A.
Pendahuluan
Sistem hukum industri
memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks serta multidisciplinary, yaitu
menyangkut anasir-anasir berikut:[1]
-
Hukum sebagai sarana pembaharuan/
pembangunan di bidang industri dalam perspektif ilmu-ilmu yang lain.
-
Hukum industri dalam sistem kawasan
berdasarkan hukum tata ruang.
-
Hukum industri dalam sistem perizinan
yang bersifat lintas lembaga dan yurisdiksi hukum industri dalam perspektif
global dan local
-
Hukum alih teknologi, desain produksi
dan hukum konstruksi serta standardisasi
-
Masalah tanggungjawab dalam sistem hukum
industry
-
Pergeseran budaya hukum dari command and control ke self-regulatory system untuk mengurangi
ongkos birokrasi
Pengaturan hukum
industri selain meningkatkan perekonomian tetapi juga untuk mencegah kecurangan
dari pihak-pihak kelompok industri yang dapat merugikan masyarakat dan
lingkungan sekitar. Seperti halnya ilegal logging, pembuangan limbah zat
beracun, rekayasa pengolahan pangan, dll.
Pada pasal 2 UU no 5
tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana
landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada :
-
Demokrasi ekonomi, dimana sedapat
mungkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan koperasi jangan sampai
memonopoli suatu produk.
-
Kepercayaan pada diri sendiri, landasan
ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan percaya pada kemampuan
diri untuk dalam pembangunan industri.
-
Manfaat di mana landasan ini mengacu
pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
masyarakat.
-
Kelestarian lingkungan hidup pada
prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan antara sumber daya
alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan generasi muda.
-
Pembangunan bangsa dimaksudkan dalam
pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi
B.
Permasalahan
Adapun permasalahan
dari hukum industri dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah undang-undang mengatur hukum
perindustrian di indonesia ?
2.
Bagaimanakah analisis hukum perindustrian
di indonesia ?
C.
Undang-Undang
Perindustrian Di Indonesia
Di indonesia Hukum
Industri telah diatur dalam undang-undang perindustrian dan telah diterapkan
dan menjadi sebuah persyaratan atau legalisasi pada setiap usaha perindustrian
baik industri rumah tangga ataupun perusahaan. Dalam Undang-Undang no. 5 tahun
1984 yang dimaksud dengan perindustrian adalah segala kegiatan yang berkaitan
dengan kegiatan industri. Industri adalah proses ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, dan bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi.
Kemudian pada pasal 2
uu no 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana
landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada demokrasi ekonomi,
kepercayaan pada diri sendiri, manfaat, kelestarian lingkungan hidup, dan
pembangunan bangsa.
Sedangkan mengenai
tujuan industri diatur dalam pasal 3 dimana terdapat 8 tujuan industri diantaranya,
meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan
kemampuan dan penguasaan terhadap tehnologi yang tepat guna, meningkatnya
kemampuan dari lapisan masyarakat, memperluas lapangan kerja, meningkatkan
penerimaan devisa, sebagai penunjang pembangunan daerah, serta di harapkan
stabilitas nasional akan terwujud. Setelah itu dalam pasal 4 uu. No.5 tahun1984
diatur mengenai masalah cabang industri.
Dimana berkaitan dengan
pasal 33 UUD 1945 bahwa setiap cabang industri dikuasai oleh Negara. Penguasaan
Negara ini dimaksudkan agar tidak ada monopoli nmaun digunakakan sebagi
kemantapan stabilitas nasional. Pasal 5 uu. No.5 tahun 1984 mengatur mengenai
bidang usaha dan jenis indutri, dimana pemerintah mengelompokan industri dalam tiga
jenis industri yakni industri kecil termasuk didalamnya keterampilan
tradisional dan pengerajin yang menghasilkan benda seni. Selain industri kecil
pemerintah juga menetapkan industri khusus untuk penanaman modal. Untuk
pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri diatur dalam pasal 7 uu no.5
tahun1984, dan mengenai izin usaha ditentukan dalam pasal 13 uu. No.5
tahun1984, serta mengenai penyampaian informasi industri diatur dalam pasal 14
uu. No 5 tahun 1984.
D.
Analisis
Ilmiah Hukum Perindustrian di Indonesia
a.
Potret masalah industri dan konsep pembangunan
industri
Gambaran empiris tentang land market
dan lokasi industri melibatkan berbagai faktor seperti masalah pertanahan,
perburuhan/ tenaga kerja, modal, ekologi dan lain-lain. Beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian dalam bidang ini antara lain adalah seperti pilihan
lokasi industri yang dikaitkan dengan harga tanah, ketersediaan infrastruktur,
konsumen dan respon masyarakat sekitar. Hal tersebut utamanya adalah dari
perspektif pengusaha yang dituntut untuk memaksimalkan profit dan shareholder value.
Pemerintah (host government) seyogianya tidak boleh hanya terpaku pada
perspektif dan sudut pandang pengusaha semata, tetapi harus tetap dalam koridor
misinya untuk mensejahterakan rakyat. Pemerintahan yang cerdas harus dapat
memanfaatkan investasi yang masuk ke negaranya untuk menata dan
merestrukturisasi perimbangan perekonomian masyarakat. Hal ini dapat dilakukan
apabila pemerintah suatu negara memiliki visi yang jelas dalam tahapan maupun
pilihan industri yang akan dikembangkan (center of excellence).
Pemerintah memiliki legitimasi dan
instrumen yang memadai untuk hal itu dalam bentuk antara lain :
a)
Pembuatan aturan yang dapat memberikan insentif atau
disinsentif fiskal untuk pengendalian harga tanah di lokasi tertentu
b)
Penyebaran sentra-sentra pembangunan (developing growth center)
c)
Insentif finansial sebagai upaya untuk mendorong
pembangunan kawasan yang dikehendaki
d)
Penegakan hukum secara tegas dan bijaksana.
Hal-hal tersebut di atas akan dapat
diwujudkan apabila Pemerintah dapat bersinergi secara positif dengan dunia
usaha (di Indonesia misalnya diwakili oleh asosiasi KADIN), mendapatkan
legitimasi dan dukungan kuat dari suprastruktur serta amanah dalam menjalankan
mandat demokratis yang melandasi pemerintahannya. Skala prioritas mutlak
diperlukan untuk fokus kepada jenis industri tertentu yang pada
gilirannya diharapkan dapat menjadi penggerak dan stimulan untuk pengembangan geliat
sektor ekonomi lainnya.
b. Sistem
Produksi berdasarkan sistem ekonomi global dan karakter lokal
Sistem ekonomi global dalam tataran
implementasinya seperti penanaman modal asing tetap tunduk kepada aturan-aturan
yang dibuat oleh pemerintah lokal dan nasional. Hanya, sebagaimana telah
diungkapkan pada bab sebelumnya, aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah
setempat harus memperhatikan standar, konvensi dan aturan umum yang berlaku
dalam tata perdangangan dunia seperti yang dianut berdasarkan GATT dan WTO
rules and regulations.
Aturan-aturan lokal yang harus
diikuti antara lain adalah seperti menyangkut perizinan industri, proses AMDAL,
penyesuaian dengan tata ruang dan aturan khusus industri baik yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Apabila suatu usaha industri PMA
memperoleh pinjaman dari sindikasi keuangan Internasional, maka selain dengan
aturan yang dibuat host country, Perusahaan tersebut pun harus tunduk pada
covenant dan terms and conditions yang terkait dengan loan itu.
Beberapa covenants dan terms and
conditions yang dewasa ini telah diperkenalkan secara intensif antara lain
adalah :
-
Transparansi pengelolaan dan bebas dari bribery and unethical conduct
-
Audit lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar
dalam bentuk pelibatan ataupun community
development
-
Third party
claim on damages serta strict liability atas kasus kasus
tertentu yang membahayakan konsumen.Asas penting lainnya dalam sistem produksi
global adalah jaminan, perlindungan, konsistensi dan kesetaraan hukum yang
harus dibuat dan dijaga penerapannya oleh Host
Government baik kepada investor asing maupun mitra lokalnya.
c. Wilayah
Industri dan konsep kawasan Industri
Definisi konsep wilayah industri, menurut
Industrial Development Handbook
dari
ULI ( The
Urban Land Institute), Washington DC (1975)[2],
kawasan industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh
aktivitas industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi
yang terdiri atas peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk pengembangan,
bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial
dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang
terbuka dan lainnya.
Istilah kawasan industri di
Indonesia masih relatif baru. Istilah
tersebut digunakan untuk mengungkapkan suatu pengertian tempat pemusatan
kelompok perusahaan industri dalam suatu areal tersendiri. Kawasan industri
dimaksudkan sebagai padanan atas industrial
estates. Sebelumnya, pengelompokan industri demikian disebut “ lingkungan
industri”.
Menurut Sadono Sukirno[3],
menarik tidaknya sesuatu daerah sebagai pusat pertumbuhan, dan sebagai pusat
industrialisasi yang baru, tergantung kepada faktor-faktor berikut : keadaan
prasarana, keadaan pasar, dan keadaan beberapa jenis external economies yang tersedia. Dengan adanya prasarana yang baik
sesuatu industri dapat dengan mudah berhubungan dengan berbagai tempat di
daerah itu, dengan daerah lain dan ke luar negeri; menghemat ongkos
pengangkutan dalam pengangkutan bahan mentah dan hasil produksinya; dan
memungkinkan mengurangi jumlah investasi modalnya.
Berdasarkan kepada hubungan sesuatu industri dengan pasarnya, berbagai
industri dapat dibedakan dalam 3 golongan, yaitu industri yang mendekat ke
bahan mentah (resource oriented industry),
industri yang mendekat kepada pasarnya (market
oriented industry), dan industri yang letaknya netral terhadap pasar maupun
bahan mentah (foot-loose industry).
Industri golongan pertama,
bagi industri yang termasuk dalam golongan pertama yang terutama terdiri dari industri
yang memproses bahan pertanian dan hasil industri primer lainnya, menarik
tidaknya sesuatu daerah terutama ditentukan apakah di daerah tersebut terdapat
bahan mentah yang diperlukannya. Tersedianya bahan mentah dengan harga yang
murah telah memberikan dorongan yang besar sekali kepada industri yang
bersangkutan untuk mengembangkan usahanya, dan dengan demikian mengurangi perangsang
fiskal dan keuangan.
Industri golongan kedua, yang pada umumnya merupakan industri bahan makanan yang tidak tahan
lama atau industri jasa-jasa, menarik tidaknya sesuatu daerah terutama
tergantung pada apakah daerah tersebut tersedia pasar yang cukup bagi kegiatan
industri tersebut, dengan demikian maka perangsang fiskal dan keuangan yang
akan diberikan dapat dikurangi.
Industri golongan ketiga, yang pada umumnya terdiri dari industri pengolahan (manufakturing) menghadapi persoalan yang
sedikit berbeda yaitu efisiensinya tidak tergantung pada tersedianya pasar atau
bahan mentah di daerah tersebut. Dalam keadaan demikian industri tersebut
mempunyai lebih banyak kebebasan dalam menentukan lokasi dari industrinya dan perangsang yang disediakan
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap keputusan mereka untuk menentukan
lokasi dari industrinya.
Dengan demikian apabila pengembangan industri daerah terutama adalah
dengan tujuan untuk menarik industri-industri yang netral terhadap pasar dan
bahan mentah (foot-loose industry),
perangsang fiskal dan keuangan memegang peranan yang cukup penting dalam usaha
tersebut dan lebih penting adalah jenis industri lainnya yang akan ditingkat
pengembangannya.
d. Industri
dalam hubungannya dengan SDA dan lingkungan hidup
Amdal dalam sistem Perijinan Dalam
Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalan Lingkungan Hidup dinyatakan
bahwa AMDAL atau Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan; AMDAL dalam sistem
perijinan merupakan pendekatan dalam sistem perizinan industri yang bersifat
kompleks. Ruang lingkup dan cakupan AMDAL meliputi :
-
Sistem pelaporan sebagai sarana pemantauan kinerja
kegiatan
-
Pemantauan oleh perusahaan, instansi Pemerintahdan
masyarakat
-
Laporan berkala sebagai alat evaluasi kinerja
perusahaan kepada stakeholders
-
Laporan dan tanggungjawab publik
-
Compliance
monitoring dan pengembangan kebijakan.
Terhadap jenis usaha tertentu hanya
akan diberikan izin usaha apabila telah melewati dan memperoleh persyaratan
AMDAL. Persyaratan tersebut mengandung sejumlah standar yang dapat diuji secara
ilmiah dan harus dimonitor secara berkala pelaksanaannya.
Dari analisis cost benefit, AMDAL
sebaiknya tidak semata-mata dipandang sebagai cost dan kerumitan birokrasi,
tetapi juga adalah merupakan asset karena penataan dan pengelolaan lingkungan
yang baik akan menjamin dapat beroperasinya secara sustainabel suatu Perusahaan
untuk jangka panjang.
Sedangkan apabila ada pelanggaran
yang signifikan, selain izin usaha dapat dicabut, secara pidana dapat dikenai
tuntutan perusakan lingkungan, dan secara perdata sesuai pasal 35 dapat dikenai
strict liability dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung
dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
e. Tanggungjawab
Negara dalam resource-based industry
Resource-based
industry adalah industri yang bertumpu kepada kekayaan alam atau sumber daya yang
ada pada suatu negara. Sumber daya tersebut ada yang bersifat terbarukan
(renewable resources dan ada yang bersifat tidak terbarukan (non renewable
resources). Contoh-contoh industri yang bertumpu pada sumber daya antara
lain adalah yang bergerak di bidang pertambangan, kehutanan dan perikanan. Resource-based industry memiliki setidak-tidaknya
dua ciri dasar yaitu:
1. Industri
tersebut adalah bersifat jangka panjang, padat modal
2. Industri
tersebut rawan terhadap kerusakan lingkungan
Sehubungan dengan hal tersebut,
Pemerintah sebagai pemegang mandat dan amanat demokrasi mengemban tugas yang
harus dapat mengotimalkan ketiga simpul berikut :
1. Menjaga
iklim investasi yang kondusif
2. Menjaga keseimbangan
dan kepentingan masyarakat lokal, regional dan nasional
3. Membuka
peluang usaha untuk tetap sustainabel dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan.
Untuk dapat mengemban tugas dan
tanggung jawab di atas maka dari sisi Perundang-undangan Pemerintah perlu
mempersiapkan peraturan yang terkait dengan :
1. Pokok-pokok
industri
2. Pengelolaan
lingkungan hidup
3. Mekanisme
penyelesaian sengketa baik melalui litigasi atau alternative dispute resolution
Sebagai host government yang
bertanggungjawab, Pemerintah juga harus mampu melindungi modal asing yang masuk
di negaranya, tanpa harus memberikan pemihakan berlebihan kepada modal asing
yang membuat masyarakat sekitar teralineasi, terpinggirkan dan teralineasi.
Keseimbangan yang demikianlah diharapkan dari Pemerintah sebagai fasilitator
dalam perekonomian Nasional.
f.
Tantangan
dan Peluang
1.
Sumber Modal
Kegiatan Industri apapun termasuk pembangunannya memerlukan modal. Modal merupakan faktor yang
amat penting di dalam setiap kegiatan usaha, karena modal merupakan sumber
energi baik untuk kelangsungan, pengembangan, maupun pertumbuhan usaha[4]
. untuk itu diperlukan adanya kegiatan investasi yang dapat menjadi sumber
modal bagi kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Dalam perindustrian di Indonesia, investasi modal asing dipakai sebagai pelengkap untuk menutup
kekurangan modal yang berasal dari dalam negeri, karena negara-negara yang
sedang berkembang termasuk Indonesia dalam melaksanaan pembangunan industri
sangat membutuhkan masuknya modal asing,
dikarenakan modal nasional tidak mencukupi. Dengan adanya investasi ini
diharapkan kegiatan perindustrian di Indonesia dapat dilaksanakan dan
dapat meningkatkan produksi, serta dapat menggali potensi ekonomi yang ada menjadi ekonomi riil. Dengan demikian investasi
juga bermanfaat bagi kepentingan pembangunan nasional dan daerah.
2.
Menambah Lapangan Kerja
Kegiatan perindustrian mempunyai arti penting pula di dalam
penyerapan tenaga kerja, karena dengan berjalannya
perindustrian, baik
nasional maupun asing, akan meningkatkan kegiatan atau menghidupkan kembali
sektor riil. Sehingga akan menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan kerja baru dalam
bidang Industri, serta
mengurangi penggangguran.
Agar harapan pemerintah ini terlaksana, maka perindustrian
diarahkan supaya dapat memberikan lapangan
kerja bagi tenaga kerja lokal, membuka lapangan kerja baru, serta tidak mendorong kegiatan ekonomi yang
padat modal yang dapat menyaingi kegiatan yang dapat dilakanakan secara padat
karya[5]
3.
Alih Teknologi
Kemampuan teknologi (technological
capability) atau penguasaan teknologi (technological
mastery) dalm perindustrian merupakan kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif yang
dapat dicapai melalui upaya teknologis (technological effort)[6].
Upaya teknologi merupakan usaha sungguh-sungguh untuk menggunakan
informasi teknologi yang tersedia, dan mengakumulasikan pengetahuan teknologi
yang diperoleh untuk memilih, membaurkan, dan menyesuaikan teknologi yang ada
dan / atau menciptakan teknologi baru. Upaya teknologi itu diperlukan untuk :
1) menilai dan memilih teknologi;
2) memperoleh dan menjalankan proses produksi serta
menghasilkan barang-barang;
3) mengelola perubahan dalam produk-produk,
proses-proses produksi, pengaturan prosedural organisatoris;
4) menciptakan teknologi baru.
Konsep alih teknologi dapat dibedakan antara
tingkat nasional dan perusahaan. Ditingkat nasional, terdapat empat macam
konsep alih teknologi, yakni[7]:
1) Alih teknologi secara geografis.
Konsep ini menganggap alih teknologi telah
terjadi jika teknologi tersebut telah digunakan di tempat baru. Sember-sumber
masukan sama sekali tidak diperhatikan. Sebagai contoh adalah, sekalipun pabrik
dijalankan seluruhnya oleh tenaga kerja asing, namun sepanjang lokasinya berada
di tempat baru, berarti alih teknologi telah terjadi di negara penerima
teknologi.
2) Alih teknologi kepada
tenaga kerja lokal.
Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika tenaga kerja lokal sudah
mampu menangani teknologi impor dengan efisien. Alih teknologi terjadi
jika mereka telah dapat menjalankan mesin, menyiapkan skema masukan-keluaran,
dan merencanakan penjualan. Konsep
ini sesuai dengan kemampuan operasional di tingkat perusahaan.
3) Transmisi dan difusi
teknologi.
Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika
teknologi menyebar ke unit-unit produksi lokal lainnya di negara penerima
teknologi. Hal ini dapat
terjadi melalui program sub contracting
dan usaha diseminasi lainnya.
4) Pengembangan dan adaptasi teknologi.
Dalam konsep ini, alih teknologi
baru terjadi jika tenaga kerja lokal yang memahami teknologi tersebut
mulai dapat mengadaptasi untuk keperluan-keperluan spesifik setempat atau dapat
memodifikasinya untuk berbagai keperluan. Dalam kasus-kasus yang berhasil,
tenaga kerja lokal dapat mengembangkan teknik
baru berdasarkan teknologi impor tersebut.
E. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan dari bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwasannya, Hukum Industri
menjadi pemacu peningkatan pembangunan bangsa dan negara karena secara proaktif
pemerintah melindungi perusahaan dan pekerja demi kelancaran proses industri di
dalamnya.
F. Daftar Pustaka
Roetanto W.
Dirdjojuwono, Kawasan Industri Indonesia,
Pustaka Wirausaha Muda, Bogor 2004.
Sadono Sukirno, Beberapa Aspek Dalam
Persoalan Pembangunan Daerah, FE UI, Jakarta, 1976.
Sri Redjeki, Kapita
Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, 2000.
Sumantoro, Peranan
Perusahaan Multinasional Dalam Pembangunan Negara Sedang Berkembang Dan Implikasinya Di Indonesia, Alumni Bandung, 1983.
Thee Kiang Wie, Pengembangan Kemapuan teknologi Industri
di Indonesia , Jakarta : UI Press, 1997.
[1] http://sucitaswir13.blogspot.co.id/2015/03/definisi-dan-istilah-hukum-industri.html
[2] Roetanto W. Dirdjojuwono, Kawasan
Industri Indonesia, Pustaka Wirausaha Muda, Bogor 2004 hal: 2
[3] Sadono Sukirno, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah, FE UI, Jakarta,
1976, Hal: 71-72
[4] Sri Redjeki Hartono, Opcit, hal :1
[5] Sumantoro, Kegiatan
Perusahaan Multinasinal, opcit, hal : 8-9
[6] Thee Kiang Wie, Pengembangan
Kemapuan teknologi Industri di Indonesia , Jakarta : UI Press, 1997, hlm 8.
[7] Op cit, hlm 211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar