Rabu, 27 Juli 2016

Analisis Masalah Hukum Industri dan Peran Pemerintah dalam Mengatur Perindustrian di Indonesia






A.    Pendahuluan
Sistem hukum industri memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks serta multidisciplinary, yaitu menyangkut anasir-anasir berikut:[1]
-          Hukum sebagai sarana pembaharuan/ pembangunan di bidang industri dalam perspektif ilmu-ilmu yang lain.
-          Hukum industri dalam sistem kawasan berdasarkan hukum tata ruang.
-          Hukum industri dalam sistem perizinan yang bersifat lintas lembaga dan yurisdiksi hukum industri dalam perspektif global dan local
-          Hukum alih teknologi, desain produksi dan hukum konstruksi serta standardisasi
-          Masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industry
-          Pergeseran budaya hukum dari command and control ke self-regulatory system untuk mengurangi ongkos birokrasi
Pengaturan hukum industri selain meningkatkan perekonomian tetapi juga untuk mencegah kecurangan dari pihak-pihak kelompok industri yang dapat merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar. Seperti halnya ilegal logging, pembuangan limbah zat beracun, rekayasa pengolahan pangan, dll.
Pada pasal 2 UU no 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada :
-          Demokrasi ekonomi, dimana sedapat mungkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan koperasi jangan sampai memonopoli suatu produk.
-          Kepercayaan pada diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembangunan industri.
-          Manfaat di mana landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat.
-          Kelestarian lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan antara sumber daya alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan generasi muda.
-          Pembangunan bangsa dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi

B.     Permasalahan
Adapun permasalahan dari hukum industri dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.          Bagaimanakah undang-undang mengatur hukum perindustrian di indonesia ?
2.          Bagaimanakah analisis hukum perindustrian di indonesia ?

C.    Undang-Undang Perindustrian Di Indonesia
Di indonesia Hukum Industri telah diatur dalam undang-undang perindustrian dan telah diterapkan dan menjadi sebuah persyaratan atau legalisasi pada setiap usaha perindustrian baik industri rumah tangga ataupun perusahaan. Dalam Undang-Undang no. 5 tahun 1984 yang dimaksud dengan perindustrian adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri. Industri adalah proses ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, dan bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Kemudian pada pasal 2 uu no 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada demokrasi ekonomi, kepercayaan pada diri sendiri, manfaat, kelestarian lingkungan hidup, dan pembangunan bangsa.
Sedangkan mengenai tujuan industri diatur dalam pasal 3 dimana terdapat 8 tujuan industri diantaranya, meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan kemampuan dan penguasaan terhadap tehnologi yang tepat guna, meningkatnya kemampuan dari lapisan masyarakat, memperluas lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa, sebagai penunjang pembangunan daerah, serta di harapkan stabilitas nasional akan terwujud. Setelah itu dalam pasal 4 uu. No.5 tahun1984 diatur mengenai masalah cabang industri.
Dimana berkaitan dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa setiap cabang industri dikuasai oleh Negara. Penguasaan Negara ini dimaksudkan agar tidak ada monopoli nmaun digunakakan sebagi kemantapan stabilitas nasional. Pasal 5 uu. No.5 tahun 1984 mengatur mengenai bidang usaha dan jenis indutri, dimana pemerintah mengelompokan industri dalam tiga jenis industri yakni industri kecil termasuk didalamnya keterampilan tradisional dan pengerajin yang menghasilkan benda seni. Selain industri kecil pemerintah juga menetapkan industri khusus untuk penanaman modal. Untuk pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri diatur dalam pasal 7 uu no.5 tahun1984, dan mengenai izin usaha ditentukan dalam pasal 13 uu. No.5 tahun1984, serta mengenai penyampaian informasi industri diatur dalam pasal 14 uu. No 5 tahun 1984.

D.    Analisis Ilmiah Hukum Perindustrian di Indonesia
a.      Potret masalah industri dan konsep pembangunan industri
Gambaran empiris tentang land market dan lokasi industri melibatkan berbagai faktor seperti masalah pertanahan, perburuhan/ tenaga kerja, modal, ekologi dan lain-lain. Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam bidang ini antara lain adalah seperti pilihan lokasi industri yang dikaitkan dengan harga tanah, ketersediaan infrastruktur, konsumen dan respon masyarakat sekitar.  Hal tersebut utamanya adalah dari perspektif pengusaha yang dituntut untuk memaksimalkan profit dan shareholder value.
Pemerintah (host government) seyogianya tidak boleh hanya terpaku pada perspektif dan sudut pandang pengusaha semata, tetapi harus tetap dalam koridor misinya untuk mensejahterakan rakyat. Pemerintahan yang cerdas harus dapat memanfaatkan investasi yang masuk ke negaranya untuk menata dan merestrukturisasi perimbangan perekonomian masyarakat. Hal ini dapat dilakukan apabila pemerintah suatu negara memiliki visi yang jelas dalam tahapan maupun pilihan industri yang akan dikembangkan (center of excellence).
Pemerintah memiliki legitimasi dan instrumen yang memadai untuk hal itu dalam bentuk antara lain :
a)      Pembuatan aturan yang dapat memberikan insentif atau disinsentif fiskal untuk pengendalian harga tanah di lokasi tertentu
b)      Penyebaran sentra-sentra pembangunan (developing growth center)
c)      Insentif finansial sebagai upaya untuk mendorong pembangunan kawasan yang dikehendaki
d)     Penegakan hukum secara tegas dan bijaksana.
Hal-hal tersebut di atas akan dapat diwujudkan apabila Pemerintah dapat bersinergi secara positif dengan dunia usaha (di Indonesia misalnya diwakili oleh asosiasi KADIN), mendapatkan legitimasi dan dukungan kuat dari suprastruktur serta amanah dalam menjalankan mandat demokratis yang melandasi pemerintahannya. Skala prioritas mutlak diperlukan untuk fokus  kepada jenis industri tertentu yang pada gilirannya diharapkan dapat menjadi penggerak dan stimulan untuk pengembangan geliat sektor ekonomi lainnya. 

b.      Sistem Produksi berdasarkan sistem ekonomi global dan karakter lokal
Sistem ekonomi global dalam tataran implementasinya seperti penanaman modal asing tetap tunduk kepada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah lokal dan nasional. Hanya, sebagaimana telah diungkapkan pada bab sebelumnya, aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah setempat harus memperhatikan standar, konvensi dan aturan umum yang berlaku dalam tata perdangangan dunia seperti yang dianut berdasarkan GATT dan WTO rules and regulations.
Aturan-aturan lokal yang harus diikuti antara lain adalah seperti menyangkut perizinan industri, proses AMDAL, penyesuaian dengan tata ruang dan aturan khusus industri baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Apabila suatu usaha industri PMA memperoleh pinjaman dari sindikasi keuangan Internasional, maka selain dengan aturan yang dibuat host country, Perusahaan tersebut pun harus tunduk pada covenant dan terms and conditions yang terkait dengan loan itu.
Beberapa covenants dan terms and conditions yang dewasa ini telah diperkenalkan secara intensif antara lain adalah :
-          Transparansi pengelolaan dan bebas dari bribery and unethical conduct
-          Audit lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar dalam bentuk pelibatan ataupun community development
-          Third party claim on damages serta strict liability atas kasus kasus tertentu yang membahayakan konsumen.Asas penting lainnya dalam sistem produksi global adalah jaminan, perlindungan, konsistensi dan kesetaraan hukum yang harus dibuat dan dijaga penerapannya oleh Host Government baik kepada investor asing maupun mitra lokalnya.

c.       Wilayah Industri dan konsep kawasan Industri
Definisi konsep wilayah industri, menurut  Industrial  Development   Handbook  dari ULI ( The Urban Land Institute), Washington DC (1975)[2], kawasan industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri atas peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya.
 Istilah kawasan industri di Indonesia  masih relatif baru. Istilah tersebut digunakan untuk mengungkapkan suatu pengertian tempat pemusatan kelompok perusahaan industri dalam suatu areal tersendiri. Kawasan industri dimaksudkan sebagai padanan atas industrial estates. Sebelumnya, pengelompokan industri demikian disebut “ lingkungan industri”.
Menurut Sadono Sukirno[3], menarik tidaknya sesuatu daerah sebagai pusat pertumbuhan, dan sebagai pusat industrialisasi yang baru, tergantung kepada faktor-faktor berikut : keadaan prasarana, keadaan pasar, dan keadaan beberapa jenis external economies yang tersedia. Dengan adanya prasarana yang baik sesuatu industri dapat dengan mudah berhubungan dengan berbagai tempat di daerah itu, dengan daerah lain dan ke luar negeri; menghemat ongkos pengangkutan dalam pengangkutan bahan mentah dan hasil produksinya; dan memungkinkan mengurangi jumlah investasi modalnya.
Berdasarkan kepada hubungan sesuatu industri dengan pasarnya, berbagai industri dapat dibedakan dalam 3 golongan, yaitu industri yang mendekat ke bahan mentah (resource oriented industry), industri yang mendekat kepada pasarnya (market oriented industry), dan industri yang letaknya netral terhadap pasar maupun bahan mentah (foot-loose industry).
Industri golongan pertama, bagi industri yang termasuk dalam golongan  pertama yang terutama terdiri dari industri yang memproses bahan pertanian dan hasil industri primer lainnya, menarik tidaknya sesuatu daerah terutama ditentukan apakah di daerah tersebut terdapat bahan mentah yang diperlukannya. Tersedianya bahan mentah dengan harga yang murah telah memberikan dorongan yang besar sekali kepada industri yang bersangkutan untuk mengembangkan usahanya, dan dengan demikian mengurangi perangsang fiskal dan keuangan.
Industri golongan kedua, yang pada umumnya merupakan industri bahan makanan yang tidak tahan lama atau industri jasa-jasa, menarik tidaknya sesuatu daerah terutama tergantung pada apakah daerah tersebut tersedia pasar yang cukup bagi kegiatan industri tersebut, dengan demikian maka perangsang fiskal dan keuangan yang akan diberikan dapat dikurangi.
Industri golongan ketiga, yang pada umumnya terdiri dari industri pengolahan (manufakturing) menghadapi persoalan yang sedikit berbeda yaitu efisiensinya tidak tergantung pada tersedianya pasar atau bahan mentah di daerah tersebut. Dalam keadaan demikian industri tersebut mempunyai lebih banyak kebebasan dalam menentukan lokasi dari  industrinya dan perangsang yang disediakan mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap keputusan mereka untuk menentukan lokasi dari industrinya.
Dengan demikian apabila pengembangan industri daerah terutama adalah dengan tujuan untuk menarik industri-industri yang netral terhadap pasar dan bahan mentah (foot-loose industry), perangsang fiskal dan keuangan memegang peranan yang cukup penting dalam usaha tersebut dan lebih penting adalah jenis industri lainnya yang akan ditingkat pengembangannya.

d.      Industri dalam hubungannya dengan SDA dan lingkungan hidup
Amdal dalam sistem Perijinan Dalam Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa AMDAL atau Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan; AMDAL dalam sistem perijinan merupakan pendekatan dalam sistem perizinan industri yang bersifat kompleks. Ruang lingkup dan cakupan AMDAL meliputi :
-          Sistem pelaporan sebagai sarana pemantauan kinerja kegiatan
-          Pemantauan oleh perusahaan, instansi Pemerintahdan masyarakat
-          Laporan berkala sebagai alat evaluasi kinerja perusahaan kepada stakeholders
-          Laporan dan tanggungjawab publik
-          Compliance monitoring dan pengembangan kebijakan.
Terhadap jenis usaha tertentu hanya akan diberikan izin usaha apabila telah melewati dan memperoleh persyaratan AMDAL. Persyaratan tersebut mengandung sejumlah standar yang dapat diuji secara ilmiah dan harus dimonitor secara berkala pelaksanaannya.
Dari analisis cost benefit, AMDAL sebaiknya tidak semata-mata dipandang sebagai cost dan kerumitan birokrasi, tetapi juga adalah merupakan asset karena penataan dan pengelolaan lingkungan yang baik akan menjamin dapat beroperasinya secara sustainabel suatu Perusahaan untuk jangka panjang.
Sedangkan apabila ada pelanggaran yang signifikan, selain izin usaha dapat dicabut, secara pidana dapat dikenai tuntutan perusakan lingkungan, dan secara perdata sesuai pasal 35 dapat dikenai strict liability dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

e.       Tanggungjawab Negara dalam resource-based industry
Resource-based industry adalah industri yang bertumpu kepada kekayaan alam atau sumber daya yang ada pada suatu negara. Sumber daya tersebut ada yang bersifat terbarukan (renewable resources dan ada yang bersifat tidak terbarukan (non renewable resources). Contoh-contoh industri yang bertumpu pada sumber daya antara lain adalah yang bergerak di bidang pertambangan, kehutanan dan perikanan. Resource-based industry memiliki setidak-tidaknya dua ciri dasar yaitu:
1.      Industri tersebut adalah bersifat jangka panjang, padat modal
2.      Industri tersebut rawan terhadap kerusakan lingkungan
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah sebagai pemegang mandat dan amanat demokrasi mengemban tugas yang harus dapat mengotimalkan ketiga simpul berikut :
1.      Menjaga iklim investasi yang kondusif
2.      Menjaga keseimbangan dan kepentingan masyarakat lokal, regional dan nasional
3.      Membuka peluang usaha untuk tetap sustainabel dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Untuk dapat mengemban tugas dan tanggung jawab di atas maka dari sisi Perundang-undangan Pemerintah perlu mempersiapkan peraturan yang terkait dengan :
1.      Pokok-pokok industri
2.      Pengelolaan lingkungan hidup
3.      Mekanisme penyelesaian sengketa baik melalui litigasi atau alternative dispute resolution
Sebagai host government yang bertanggungjawab, Pemerintah juga harus mampu melindungi modal asing yang masuk di negaranya, tanpa harus memberikan pemihakan berlebihan kepada modal asing yang membuat masyarakat sekitar teralineasi, terpinggirkan dan teralineasi. Keseimbangan yang demikianlah diharapkan dari Pemerintah sebagai fasilitator dalam perekonomian Nasional.

f.       Tantangan dan Peluang
1.          Sumber Modal
Kegiatan Industri apapun termasuk pembangunannya memerlukan modal. Modal merupakan faktor yang amat penting di dalam setiap kegiatan usaha, karena modal merupakan sumber energi baik untuk kelangsungan, pengembangan, maupun pertumbuhan usaha[4] . untuk itu diperlukan adanya kegiatan investasi yang dapat menjadi sumber modal bagi kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Dalam perindustrian di Indonesia, investasi modal asing dipakai sebagai pelengkap untuk menutup kekurangan modal yang berasal dari dalam negeri, karena negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia dalam melaksanaan pembangunan industri sangat membutuhkan masuknya modal asing, dikarenakan modal nasional tidak mencukupi. Dengan adanya investasi ini diharapkan kegiatan perindustrian di Indonesia dapat dilaksanakan dan dapat meningkatkan produksi, serta dapat menggali potensi ekonomi yang ada menjadi ekonomi riil. Dengan demikian investasi juga bermanfaat bagi kepentingan pembangunan nasional dan daerah.
2.        Menambah Lapangan Kerja
Kegiatan perindustrian mempunyai arti penting pula di dalam penyerapan tenaga kerja, karena dengan berjalannya perindustrian, baik nasional maupun asing, akan meningkatkan kegiatan atau menghidupkan kembali sektor riil. Sehingga akan menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan kerja baru dalam bidang Industri, serta mengurangi penggangguran.
Agar harapan pemerintah ini terlaksana, maka perindustrian diarahkan supaya dapat memberikan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, membuka lapangan kerja baru, serta tidak mendorong kegiatan ekonomi yang padat modal yang dapat menyaingi kegiatan yang dapat dilakanakan secara padat karya[5]
3.          Alih Teknologi
Kemampuan teknologi (technological capability) atau penguasaan teknologi (technological mastery) dalm perindustrian merupakan kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif yang dapat dicapai melalui upaya teknologis (technological effort)[6].
Upaya teknologi merupakan usaha sungguh-sungguh untuk menggunakan informasi teknologi yang tersedia, dan mengakumulasikan pengetahuan teknologi yang diperoleh untuk memilih, membaurkan, dan menyesuaikan teknologi yang ada dan / atau menciptakan teknologi baru. Upaya teknologi itu diperlukan untuk :
1)      menilai dan memilih teknologi;
2)      memperoleh dan menjalankan proses produksi serta menghasilkan barang-barang;
3)      mengelola perubahan dalam produk-produk, proses-proses produksi, pengaturan prosedural organisatoris;
4)      menciptakan teknologi baru.
Konsep alih teknologi dapat dibedakan antara tingkat nasional dan perusahaan. Ditingkat nasional, terdapat empat macam konsep alih teknologi, yakni[7]:
1)      Alih teknologi secara geografis.
Konsep ini menganggap alih teknologi telah terjadi jika teknologi tersebut telah digunakan di tempat baru. Sember-sumber masukan sama sekali tidak diperhatikan. Sebagai contoh adalah, sekalipun pabrik dijalankan seluruhnya oleh tenaga kerja asing, namun sepanjang lokasinya berada di tempat baru, berarti alih teknologi telah terjadi di negara penerima teknologi.
2)      Alih teknologi kepada tenaga kerja lokal.
Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika tenaga kerja lokal sudah mampu menangani teknologi impor dengan efisien. Alih teknologi terjadi jika mereka telah dapat menjalankan mesin, menyiapkan skema masukan-keluaran, dan merencanakan penjualan. Konsep ini sesuai dengan kemampuan operasional di tingkat perusahaan.
3)      Transmisi dan difusi teknologi.
Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika teknologi menyebar ke unit-unit produksi lokal lainnya di negara penerima teknologi. Hal ini dapat terjadi melalui program sub contracting dan usaha diseminasi lainnya.
4)      Pengembangan dan adaptasi teknologi.
Dalam konsep ini, alih teknologi  baru terjadi jika tenaga kerja lokal yang memahami teknologi tersebut mulai dapat mengadaptasi untuk keperluan-keperluan spesifik setempat atau dapat memodifikasinya untuk berbagai keperluan. Dalam kasus-kasus yang berhasil, tenaga kerja lokal dapat mengembangkan teknik  baru berdasarkan teknologi impor tersebut.

E.     Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwasannya, Hukum Industri menjadi pemacu peningkatan pembangunan bangsa dan negara karena secara proaktif pemerintah melindungi perusahaan dan pekerja demi kelancaran proses industri di dalamnya.

F.     Daftar Pustaka
Roetanto W. Dirdjojuwono, Kawasan Industri Indonesia, Pustaka Wirausaha Muda, Bogor 2004.
Sadono Sukirno, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah, FE UI, Jakarta, 1976.
Sri Redjeki, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, 2000.
Sumantoro, Peranan Perusahaan Multinasional Dalam Pembangunan Negara Sedang Berkembang Dan Implikasinya Di Indonesia, Alumni Bandung, 1983.
Thee Kiang Wie, Pengembangan Kemapuan teknologi Industri di Indonesia , Jakarta : UI Press, 1997.




[1] http://sucitaswir13.blogspot.co.id/2015/03/definisi-dan-istilah-hukum-industri.html
[2] Roetanto W. Dirdjojuwono, Kawasan Industri Indonesia, Pustaka Wirausaha Muda, Bogor 2004 hal: 2
[3] Sadono Sukirno, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah, FE UI, Jakarta, 1976, Hal: 71-72
[4] Sri Redjeki Hartono, Opcit, hal :1
[5] Sumantoro, Kegiatan Perusahaan Multinasinal, opcit, hal : 8-9
[6] Thee Kiang Wie, Pengembangan Kemapuan teknologi Industri di Indonesia , Jakarta : UI Press, 1997, hlm 8.
[7] Op cit, hlm 211

Tidak ada komentar:

Persyaratan Hak & Kewajiban Guru

BAB I PENDAHULUAN A.       LATAR BELAKANG MASALAH Di dalam   masyarakat tedapat bermacam-macam pekerjaan, seperti dokter, penga...