sungguhpun tengah
berkomunikasi dengan Tuhan, tetapi komunikasi jenis ini tidak dapat
dikatagorikan sebagai social
communication.
d.
Komunikasi fisik adalah bentuk komunikasi yang
menghubungkan tempat satu
dengan tempat yang lain, misalnya dua tempat yang
dihubungkan oleh kereta api, bis, pesawat terbang dan lain sebagainya yang
mengangkut manusia. Tetapi ini bukan komunikasi sosial atau komunikasi
antarmanusia. Sungguhpun ada kalanya terdapat kaitan dengan komunikasi antar
manusia, misalkan surat berisikan pesan
seseorang kepada orang lain yang di
angkut oleh kereta api atau pesawat terbang, akan tetapi tidak dapat dikatagorikan
sebagai human communication.
3. Perpektif
Paradigmatis
Dalam
pengertian paradigmatik komunikasi
mengandung tujuan tertentu; ada
yang di lakukan secara lisan, secara
tatap muka, atau melalaui media, baik
media massa seperti surat kabar, radio, telefisi atau film maupun media
non-massa, misalnya surat, telephon, papan pengumuman, poster dan sebagainya.
Komunikasi
dalam pengertian paradigmatik bersifat intensional mengandung tujuan; karena
itu harus dilakukan dengan perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu,
bergantung kepada pesan yang akan di
komunikasikan dan pada komunikan yang di jadikan sasaran.
Mengenai
pengertian komunikasi secara paradigmatik ini banyak definisi yang di kemukakan
oleh para ahli, tetapi dari sekian banyak definisi itu dapat
disimpulkan secara lengkap
dengan menampilkan maknanya yang hakiki,
yaitu: Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberi tahu atau
untuk mengubah sikap, pendapat atau
perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media.
Di
dalam bukunya Deddy Mulyana mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian pesan
melalui media elektronik[14].
Lebih luas lagi ia menguraikan bahwa komunikasi adalah interaksi antara dua
makhluq hidup atau lebih sehingga para
peserta komunikasi ini mungkin saja
termasuk hewan, tanaman dan bahkan jin.
Dalam
definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni
memberi tahu atau mengubah sikap (attitude) pendapat (opinion) atau
perilaku (behavior). Jadi di tinjau dari segi
si penyampai pernyataan,
komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif lebih
sulit dari pada
komunikasi informatif. Karena
memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang atau sejumlah orang.
C. Fungsi
dan Tujuan Komunikasi
1. Fungsi
Komunikasi
Mudjoto[15]
dalam tekhnik komunikasi yang di kutip
oleh Widjaya menyatakan bahwa fungsi
komunikasi itu meliputi;
a)
Komunikasi merupakan alat suatu organisasi sehingga seluruh kegiatan organisasi
itu dapat diorganisasikan (dipersatukan ) untuk mencapai tujuan tertentu.
b)
Komunikasi merupakan alat untuk
mengubah perilaku para anggota dalam suatu organisasi.
c)
Komunikasi adalah
alat agar informasi dapat di sampaikan kepada seluruh anggota
organisasi.
Deddy
Mulyana[16]
dalam bukunya ilmu komunikasi suatu
pengantar menyebutkan bahwa
fungsi komunikasi ada empat bagian yaitu:
a)
Komunikasi
Sosial
Fungsi
komunikasi sebagai komunikasi sosial
setidaknya mengisyaratkan bahwa
komunikasi itu penting untuk membangun kensep diri kita, aktualisasi diri, untuk
kelangsungan hidup, untuk
memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antar lain lewat
komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota
masyarakat (keluarga, kelompok belajar,
perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara keseluruhan.
b)
Komunikasi Ekspresif
Erat
kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat di lakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis
bertujuan mempengaruhi orang lain, namun
dapat dilakukan sejauh komunikasi
tersebut menjadi insatrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.
Perasaan-perasaan tersebut terutama di komunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal, perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih,
takut, prihatin dan benci dapat di
ungkapkan melalui kata-kata namun terutama lewat perilaku nonverbal.
c)
Komunikasi
Ritual
Erat
kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah
komunikasi ritual yang biasanya di lakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang di sebut para antropolog sebagai rites of passage,
mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, pernikahan dan
masih banyak lagi. Dalam acara-acara
itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus ritus lain seperti berdoa (sholat,
sembahyang, misa), membaca kitab suci,
naik haji, upacara bendera,
upacara wisuda, perayaan lebaran, natal juga termasuk komunikasi ritual. Mereka yang
berpartisipasi dalam bentuk komunikasi
ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa,
negara, ideologi atau agama mereka.
d)
Komunikasi
Instrumental
Komunikasi
instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar,
mendorong, mengubah sikap, dan keyakinan, dan mengubah perilaku, atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur. Bila di ringkas maka kesemua tujuan tersebut dapat
di sebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang bersifat
memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau
informasi yang di sampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. Sebagi
instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan
untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Study
komunikasi membuat kita peka
terhadap berbagai strategi yang dapat
kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik
dengan orang lain demi keuntungan
bersama. Komunikasi berfungsi
sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan. Baik
tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek
misalnya untuk memperoleh pujian,
menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati dan sebagainya. Sedangkan jangka
panjang dapat di raih lewat
keahlian komunikasi, misalnya
keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing, ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan
itu tentu saja berkaitan
dalam arti bahwa berbagai pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat di gunakan
untuk mencapai tujuan jangka
panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan,
penghormatan sosial dan kekayaan.
2. Tujuan
Komunikasi
Mudjito[17]
menyimpulkan bahwa komunikasi bertujuan untuk memberikan pengaruh kepada
seluruh anggota organisasi agar mereka
secara bersama-sama dapat mencapai tujuan organisasi.
Di samping itu, komunikasi juga mengintegrasikan fungsi-fungsi manajemen
(POAC), artinya dengan komunikasi maka organisasi dapat:
a.
Menyebarluaskan tujuan organisasi
b.
Mengembangkan rencana untuk mencapai
tujuan organisasi
c.
Mengorganisasikan sumber-sumber lainnya
agar dapat di manfaatkan lebih fektif dan efisien
d.
Memilih dan menghargai
anggota organisasi yang baik
e.
Memimpin, memotifasi, menciptakan
iklim atau suasana dalam organisasi
sehingga para anggota mau berpartisipasi semaksimal mungkin
f.
Mengontrol perilaku para anggota
organisasi.
D. Sejarah
Perkembangan Komunikasi Kontemporer
Tahapan
perkembangan komunikasi disini adalah perkembangan komunikasi pada masa modern (kontemporer).
Dimana masa kontemporer ini sesungguhnya merupakan fase akhir
(bukan terakhir) dari perkembangan disiplin ilmu ini.
Dalam masa
kontemporer Ilmu Komunikasi telah melewati tiga tahap
perkembangan; Publisistik, Jurnalistik, dan Retorika. Dua yang disebut terakhir
berkembang di Amerika, sedangkan yang pertama ditakdirkan berkembang di Eropa
(Jerman).
Kini
publisistik di Jerman kini diterima
sebagai bagian dari ilmu komunikasi, publisistik dalam arti semula banyak
mempengaruhi konsep-konsep mutakhir tentang komunikasi seperti tampak pada Negt
dan Kluge (1972), Biskey (1976), Habermas (1979) di Eropa, Schiller (1976) dan
Bordenave (1974) di Amerika Latin. Umumnya yang baru disebut namanya dikenal
sebagai aliran radikal dalam ilmu komunikasi, devian dari ‘main stream’.
Bierstedt[18],
dalam menyusun urutan ilmu menganggap jurnalistik sebagai ilmu terapan. Pada tahun 1457 ia
menulis buku yang berjudul Journalism diu
yang semakin mempertegas perkembangan jurnalisme sebagai ilmu (science), bukan
sekedar pengetahun (knowledge). Ditempat yang sama Joseph Pulitzer seorang
tokoh pers kenamaan di Amerika
serikat yang pada tahun 1903 mendambakan
didirikannya “school of journalism”[19]
sebagai lembaga
pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan
para wartawan.
Gagasan Pulitzer
ini mendapat tanggapan positif dari Charles Eliot dan Nicholas Murray
Butler masing-masing Rektor Harvard
University dan Colombia University karena ternyata journalism tidak hanya mempelajari dan meneliti hal-hal yang bersangkutan dengan persurat kabaran semata-mata, tetapi juga media massa lainnya.
Maka journalism berkembang menjadi mass
comunication.
Dalam perkembangan selanjutnya mass
comunication di anggap tidak tepat
lagi karena tidak mencakup proses komunikasi
yang menyeluruh. Penelitian yang di lakukan oleh Paul
Lazarsfeld, Bernard Berelson,
Hazel gaudert, Elihu Kats, dan
para cendikiawan ilmu komunikasi lainnya
menunjukkkan bahwa gejala sosial
yang di akibatkan oleh media massa tidak hanya berlangsung satu tahap tetapi
banyak tahap. Ini di kenal dengan two
step flow comunication dan multi step
flow comunication. Pengambilan keputusan banyak di lakukan atas dasar hasil komunikasi antarpersona (interpersonal communication) sebagai kelanjutan dari komunikasi massa (mass comunication)
Oleh sebab itulah di Amerika serikat muncul communication science atau kadang-kadang di namakan
juga communicology ilmu yang memepelajari gejala-gejala
sosial sebagai akibat dari proses komunikasi massa, komunikasi
kelompok dan komunikasi antar persona. Kebutuhan orang-orang Amerika akan science of communication mulai berkecambah sejak tahun 1940 an disaat seorang sarjana bernama Carl I Hovland menampilkan
definisinya mengenai ilmu komunikasi. Hovland
mendefinisikan science of
communication sebagai;
a systematic attemp to formulate
in rigorous fashion the principle by which information is transmitted and opinions nd attitudes are formad
(Upaya yang sistemik
untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampian informasi serta pembentukan pendapat
dan sikap)[20].
Pada tahun 1967 terbit buku The Communicative Arts And Science Of
Speech yang diracik oleh Keith Brooks. Di dalam buku itu Brooks
berkeyakinan bahwa communicology atau
ilmu komunikasi merupakan integrasi prinsip-prinsip komunikasi yang di ketengahkan para cendikiawan berbagai
disiplin akademik. Komunikasi berarti
juga suatu filsafat komunikasi
yang realistis; suatu program penelitian
sistemik yang mengkaji teori
teorinya, menjembatani kesenjangan dalam
pengetahuan, memberikan penafsiran dan
saling mengabsahkan
penemuan-penemuan yang di
hasilkan disiplin khusus dan program-program penelitian. Komunikologi
merupakan program yang luas yang
mencakup tampa membatasi dirinya sendiri kepentingan-kepentingan atau tekhnik tekhnik setiap
disiplin akademik.
Dalam pada itu
Joseph A Devito[21] dalam bukunya
communicology an introduction
to the study of communication menegaskan bahwa komunikologi
adalah ilmu komunikasi oleh
dan di antar manusia. Seorang komunikolog adalah seorang ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi
dipergunakan untuk menunjukkan
tiga bidang study yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang di komunikasikan, dan study mengenai proses komunikasi.
Departement
Of communication university of
Hawai dalam penerbitan yang dikeluarkan secara khusus menyatakan
communication as a social
scince. Dan di tegaskan di
situ bahwa bidang study ilmu sosial mencakup tiga kriteria:
a)
Bidang study di dasarkan atas teory
b)
Bidang studi di landasi analisis kuantitatif atau empiris
c)
Bidang studi mempunyai tradisi yang di akui.
E. Jenis
Komunikasi Mass Communication
Dari uraian
diatas menunjukkan
bahwa komunikasi adalah suatu bidang ilmu. Dimana ilmu komunikasi ini termasuk ke dalam ilmu sosial
yang meliputi intrapersonal communication, interpersonal, group communication, mass
communication, intercultural communication, dan sebagainya.
Mass
communication merupakan salah satu bidang saja dari
sekian banyak bidang yang
dipelajari dan di teliti oleh ilmu komunikasi. Komunikasi massa terbatas pada proses penyebaran pesan melalui media
massa, yakni surat kabar, radio,
telefisi, film, majalah, dan
buku; tidak mencakup proses
komunikasi tatap muka (face to face communication) yang
juga tidak kurang pentingnya terutama
dalam kehidupan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah disusun suatu ikhtisar mengenai lingkup ilmu
komunikasi di tinjau dari komponennya, bentuknya, sifatnya,
metodenya, tekhniknya, modelnya, bidangnya dan sistiemnya yang penulis tuangkan
secara sistemik dalam table di bawah ini:
Komponen
komunikasi
|
a.
Komunikator (communicator)
b.
Pesan (message)
c.
Media (Media)
d.
Komunikan (communicant)
e.
Efek (effect)
|
Proses komunikasi
|
a.
Proses secara primer
b.
Proses secara sekunder
|
Bentuk Komunikasi
|
a.
Komunikasi Personal (personal communication)
1). Komunikasi
intrapersonal (intrapersonal communication)
2). Komunikasi
antarpersonal (interpersonal communication)
b.
Komunikasi kelompok (group communication)
1). Komunikasi
kelompok kecil (small group
communication) meliputi; Ceramah (lecture), Diskusi panel (panel discussion),
Simposium (symposium), Forum, Seminar, Curahsaran (brainstorming), Dan
lain-lain
2).Komunikasi
kelompok besar (large group communication/public speaking)
|
Komunikasi
massa
|
1)
Pers
2)
Radio
3)
Televisi
4)
Film
5)
Dan lain-lain
|
Komunikasi
Medio
|
1)
Surat
2)
Telepon
3)
Pamflet
4)
Poster
5)
Spanduk
6)
Dan lain-lain
|
Sifat komunikasi
|
a.
Tatap muka (face to face)
b.
Bermedia (mediated)
c.
Verbal (verbal)Lisan (oral)
d.
Tulisan/cetak (written/printed)
e.
Nonverbal (non verbal)
1.
Kial/isyarat
badamiyah (gestural)
2.
Bergambar (pictorial)
|
Metode Komunikasi
|
a.
Jurnalistik (journalism)
1.
Jurnalistik cetak (printed journalism)
2.
Jurnalistik elektronik (elektronic journalism)
* Jurnalistik radio (radio journalism)
*Jurnalistik televisi (television journalism)
b.
Hubungan masyarakat (public relation)
c.
Periklanan (publicyti)
d.
Propaganda
e.
Perang urat syaraf (psychological warfare)
f.
Penerangan
|
Tekhnik komunikasi
|
a.
komunikasi
informatif (informative communication)
b.
komunikasi
persuasif (persuasive communication)
c.
komunikasi
instruktif (instruktive/coersive communication)
d.
hubungan manusiawi (human relation)
|
Tujuan komunikasi
|
a.
Perubahan sikap (attitude change)
b.
Perubahan pendapat (opinion change)
c.
Perubahan perilaku (behavior change)
d.
Perubahan sosial (social change)
|
Fungsi komunikasi
|
a.
Menyampaikan informasi (to inform)
b.
Mendidik (to educate)
c.
Menghibur (to entertain)
d.
Mempengaruhi (to influence)
|
Model komunikasi
|
a.
komunikasi satu tahap (one step flow
communication)
b.
komunikasi dua tahap (two step flow communication)
c.
komunikasi multi tahap (multistep flow
communication)
|
Bidang komunikasi
|
a.
Komunikasi sosial (social communication)
b.
Komunikasimanajemen/organisasional
(management/organizational communication)
c.
Komunikasi perusahaan (business communication)
d.
Komunikasi politik (political communication)
e.
Komunikasi internasional (international
communication)
f.
Komunikasi antar budaya (intercultural
communication)
g.
Komunikasi pembangunan (development communication)
h.
Komunikasi lingkungan (environmental
communication)
i.
Komunikasi tradisional (traditional communication)
|
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Table di atas merupakan ikhtisar
mengenai lingkup ilmu
komunikasi di pandang dari berbagai segi[22] .
sungghpun disatu sisi penulis menyadari bahwa melukiskan ruang lingkup disiplin ilmu yang sudah berkembang bukanlah
hal yang mudah. Hingga saat ini sebetulnya belum ada rung lingkup komunikasi
yang dapat diterima bersama. Para pakar di Amerika yang kerap menyandarkan diri
pada filsafat Pragmatisme jarang berkeinginan untuk mengulas tentang ruang
lingkup.
Disini, tatkala persoalan apakah komunikasi itu
dapat digolongkan ilmu atau tidak dapat mengancam eksistensi lembaga.
Pembicaraan ruang lingkup menjadi esensial . runag lingkup yang baik paling
tidak harus menunjukkan pembidangan yang mutually
exclusive dan menujukkan spesialisasi yang sudah ada dan bakal ada.
Ruang lingkup Laswell sudah memadai akan tetapi
belum terinci. Klasifikasinya lebih cocok untuk membimbing penelitian bukan
untuk merumuskan kurikulum, lebih teoritis dariada praktis. Ruang lingkup gagasan
kurang konsisten dan tidak mutually
exclusive komunikasi masa misalnya sudah disepakati sebagai komunikasi
melalui media masa. Makalah atau ‘gagasan’ memasukkan public relation, pameran,
periklanan, dalam komunikasi masa. PR dapat dilakukan dalam konteks
interpersonal, misalnya dalam hal hubungan kepegawaian atau hubungan dengan
public internal lainnya. Periklanan dapat dilakukan secara interpersonal maupun
masal. Outdoor advertising atau canvassing
jelas tidak masuk komunikasi masa. Pameran jelas sekali bukan komunikasi masa,
kecuali kalau sekilas muncul dalam televise.
F. Paradigma
Komunikasi Kontemporer
Istilah paradigma berasal dari Thomas kuhn[23]
(1970, 1974), yang di gunakan tidak
kurang dari 21 cara yang berbeda. Namun Robert Fredrichs[24]
(1970) berhasil merumuskan paradigma itu
secara jelas sebagai suatu
pandanagn mendasar dari suatu
disiplin ilmu teantang apa yang
menjadi pokok persoalan (subyek matter)
yang semestinya dipelajari.
Kuhn melihat
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukanlah terjadi secara kumulatif,
tetapi terjadi secara revolutif. Dalam masa tertentu ilmu sosial di dominasi
oleh suatu paradigma. Kemudian
terjadi pergantian dominasi paradigma,
dari paradigma lama yang memudar kepada paradigma baru. Dalam hal ini paradigma baru bukanlah kelanjutan dari paradigma lama.
Sosiologi misalnya dalam perkembangannya memiliki
tiga paradigma yang berbeda satu dengan
yang lain, yaitu paradigma (1) fakta sosial, (2) definisi sosial dan (3)
perilaku sosial.
Ditempat berbeda Guba menjelaskan paradigma sebagai “…a set of basic belief (or metaphysic) that diels with ultimits or
first principle …a world view that defines, for its holder, at the nature of
the world.[25]
Oleh karena itu paradigma berperan vital dalam melihat setiap kajian atau
penelitian. Sebab hal ini berkaitan dengan aspek filosofis dalam melihat
kompleksitas fenomena.
Dilihat dari beberapa paradigma yang selama ini
berkembang AS. Hikam
menjelaskan perjalanan paradigma dibagi menjadi tiga bagian[26];
a.
pertama,
Paradigma Positivisme-empiris oleh penganut aliran ini bahasa dipandang sebagai
jembatan antara manusia dengan obyek diluar dirinya. Salah satu ciri dari
paradigma ini adalah pemisahan antara pemikiran dengan realitas. Dalam
kaitannya dengan analisis wacana konsekuensi logis dari pemikiran ini adalah
orang tidak perlu mengetahui makna-makna subyektif atau nilai yang mendasari
pernyataannya sebab yang terpenting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan
secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik.
b.
Kedua
adalah
paradigma Konstruktivisme. Paradigma ini banyak dipengaruhi oleh pandangan
fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme yang memisahkan subyek dan
obyek bahasa. Dalam pandangan paradigma ini bahasa tidak lagi hanya dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas obyektif belaka dan yang dipisahkan dari
subyek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subyek
sebagi faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.
c.
Ketiga
adalah Paradigma Kritis. Paradigma ini hanya sebatas memenuhi kekurangan yang
ada dalam paradigma konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi
dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti
ditulis AS. Hikam paradigma Konstruktivisme masih belum menganalisa
faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana yang pada
gilirannya berperan sebagai pembentuk jenis-jenis subyek tertentu berikut
perilaku-perilakunya. Paradigma ini bersumber pada pemikiran Frankfurt School, yang berusaha
mengkritisi pandangan konstruktivis. Ia bersumber dari gagasan Marx dan Hegel
jauh sebelum sekolah Frankfurt berdiri.[27]
Berikut ini
beberapa pemahaman mengenai paradigm komunikasi menurut para ahli adalah sebagai
berikut :
1. Paradigma
Multi (Multi Paradigma)
Komunikasi
yang memiliki multi
makna dan multi definisi telah menyuguhkan cara pandang (frame) yang beragam, terutama dalam mengkopseptualisasaikan komunikasi sebagai suatu di siplin ilmu yang bersifat eklektif (menggabungkan beberapa disiplin).
Sifat
eklektif ini telah di lukiskan oleh Wilburn Scramm[28]
sebagai jalan simpang yang paling ramai
dengan segala disiplin yang melintasinya. Sejak semula para pakar
acapkali mengkaji komunikasi manusia dengan menggunakan (secara
terang-terangan) konsep, teori dan model ilmu fisika, psikologi dan sosiologi,
sejarah, bahasa, dan sebagainya.
Tidak
mengherankan bila hingga saat ini masih banyak
kalangan luar yang meragukan
komunikasi sebagai disiplin ilmu sendiri. Bahkan ada dari kalangan psikologi
atau sosiologi yang masih merasa
komunikasi manusia sebagai bagian dari disiplinnya. Mereka
kurang memahami bahwa kajian
komunikasi memang telah
meminjam dari berbagai disiplin
dan telah meracik dan mengolahnya sendiri menjadi suatu
konsep atau teori sehingga sangat bersifat eklektif.
Para
pakar komunikasi merupakan kelompok yang mempunyai ikatan yang sangat “longgar”, dan malah di dalamnya
terdapat fraksi-fraksi dengan paradigma masing-masing. Itulah serbabnya
Feyerabend (1975) menyebut komunikasi
sebagai ilmu yang di tandai oleh
paradigma yang multi muka.
Multi
paradigma seperti ini, bukanlah hal yang khas komunikasi, karena hampir seluruh disiplin dalam ilmu sosial, berparadigma ganda. Hal ini bukanlah suatu hal yang perlu di sesalkan, tetapi sebaliknya
merupakan kekuatan ilmu sosial yang
membedakannya dengan ilmu alam.
2. Paradigma
Lama dan Baru
Sebagaimana
tesis Kuhn (1970,1974) di atas bahwa
ilmu tidak berkembang secara kumulatif melainkan secara revolutif,
maka ilmu Komunikasi mengalami hal serupa. Sejak awal
perkembangannya hingga tahun 1970-an ilmu komunikasi di dominasi oleh paradigma
tertentu yang kemudian digeser secara
pasti oleh paradigma lain. Terkait hal ini penulis mencatat dua paradigma yang
dapat di sebut sebagai paradigma lama dan
paradigma baru.
B.Aubrey
fisher seorang pakar komunikasi yang terkenal dalam dekade terakhir, telah berhasil mencatat adanya beberapa paradigma yang berkembang
pada beberapa dekade terakhir ini dalam ilmu komunikasi sesuai judul buku perspective on human communication[29].
Yang terbit untuk kali pertama pada tahun 1978, Fisher tidak menggunakan istilah paradigma
melainkan ‘persperktif’, karena menurutnya istilah paradigma dari Kuhn
itu telah di tafsirkan secara
berlain-lainan sehingga mencegah
penggunaannya yang netral.
Namun
apa yang dimaksud dengan paradigma
itu kurang lebih sama dengan perspektif. Fisher mengakui bahwa perspektif dalam arti pandangan yang realistis tidak
mungkin lengkap, sebab dari sebagaian fenomena yang sedang di lihat itu hilang dan yang lainnya mengalami distorsi. Namun itulah hakekat perspektif, justru itu perspektif boleh di artikan sebagai pendekatan, strategi
intelektual kerangka konseptual dan paradigma. Dalam hal ini ia merangkum
kajian komunikasi selama ini ke
dalam empat perspektif yang
penting yaitu; perspektif mekanistis,
psikologi, interaksional dan pragmatis.
Adanya
ke empat perspektif itu telah menunjukkan bahwa komunikasi sebagai suatu
kajian di warnai oleh
multi paradigma. Hal ini membawa konsekuensi yang multi ragam pula pada
metode pengkajian (peneltian) bagi komunikasi. Artinya metode penelitian
komunikasi tidak hanya eksperimental,
tetapi boleh juga historis, kontekstual, eksploratif, fenomenologis, diskriptif
dan sebagainya. Demikian pula boleh
kualitatif maupun kuantitatif.
3. Paradigma
Mekanistis
Model
mekanistis telah mengalami perkembangan yang tidak saja menarik akan tetapi
juga telah membesarkan ilmu komunikasi. Paradigma atau perspektif dari model mekanistis dalam komunikasi adalah yang paling lama dan paling banyak dan paling
luas dianut sampai sekarang. Banyak study yang telah di lakukan dan banyak buku yang telah di terbitkan
sehingga pengaruhnya sangat kuat dan meluas, bukan saja di kalangan masyarakat akademik, tetapi juga di
kalangan masyarakat luas.
Meskipun
paradigma ini telah memudar dikalangan pakar ilmu komunikasi, dan telah timbul
kekecewaan terhadap hasil study yang dahulunya populer, namun di Indonesian
kepercayaan terhadap model ini masih
cukup kuat. Di samping itu paradigma ini
telah berkembang jauh, baik secara maupun revolusi melalui pergumulan
yang seru dari pendekar-pendekarnya. Hal ini terlihat dari banyaknya teori dan model yang beragam dari perspektif ini. Justru itu
model ini masih tetap penting sebagai bahan studi dalam komunikasi. Dasar berpikir penganut
mekanistis perlu di pahami, karena paradigma baru yang berkembang kemudian
sangat bertentangan dengan cara berfikir ini.
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Istilah
komunikasi berasal dari kata communis yang berarti sama. Sama dalam arti
maknanya. Berkomunikasi berarti mempunyai tujuan untuk punya arti yang sama.
Kajian komunikasi dari sudut pandang filsafat ilmu komunikasi dimaksudkan agar
pemahaman terhadap proses komunikasi bersifat radikal atau mendalam, sistematis
dan menyeluruh. Kajian ini dimaksudkan untuk mendapatkan esensi atau hakikat
komunikasi. Pernyataan ini adalah pesan. Sebelum pesan sampai pada khalayak
atau penerima pesan, haruslah dilakukan pertimbangan.[30]
Definisi
mengenai ilmu komunikasi
kontemporer, menurut hemat penulis lebih tepat apa yang dikemukakan oleh Carl
I Hovland dalam science of
communication
sebagai;
a systematic attemp to formulate
in rigorous fashion the principle by which information is transmitted and opinions nd attitudes are formad
(Upaya yang sistemik
untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap)[31].
DAFTAR
PUSTAKA
o
Onong
Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek, Rosda Karya, Bandung, 2004
o
Tasmara,
Toto, 1997, Komunikasi Dakwah,
Jakarta: Gaya Media Pratama,
o
Wilbur
Schramn, Men Message and Media,
Horper and Row, New York, 1973,
o
Liliweri,
Alo, Komunikasi Verbal dan Non Verbal,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994
o
Dedy
Mulyana, Nuansa-nuansa Komunikasi; Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi
Masyarakat Kontemporer, Rosda Karya, Bandung, 2001.
o
Widjaya,
H.A.W, 1986, Komunikasi Dan Hubungan
Masyarakat, Jakarta: Bina aksara
o
Mulyana,
Deddy, 2002, Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya
o
Dedy
Jamaluddin Malik, Melacak Perjalanan Ilmu
Komunikasi Menuju Paradigma Baru, dalam kumpulan tulisan, Berbagai Aspek Ilmu
Komunikasi, Riyono Pratikto (ed), Remaja Karya, Bandung, 1982,
o
Bradley
Duane, 1971, The Newspaper: Its Place In
A Democracy, New York: Pyramid Communication Inc.,
o
Joseph
A Devito, Communicology an introduction
to the study of communication, Harper & Row, New York, 1976,
o
Kuhn
Thomas, The Structure of Scientific
Revolution, Rosda Karya, Bandung, 2000,
o
Russell.
Bertrand, Sejarah Filsafat Barat,
kaitanya dengan kondisi social politik dari zaman kuno hingga sekarang,
Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2002,
o
Eriyanto,
Analisis Wacana “Pengantar Analisis Teks
Media”. LkiS, Jogjakarta, 2001,
o
Lukman
Hakim, Revolusi Sistemik Solusi Stagnasi
Reformasi Dalam Bingkai Sosialisme Relegius, Kreasi Wacana, Jogjakarta,
2003
o
Warner
J Severin & James W Tankard Jr., Communication
Theories, Origins, Metode, and Uses in The Mass Media, 2001,
o
Sugeng
Harianto (ter) Teori Komunikasi, Sejarah,
Metode dan Terapan Di Dalam Media Masa, Kencana, Jakarta, 2005
o
Tanen,
Deborah, 1996, Seni Komunikasi Efektif,
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
o
Made
Pidarta 2009. Landasan Kependidikan:
Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,
o
Surajiyo.
2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara,
o
Suriasumantri,
Jujun S.2007. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
o
Tommy,
Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi, Media Presindo, Jogjakarta, 2006
o
Cal
W. Downs, dalam Tulisannya yang berjudul; “Professional
Communication in Asia/Pacific Organisations: A Comparative Study” Goteborg, Sweden 1998.
o
The Liang Gie. (1991) Pengantar Filsafat
Ilmu. Yogyakarta : Liberty.
o
Semiawan,
Conny et al.
(1998) Dimensi Kreatif
dalam Filsafat Ilmu. Bandung : CV Remaja Karya.
o
Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat
Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta
[1] Made Pidarta 2009.
Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta, hlm.77
[2] Surajiyo. 2008.Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara, hlm.26
[3] Suriasumantri, Jujun S.2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm.119
[5] Cal W. Downs, dalam Tulisannya yang berjudul; “Professional Communication in Asia/Pacific
Organisations: A Comparative Study” yang dipresentasikan pada Simposium
Intercultural Communication di Goteborg, Sweden 26-28 November 1998 Cal W.
Downs menunjukkan pentingnya komunikasi dengan mengutip pernyataan Ticehurst
and Ross-Smith yang mengatakan; “professional communication as intentional
communication that has the objective of achieving strategic goals within
organisational or professional contexts (1998), Dia melanjutkan “The development and maintenance of the
linkage between communication and strategic goals of an organisation is the
responsibility of the professional communicator. Linking professional
communication with strategy is crucial to the way we think about professional
communication, and the way we practice it.” hal.3
[6] The Liang Gie. (1991) Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta :
Liberty. Hal.58
[7] Semiawan, Conny et
al. (1998) Dimensi
Kreatif dalam Filsafat
Ilmu. Bandung : CV Remaja Karya. Hal.45
[8] Jujun S. Suriasumantri. (2005) Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta : Sinar Harapan. Hal.33-34
[9] Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius
Yogyakarta. Hal.33
[19]
Walaupun demikian pelopor media untuk kali pertama adalah Johann Gutenberg yang
mencetak informasi untuk pertama kali sehingga melahirkan komunikasi massa. Inilah peristiwa
yang mengubah wajah eropa pada abad 15. Lih; Bradley Duane, 1971, The Newspaper: Its Place In A Democracy,
New York:
Pyramid Communication Inc., hal; 143
[20]
Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan obyek studi ilmu komunikasi
bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum
(public opinion) dan sikap public (public atticude) yang dalam kehidupan social
dan kehidupan politik memainkan peranan yang sangat penting, lih; Onong Uchjana
Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, Rosda Karya, Bandung, 2004, hal; 10
[23]
Kuhn menjelaskan bahwa perkembangan suatu ilmu pengetahuan tidak mungkin
terlepas dari perubahan paradigma yang mendasarinya. Sementara setiap
pertumbuhan ilmu melalui beberapa proses yaitu Paradigma I, Normal science,
anomaly, krisis dan revolusi ilmu, yang diakhiri dengan paradigma II. Dalam
Kuhn Thomas, The Structure of Scientific Revolution, Rosda Karya, Bandung, 2000, hal; 57
[27] Untuk
mengetahui lebih jauh tentang maksud Marx lihat Frans Magni Suseno, Filsafat
sebagai ilmu kritis, Kanisius, Jogjakarta,
1992, hal:164 atau dapat juga dilihat di Lukman Hakim, Revolusi Sistemik Solusi Stagnasi Reformasi Dalam Bingkai Sosialisme
Relegius, Kreasi Wacana, Jogjakarta,
2003, hal; 245
[31]
Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan obyek studi ilmu
komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan
pendapat umum (public opinion) dan sikap public (public atticude) yang dalam
kehidupan social dan kehidupan politik memainkan peranan yang sangat penting,
lih; Onong Uchjana Effendy, Ilmu
Komunikasi Teori dan Praktek, Rosda Karya, Bandung, 2004, hal; 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar